News  

Rakyat Berhak Tendang Jokowi Dari Istana Bila Paksakan Tunda Pemilu

Jokowi bikin blunder lagi pasca disahkannya RUU KUHP yang bakal membatasi kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul. Bahkan seperti di China. Rakyat dalam bayang-bayang ditangkap dan dipenjara di kamp khusus tanpa pengadilan bila protes keputusan Jokowi tunda pemilu yang inkonstitusional itu.

Wacana tunda pemilu yang inkonstitusional itu kembali menguat. Rakyat bakal dibungkam dengan UU KUHP. Tunda pemilu sama dengan perpanjangan masa jabatan presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Beberapa kepala daerah sudah diangkat presiden tanpa melalui proses pemilu. Pengangkatan kepala daerah yang mengkhianati demokrasi karena kewenangan penjabat kepala daerah yang diangkat presiden sama dengan kewenangan kepala daerah yang dipilih langsung rakyat melalui pilkada.

Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti yang sempat dianggap representasi suara rakyat. Apa yang disuarakan LaNyalla Matalitti sama persis yang disuarakan rakyat. Keberanian La Nyalla Mattalitti sempat diacungi jempol. Mendadak La Nyalla Mattalitti dikagumi banyak orang. Ternyata rakyat salah kagum. La Nyalla Mattalitti teganya menari-nari di atas suara rakyat dengan mendukung penundaan pemilu.

Kemana-mana La Nyalla Mattalitti nenteng roadmap (peta jalan) kembali ke UUD 1945 Asli. Konsep La Nyalla Mattalitti kembali ke UUD 1945 Asli dinilai tidak jelas, kabur dan menyimpan agenda tersembunyi. Lebih dari dua jam kami berdiskusi di rumah dinasnya menguliti roadmap yang tak jelas konsepnya itu.

Ajakan La Nyalla Mattalitti gayung bersambut. Ketua MPR RI yang memang sejak awal ngotot amandemen UUD 1945 untuk memasukkan PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara) yang dicurigai sebagai modus amandemen masa jabatan presiden menjadi tiga periode ditolak mayoritas partai.

Opsi akhirnya beralih dengan penundaan pemilu karena suhu politik memanas. Justru bila pemilu ditunda suhu politik memanas bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi gerakan rakyat berupa people power.

Walaupun sempat diklarifikasi karena rakyat marah atas pernyataan Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang mengajak berfikir ulang tentang pemilu dan suhu politik memanas. Bukannya Bambang Soesatyo yang panas karena gagal jadi Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Suara dua pimpinan lembaga tinggi negara tersebut seolah menjadi angin segar sekaligus jebakan maut bagi Jokowi pasca berlakunya UU KUHP yang kontroversial dan inkonstitusional itu.

Disebut kontroversial karena pengesahannya hanya dihadiri 18 anggota dari 575 anggota DPR. Dinilai inkonstitusional, selain pengesahannya tidak quorum juga bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat baik lisan maupun tulisan.

Jebakan maut bagi Jokowi bila nekat memutuskan penundaan pemilu. Rakyat akan berontak. People power. Jokowi bisa-bisa ditendang rame-rame secara paksa dari Istana Kepresidenan.

Indonesia pasca 20 Oktober 2024 akan memiliki presiden ilegal bila pemilu ditunda. Menurut ahli hukum tata negara, rakyat boleh memberontak terhadap presiden ilegal alias presiden inkonstitusional.

Indonesia dalam ancaman pertumpahan darah sekalipun UU KUHP yang bakal membungkam aspirasi rakyat melawan keputusan Jokowi yang inkonstitusional dengan menunda Pemilu.

Inilah kesempatan terakhir rakyat Indonesia mempertahankan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bukan UUD 2002 yang palsu itu. Tunduk patuh pada keputusan Jokowi menunda pemilu yang melabrak konstitusi atau bangkit melawan mempertahankan Indonesia Raya dari cengkeraman antek-antek dan boneka China komunis.

Selebihnya kita hanya berkata; Hasbunallah wa nikmal wakil, Nikmal maula wa nikman nashir (Cukuplah Allah sebagai Pelindung dan Penolong kami dan Allah sebaik-baik Pelindung dan Penolong).

Bandung, 16 Jumadil Ula 1444/10 Desember 2022
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial