Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa para koruptor yang tertangkap karena nasibnya apes. Alex menilai praktik korupsi di dunia bukan sesuatu yang luar biasa alias sudah lazim terjadi.
Hanya saja menurut dia, mereka yang tertangkap tangan KPK atau berperkara di KPK sedang ketiban sial. Sebab mereka gagal menyembunyikan tindakan dan kekayaannya lebih rapi.
“Saya kok masih merasa, orang yang kemudian tertangkap tangan atau berperkara terhadap perkara korupsi itu apes. Ya itu bukan kejadian yang luar biasa,” kata Alex dalam Puncak Peringatan Hakordia Kementerian Keuangan di Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).
Alex melihat risiko koruptor ketahuan sangat rendah. Inilah yang menyebabkan para penyelenggara negara atau pejabat masih merasa nyaman untuk melakukan tindakan-tindakan korupsi.
Di Kementerian Keuangan, Alex menyebut banyak sarjana akuntan dan sarjana ekonomi. Dalam ekonomi ada istilah yang dikenal high risk high income, artinya semakin resikonya tinggi penghasilannya tinggi.
Dalam hal korupsi yang terjadi justru sebaliknya. Risiko korupsi rendah tapi menghasilkan penghasilan yang tinggi dalam waktu yang cepat dan singkat.
“Resiko orang ketahuan korupsi sangat rendah. Kalau enggak ada yang lapor, enggak ada yang kemudian kita bisa mengungkap,” kata Alex.
Selain itu, hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada kementerian lembaga (K/L) pusat maupun daerah belum banyak mengungkap aksi kejahatan korupsi. Sehingga KPK sulit menindak para koruptor yang merugikan negara ini.
“Lewat audit-audit yang rutin dilakukan BPK ke pemerintah daerah instansi pusat dan lain sebagainya,” kata dia.
Hasil temuan BPK belum banyak mengungkap perkara korupsi yang bisa ditindak KPK. Sebaliknya, temuan-temuan BPK hanya bersifat administratif saja.
“Penyimpangan-penyimpangan itu hanya dikategorikan sebagai pelanggaran administratif,” kata dia.
Begitu juga kegiatan pengawasan setiap inspektur di kementerian/lembaga yang tidak banyak mengungkap perkara korupsi dan penyimpangan.
KPK Cari Bocoran Aset Hasil Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe
“Dari kegiatan pengawasan di inspektorat setiap K/L itu tidak banyak mengungkap perkara korupsi atau penyimpangan,” ujar dia.
Penyelenggara Negara atau Pejabat Nyaman Melakukan Korupsi
Alex melihat risiko koruptor ketahuan sangat rendah. Inilah yang menyebabkan para penyelenggara negara atau pejabat masih merasa nyaman untuk melakukan tindakan-tindakan korupsi.
Di Kementerian Keuangan, Alex menyebut banyak sarjana akuntan dan sarjana ekonomi. Dalam ekonomi ada istilah yang dikenal high risk high income, artinya semakin resikonya tinggi penghasilannya tinggi.
Dalam hal korupsi yang terjadi justru sebaliknya. Risiko korupsi rendah tapi menghasilkan penghasilan yang tinggi dalam waktu yang cepat dan singkat.
“Resiko orang ketahuan korupsi sangat rendah. Kalau enggak ada yang lapor, enggak ada yang kemudian kita bisa mengungkap,” kata Alex.
Hasil Audit BPK Belum Bisa Ungkap Perkara Korupsi
Selain itu, hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada kementerian lembaga (K/L) pusat maupun daerah belum banyak mengungkap aksi kejahatan korupsi. Sehingga KPK sulit menindak para koruptor yang merugikan negara ini.
“Lewat audit-audit yang rutin dilakukan BPK ke pemerintah daerah instansi pusat dan lain sebagainya,” kata dia.
Hasil temuan BPK belum banyak mengungkap perkara korupsi yang bisa ditindak KPK. Sebaliknya, temuan-temuan BPK hanya bersifat administratif saja.
“Penyimpangan-penyimpangan itu hanya dikategorikan sebagai pelanggaran administratif,” kata dia.
Begitu juga kegiatan pengawasan setiap inspektur di kementerian/lembaga yang tidak banyak mengungkap perkara korupsi dan penyimpangan.
“Dari kegiatan pengawasan di inspektorat setiap K/L itu tidak banyak mengungkap perkara korupsi atau penyimpangan,” ujar dia.(Sumber)