Puteri Komarudin Minta OJK Serius Tindaklanjuti Aspirasi Para Korban Wanaartha Life

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin menerima audiensi Aliansi Korban Wanaartha di Gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (24/1/2023). Para korban yang mewakili 29 Ribu Pemegang Polis (PP) PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WAL) yang sudah mengalami CIU atau cabut izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan penolakannya terhadap Tim Likuidasi (TL) WAL.

Pasalnya orang yang ditunjuk para Pemegang Saham Pengendali (PSP) adalah buronan Bareskrim Polri alias menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dalam status Red Notice. Menanggapi hal itu, Puteri Komarudin mengungkapkan akan menyampaikan aspirasi dan keluhan korban Wanaartha dan memperjuangkan secara all out kepada pihak OJK.

Puteri Komarudin memberikan catatan penting agar pihak OJK bisa menyelesaikan satu persatu carut marut di Industri Keuangan NonBank (IKNB) yang tak lain adalah paling jamak di industri asuransi ini. Hal ini juga merespon perhatian Presiden Joko Widodo yang telah memanggil Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (ADK OJK) ke Istana Negara, pada Senin pekan lalu (16/1/2023).

Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi memberikan penugasan khusus kepada OJK untuk segera menyelesaikan kasus-kasus di sektor perasuransian yang masih belum tuntas. Puteri Komarudin menegaskan OJK masih memiliki pekerjaan besar untuk menyelesaikan sejumlah masalah asuransi di Indonesia.

Misalnya persoalan asuransi seperti Jiwasraya, Bumi Putera, Kresna Life dan Wanaartha ini. Dari sejumlah kasus yang berawal dari gagal bayar kepada pemilik polis itu, Srikandi Milenial Beringin ini mengungkapkan Wanaartha sudah mempunyai progresnya hingga kini.

“OJK sudah mencabut izin usaha Wanaartha Life. Kami apresiasi upaya itu. Kami akan terus mendorong ketegasan OJK untuk menindak masalah ini dan mencarikan solusi terbaik agar selama 3 tahun para pemilik polis tidak berlarut-larut menunggu ketidakpastian hak-hak mereka atas nilai polisnya,” ujar Puteri kepada media setelah menerima audiensi Aliansi Korban WanaArtha yang diwakili Johannes Buntaro didampingi Dedy, Samsuga Sofyan, Christian yang mewakili hak polis mereka.

Puteri mengungkapkan dari laporan para pemilik polis yang dia terima saat tahun 2020 dan sekarang di tahun 2023 ternyata tidak mendapatkan perkembangan yang signifikan. Bahkan banyak PP WAL yang harus kehilangan nyawa rata-rata dari lansia yang tidak sanggup membayar ongkos pengobatan di rumah sakit lantaran hak polisnya tidak bisa cair. Bahkan yang meninggal, dari laporan yang diterima juga masih banyak menyisakan klaim kemauan yang tidak diganti.

Diungkapkan Puteri, proses Wanaartha sudah sampai pada tahap likuidasi. Artinya mereka sudah melakukan upaya penyelesaian masalah tersebut. Meskipun begitu, OJK juga selayaknya mendengarkan aspirasi yang sudah diungkapkan Aliansi Korban Wanaartha secara serius dan profesional.

“Mereka yang duduk Tim likuidasi tidak sesuai dengan aspirasi mereka. Seperti yang dikeluhkan para korban, mereka (Tim TL-red) tidak mewakili aspirasi pemilik polis tapi justru jadi representasi Pemegang Saham Pengendali (PSP) sehingga kerja mereka diragukan objektivitasnya. Maka OJK seharusnya tahu dan mendengar suara korban. Korban juga memiliki fakta-fakta yang menguatkan argumentasinya. Nah, yang ini segera akan kami sampaikan dan dorong kepada OJK agar memerhatikan aspirasi pemilik polis,” tegas Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI ini.

Tahap awal, kata Puteri, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan OJK. Supaya masukan yang diterima dari korban dan pihak OJK jadi bisa berimbang. Sebagai wakil rakyat, pihaknya akan menyerap aspirasi korban agar dalam penyelesaian kasus Wanaartha berjalan baik dan seimbang.

