Begini Sikap Partai Golkar Hadapi Dampak Kenaikan BBM

Kenaikan BBM menjadi momok bagi perekonomian suatu negara. Sebagai elemen paling substantif bagi perekonomian, tentu naiknya BBM akan berefek domino terhadap kenaikan harga barang-barang di periode tersebut. Inilah yang disebut sebagai inflasi. Jikapun BBM tidak dinaikkan, maka asumsi APBN terhadap subsidi energi akan menjadi beban anggaran.

Bagi Fraksi Partai Golkar DPR RI, kenaikan BBM merupakan keniscayaan. Secara sikap politik, Fraksi Partai Golkar DPR RI sudah menyatakan menolak terhadap kenaikan harga BBM tetapi seperti memakan buah simalakama, di sisi lain, kenaikan BBM adalah jalan pintas agar APBN tidak defisit dan subsidi tidak terbuang percuma atau dengan kata lain tidak tepat sasaran.

Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Lamhot Sinaga. Ia mengatakan bahwa yang bermasalah bukanlah harga, secara substansial persoalan BBM ini paling bermasalah pada tata kelola subsidi.

“Secara prinsip, pada intinya dengan pembatasan ataupun penyesuaian harga, subsidi BBM ini harus tepat sasaran, tata kelola subsidi yang harus diperbaiki dulu. Baru setelah itu kita bicara penyesuaian harga. Tata kelola subsidinya diberikan kepada orang tidak mampu,” kata Lamhot Sinaga sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com pada September 2022.

4 Faktor Mengendalikan Dampak Kenaikan Harga BBM

Kenaikan harga BBM jelas akan membebani ekonomi rakyat. Perhitungan ekonom manapun akan sama dalam hal ini, BBM adalah fundamental dari biaya transportasi, jika BBM naik, maka instrumen apapun yang menggunakan transportasi pasti akan ikut mengalami kenaikan termasuk distribusi pangan.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar lainnya, Zulfikar Arse Sadikin pun angkat bicara terkait kenaikan harga BBM. Jika sudah naik dan tidak bisa dihindari, yang perlu dilakukan pemerintah adalah meminimalisir risiko dan menguatkan fundamental ekonomi. Dengan begitu dampak kenaikan BBM akan terkendali. Zulfikar Arse Sadikin lantas mengemukakan 4 hal yang baginya perlu dilakukan pemerintah.

Pertama adalah meningkatkan kinerja perekonomian nasional menjadi lebih sehat dan produktif, dengan menghilangkan ekonomi biaya tinggi dan hambatan struktural. Dengan begitu ia berharap iklim investasi akan terbentuk, uang masuk ke Indonesia, dan perekonomian bisa berjalan cepat.

Kedua yang perlu dilakukan pemerintah adalah menggunakan seluruh sumber daya dan potensi yang dimiliki. Pemerintah harus terus mengendalikan laju inflasi di tengah masyarakat, terutama di sektor pangan.

Ketiga, efektivitas dari program perlindungan sosial (perlinsos) harus semakin baik. Penerima program perlinsos harus yang benar-benar membutuhkan dan memang terpukul akibat kenaikan BBM bersubsidi ini.

Keempat, pemerintah harus menghilangkan inefisiensi pengelolaan anggaran. Berbagai program dan kegiatan yang tidak urgen sebaiknya dihapus. “Jangan sampai ketika rakyat menderita, pemerintah malah boros anggaran. Dalam setiap krisis ekonomi, negara harus menjadi pihak yang paling menderita, bukan rakyatnya,” begitu dikatakan Zulfikar Arse Sadikin sebagaimana dikutip dari RM.id.

Inflasi Sudah Terjadi, Lalu Apa?

Sementara itu, kebijakan sudah kadung diputuskan oleh Presiden Joko Widodo, yang bisa dilakukan sekarang adalah menambal dan mengurangi risiko dari kenaikan BBM. Salah satu risiko yang pasti muncul adalah tingkat inflasi. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun sudah mewanti-wanti jika inflasi mungkin akan meningkat bahkan di atas rasio pertumbuhan ekonomi.

“Inflasi kita ini nanti akan sedikit lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi kita. Ekonomi kita kemarin 5,44 di kuartal II, dan di kuartal ini mirip-mirip sampai year to date 5,2 persen. Jadi kita harus hati-hati,” kata Airlangga Hartarto, sebagaimana dikutip dari Golkarpedia.com pada pemberitaan berjudul, 7 Strategi Jitu Airlangga Antisipasi Inflasi Dampak Harga BBM Naik, 14 September 2022.

Untuk mengikis risiko inflasi yang tinggi, Airlangga Hartarto yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar sudah menyiapkan formulasi khusus agar kenaikan harga tertahan dan wajar hingga tidak membuat daya beli masyarakat menurun tajam.

Karenanya ia berharap, Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus bekerja sama dalam menurunkan tingkat inflasi pangan. Targetnya, inflasi pangan di akhir tahun harus berada di bawah angka 5 persen.

Adapun langkah untuk pengendalian inflasi yang dapat ditempuh menurut Airlangga antara lain, pertama, memperluas kerjasama antar daerah. Kedua, melaksanakan Operasi Pasar dalam memastikan keterjangkauan harga.

Ketiga, pemanfaatan platform perdagangan digital untuk memperlancar distribusi. Keempat, menggunakan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) dalam pengendalian inflasi, mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2 persen Dana Transport Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.

Kelima, mempercepat implementasi program tanam pangan pekarangan. Keenam, menyusun Neraca Komoditas Pangan Strategis oleh seluruh Pemerintah Daerah.

Ketujuh, menyusun Neraca Komoditas Pangan Strategis oleh seluruh Pemerintah Daerah. Serta yang kedelapan, memperkuat sinergi TPIP-TPID dengan memperluas GNPIP untuk mempercepat stabilisasi harga. {golkarpedia}