Partai Buruh meminta pemerintah untuk segera menuntaskan berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu seperti kasus Munir hingga Marsinah.
“Partai Buruh menyerukan usut tuntas pelanggaran HAM yang telah direkomendasikan oleh Komnas HAM ataupun tim pencari fakta yang telah dibentuk. Kami meminta kasus Marsinah dan Munir harus dituntaskan,” ujar Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, di Patung Kuda, Jakarta, Sabtu (14/1).
Said Iqbal mendukung pernyataan Presiden Jokowi yang telah mengakui adanya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu. Jokowi berjanji agar hal ini tak kembali terulang.
“Dan kami akan mendukung apa yang telah disampaikan oleh Presiden Jokowi, yang berbicara tentang pelanggaran HAM berat,” ungkap Iqbal.
Lebih jauh, Iqbal mengatakan, pihaknya bakal berkampanye untuk mendorong pemerintah segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu itu.
“Partai buruh akan berkampanye, khususnya usut tuntas kematian Marsinah, siapa yang aktor intelektual yang harus dibongkar. Usut tuntas kematian Munir karena itu adalah simbol perlawanan penggiat HAM yang telah dihilangkan nyawanya. Begitu pula tragedi Trisakti yang sudah diserukan presiden,” tutup dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerima laporan akhir pelaksanaan tugas dan rekomendasi pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Laporan itu sebelumnya diterima Menkopolhukam Mahfud MD dari Tim Pelaksana Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu (PPHAM).
“Saya telah membaca dengan saksama laporan dari Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres 17/2022,” ucap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1).
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat pada yang pertama,” imbuhnya.
Jokowi memastikan dirinya dan pemerintah, pertama, berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban acara adil dan bijaksana tanpa menegaskan penyelesaian yudisial.
Kedua, akan berupaya maksimal agar peristiwa pelanggaran HAM berat tidak lagi terjadi di Indonesia.(Sumber)