“Kita cari titik temu. Keluhan nasabah juga harus didengar oleh OJK. Tindak lanjutnya dari pencabutan izin usaha Wanaartha itu harusnya diselesaikan dan dirapikan serta dituntaskan sesuai perintah Presiden. Jangan sampai masyarakat dalam hal ini pemilik polis dirugikan dan tak berkesudahan,” jelasnya.

CIU WanaArtha

OJK sebelumnya telah mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/PT WAL) pada 5 Desember 2022. Puteri mengingatkan kasus Wanaartha harus menjadi catatan penting dan perhatian yang serius bagi OJK. “Harus semakin meningkatkan kualitas pengawasan secara komprehensif dan terintegrasi. Supaya kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari,” tandasnya.

Terutama juga terhadap 13 perusahaan asuransi yang kini ditetapkan dalam status pengawasan khusus oleh OJK. “Jangan sampai justru menimbulkan kerugian pemegang polis. OJK harus dalami akar permasalahannya. OJK harus pastikan rencana penyehatan dan penyelesaian agar konsumen mendapatkan kepastiannya. OJK harus tingkatkan kinerja pengawasan dan cepat merampungkan kasus-kasus ini,” ucap Ketua DPP Partai Golkar Bidang Keuangan dan Pasar Modal ini.

“Jangan sampai jatuh banyak korban lagi yang merugikan rakyat. Bisa saja karena oknum pemain asuransi sudah menyiapkan berbagai skema baru. Yang ujung-ujungnya merugikan pemegang polis,” imbuh Senayan Dapil Jabar VII (Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta ini).

Tim Likuidasi Tak Legitimate

Sementara itu, Ketua Aliansi Korban Wanaartha Johanes Buntoro, mengatakan pihaknya tidak menolak pembubaran dan dibentuknya Tim Likuidasi. Namun yang dipersoalkan adalah orang yang menunjuk dalam Tim Likuidasi ini adalah pemegang saham pengendali yang masih buronan interpol sehingga masih menghadapi masalah hukum.

Celakanya lagi, kata dia, Tim Likuidasi telah lebih dulu menginformasikan bahwa OJK sudah menyetujui mereka lewat surat tertanggal 13 Desember 2022. Padahal belum ada informasi dan pengumuman resmi dari OJK.

“Tanggal 11 Januari kami bertemu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kami pertanyakan mengapa dengan mudahnya OJK secepat itu berkomunikasi dengan buronan yang sudah ada red notice-nya. Parahnya lagi OJK justru mendukung usulan dari buronan tersebut,” beber Johanes.

Sebagai warga negara, korban WanaArtha meminta pelindungan dan hak-haknya diperjuangkan. Dan sudah semestinya OJK transparan dan akuntabel dalam hal tersebut karena mereka ada diberikan Undang-undang karena fungsinya melindungi hak-hak pemilik polis, bukan melindungi PSP yang dalam status bermasalah dengan hukum RI.

Dijelaskan Johanes, dua orang yang ditetapkan sebagai Tim likudasi WAL, yaitu Harvardy Muhammad Iqbal dan Shery Anita Metanfanuan. Adapun total kewajiban pemegang saham yang perlu ditunaikan kepada pemegang polis sebesar Rp 15,95 Triliun dari 29 ribu polis.

“Jika kepastiannya juga belum jelas, hal ini yang ditakutkan korban. Para pemilik polis itu sudah tidak percaya dengan apa pun yang dikehendaki PSP, termasuk orang-orang di Tim Likuidator yang tidak kapabel dan legitimate di mata seluruh Pemilik Polis. Jadi kami datang ke Komisi XI agar OJK bisa memfasilitasi pertemuan yang dihadiri ADK OJK sendiri dan Perwakilan Pemilik Polis agar persoalan yang kusut dan abu-abu ini bisa terang benderang dan akuntabel,” tegas Johanes Buntoro. {golkarpedia}