News  

Kisah Pilu Mahasiswi UNY Kesulitan Bayar Uang Kuliah Hingga Akhir Hayat

Kisah pilu datang dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sebuah utas di Twitter oleh akun @rgantas menceritakan seorang mahasiswi UNY yang kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Rachmad Ganta Semendawai (24 tahun) membenarkan bahwa dia yang membuat utas tersebut. Ganta adalah teman dari Nur Riska Fitri Aningsih, mahasiswi yang diceritakan di utas. Nur Riska yang merupakan mahasiswi Pendidikan Sejarah UNY angkatan 2020 telah meninggal dunia pada 9 Maret 2022 karena sakit.

“Di semester awal (UKT) dia dibayari oleh gurunya. Semester kedua dia praktis hampir tidak bisa bayar lagi gitu, udah penurunan akhirnya turun cuma tidak signifikan. Kemudian dia akhirnya temen-temennya patungan, dosen jurusannya patungan.

Dan saya ikut terlibat juga patungan waktu itu,” kata Ganta mengawali kisah Nur Riska saat dihubungi awak media, Kamis (12/1).

Dalam kicauannya, Ganta menjelaskan bahwa Nur Riska berasal dari sebuah desa di Purbalingga, Jawa Tengah. Nur Riska hidup sederhana dengan orang tua berjualan sayur dengan gerobak di pinggir jalan dan memilik 4 orang anak.

Awal mendaftar di UNY, Nur Riska sudah mengisi pendapatan seusai ekonomi orang tua. Akan tetapi saat itu dia tidak punya laptop dan harus meminjam ponsel tetangga. Lalu, saat mengunggah berkas-berkas terjadi kegagalan karena ponsel yang digunakan kurang canggih.

Nur Riska pun mendapatkan ketetapan UKT sebesar Rp 3,14 juta dari UNY. Nur Riska sempat hampir gagal kuliah karena biaya UKT yang tinggi. Tetapi kemudian dia mendapat bantuan dari guru-gurunya.

“Sudah keterima tapi tidak bisa bayar tapi waktu itu dibayari guru-gurunya,” katanya.
Ganta menjelaskan bahwa UKT terendah di UNY itu Rp 500 ribu. Namun, angka tersebut tidak didapat Nur Riska yang notabene membutuhkan.

Sejumlah cara sudah dilakukan oleh Nur Riska termasuk ke rektorat untuk mendapatkan penurunan UKT di semester 3. Memang UKT turun tetapi tidak signifikan, hanya sekitar Rp 600 ribu. Nur Riska juga bekerja paruh waktu demi membayar UKT-nya.

Demi menghemat pengeluaran, Nur Riska juga selalu jalan kaki dari indekosnya ke kampus yang berjarak 2,3 kilometer. Nur Riska juga begitu senang ketika mendapatkan lauk makan abon atau mie instan dari temannya

“Nur Riska pernah bilang, bila akhirnya dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Ia ingin kerja agar dapat menguliahkan adiknya. Dia ingin mewujudkan mimpi adiknya.”

“Kata itu terucap saat lagi-lagi masa pembayaran UKT mendekati deadline. Ia nyaris kehilangan asa, karena tak bisa membayar UKT,” jelas Ganta dalam kicauannya.

Lanjut Ganta, penurunan UKT yang tidak signifikan sempat membuat Nur Riska pesimistis karena angka UKT tetap masih tinggi. Beruntung di detik akhir dia mendapat bantuan dari teman-teman, Dosen Pembimbing Akademik (DPA) hingga kepala jurusan.

Selain itu orang tua Nur Riska yang ekonominya tengah sulit dihantam pandemi COVID-19 juga berutang untuk melunasi UKT semester 2.
Nur Riska Meninggal Dunia

Seiring berjalannya waktu, Ganta mendapatkan informasi bahwa Nur Riska cuti kuliah untuk bekerja. Bagaimanapun, masih ada tanggungan semester-semester ke depan yang harus dibayar.

Namun, dia justru mendengar kabar bahwa Nur Riska telah tiada. Setelah Nur Riska meninggal dunia, Ganta baru tahu bahwa Nur Riska mengidap hipertensi.

“Selama ini dia mengidap hipertensi yang amat buruk. Ancaman putus kuliah kian memperburuk keadaannya. Setelah beberapa waktu tidak kuliah, tiba-tiba muncul kabar ia sedang kritis di RS. Pembuluh darah di otaknya pecah,” tulis Ganta dalam Twitternya.

Kasus ini menurut Ganta harus jadi perhatian bersama. Kerap muncul persoalan karena UKT sejak bertahun-tahun silam. Bukan hanya kepada UNY, cuitan ini juga dia sampaikan ke Mendikbudristek.

“Surat ini terbuka untuk Nadiem. Saya sampaikan tulisan ini kepada Nadiem,” pungkasnya.

Tanggapan UNY
Rektor UNY Sumaryanto mengaku sedih mendengar kabar ini. Dia yang menjabat sejak 2021 lalu ini mengatakan berkomitmen membantu mahasiswa maupun tenaga pendidik UNY yang kesulitan.

“Saya sedih, sangat berduka. Saya minta datanya (Nur Riska) akan saya follow-up, ini kenapa wafatnya. Akan saya cari betul. Sedih saya dengar kabar ini,” kata Sumaryanto.

Sumaryanto mengatakan dirinya tak ingin ada mahasiswa yang gagal studi karena masalah uang, dia minta agar yang mengalami hal seperti itu untuk menyurati dirinya.

“Kalau ada mahasiswa kesulitan uang kalau bukan UNY yang bantu, Sumaryanto secara pribadi (yang bantu),” katanya.
Menurutnya, nominal UKT bisa direvisi dengan pengajuan keberatan. Caranya dengan surat permohonan yang ditandatangani orang tua mahasiswa dan dikirim ke rektor.

“Nanti jawaban jajaran biasanya WR 2 ternyata enggak mampu bisa kita turunkan, bisa kita tunda. Kalau ada mahasiswa yang keberatan atas jawaban itu komplain kepada rektor. Kuatnya (bayar) berapa begitu,” jelasnya.

Dijelaskan Sumaryanto, golongan UKT terendah di UNY adalah Rp 500 ribu per semester. Sementara tertinggi Rp 5,6 jutaan, kecuali di Fakultas Teknik yang bisa mencapai Rp 6 jutaan per semester.

Pengajuan keringanan UKT juga diperbolehkan pada mahasiswanya yang orang tuanya terdampak bencana alam, kecelakaan, maupun PHK.

“Mengajukan surat rektor, ternyata (orang tua) kami pendapatannya sekian. Bahkan ada karena kena gempa, PHK, kami akan mengusulkan dikurangi UKT satu grade. Yang penting enggak bohong, kalau apa adanya kami bantu,” jelasnya.(Sumber)