News  

Sistem Proporsional Tertutup Dianggap Mengebiri Demokrasi

Komunikolog Politik dan Hukum Tamil Selvan menyoroti pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari terkait ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup.

Tamil melihat, pernyataan tersebut menjadi jawaban atas banyaknya teka-teki yang terjadi dalam ketatanegaraan yang dinilainya semau penguasa saat ini.

Pria yang akrab disapa Kang Tamil ini menduga bahwa seolah sistem proporsional tertutup telah di ‘rapihkan’ sejak awal dengan diberhentikannya Aswanto dari jabatan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan alasan kerap membatalkan produk undang-undang dari DPR.

“Kita patut menduga bahwa ada suatu rangkaian, karena putusan terbuka atau tertutup ini adalah ranah MK, dan alasan pemberhentian Aswanto sangat mengagetkan. Sekarang Ketua KPU bicara tertutup, setelah beredarnya video dan rekaman suara terkait dugaan permainan di KPU, jadi dugaan agenda setting ini sangat kental,” ungkap Ketua Forum Politik Indonesia ini, Sabtu (31/12).

Besar kemungkinan, kata Tamil, sistem proporsional tertutup ini akan diamini oleh MK walaupun harus menganulir berbagai yurisprudensinya sendiri.

“Saya kira perubahan itu sangat mungkin, karena jika berkaca pada revisi UU KPK dan Omnibuslaw yang ditentang banyak pihak dan produknya (UU Cipta Kerja) dinyatakan inkonstitusional terbatas tetapi masih juga dijadikan landasan hukum, maka tidak ada yang mustahil pada rezim ini,” kritiknya.

Lebih lanjut, Kang Tamil menyayangkan, karena pada akhirnya demokrasi justru dikebiri dengan cara demokrasi pula. Jika semangat sistem proporsional terbuka diusung untuk memberikan kesetaraan posisi dan peluang bagi seluruh calon legislator tanpa melihat nomor urutnya, sehingga setiap warga negara memiliki peluang yang sama tanpa perlu ‘menjilat’ elit partai, maka sistem proporsional tertutup akan mengembalikan arogansi elitis partai politik.

“Jadi ke depan legislatif hanya diisi oleh para petugas partai yang tugasnya hanya mengamankan kepentingan partai secara terang-terangan, bukan lagi kepentingan rakyat,” tandasnya.

Terkait bahwa putusan MK tidak berlaku surut, pengamat ini menjelaskan bahwa secara undang-undang, peserta pemilu legislatif adalah partai politik bukan perseorangan calon legislator.

“Jadi walaupun MK memutuskan sehari sebelum pemilu, maka keputusan itu harus diadopsi. Karena terbuka atau tertutup itu hanya soal teknis, tidak merubah fundamental partai politik sebagai peserta pemilu,” jelasnya.(Sumber)