Kader muda Golkar, Ayuningtyas Widari Dorong Dirinya Konsisten Lawan Bullying

Belum banyak orang yang mengenal sosok Ayuningtyas Widari Ramdhaniar atau yang akrab disapa Tyas ini. Ia merupakan perempuan hebat yang lahir secara politik dari rahim Partai Golkar. Redaksi Golkarpedia.com berkesempatan mendapatkan wawancara eksklusif bersama Ayuningtyas Widari Ramdhaniar mengenai kehidupannya, mulai dari masa lalu hingga perjalanan politiknya dalam shooting konten Youtube bertajuk ‘Batagor’.

Pada kesempatan tersebut, Tyas menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh redaksi. Salah satu pertanyaannya adalah mengenai kegiatan Tyas yang terlihat cukup aktif sebagai aktivis anti bullying pada anak. Tema ini menggugah nurani kami karena maraknya kejadian bullying pada anak, bahkan yang sudah dewasa di Indonesia tanpa ada tindakan khusus kepada para pelakunya.

Sebelum Tyas menjawab mengenai apa saja yang sudah ia lakukan untuk melawan perilaku bullying di Indonesia, ia terlebih dahulu menjelaskan tentang dampak buruk bullying bagi para korban.

“Sebenarnya kita harus tahu bahwa apa sih efeknya dari bullying. Jadi kita ketika lahir ke dunia ini, kita memiliki alam bawah sadar, lalu di usia 3 tahun alam sadar itu baru terbentuk dan terus terbentuk sampai usia 13 tahun. Di antara alam sadar dan alam bawah sadar ada yang disebut critical illness, fungsinya sebagai penyaring dari alam sadar ke alam bawah sadar,” papar pemilik lembaga Lobbyist Agency AWR Partnership ini.

Bagi korban bullying usia anak, dampak yang mereka terima ke depan akan luar biasa negatif. Anak akan menjadi lebih pemurung, mereka jadi anak yang tidak percaya diri dan merasa bahwa benar diri mereka tidak berharga.

“Bayangkan anak-anak yang mendapat bullying itu dari 0 sampai 13 tahun, berita baiknya adalah apapun yang kita ajarkan itu akan mudah diterima oleh mereka. Tapi kalau hal yang negatif, bisa dianggap benar oleh mereka,” sebut kader Partai Golkar ini.

Tyas bisa menjelaskan dengan begitu detail dan berdasarkan pengetahuan karena ia sendiri ternyata pernah secara langsung menjadi korban bullying di masa kecil. Pengalaman pahit ini Tyas bagikan sebagai pembelajaran bagi para orang tua dan pendidik agar lebih aware terhadap lingkungan sosial anak.

“Ini pertama kalinya saya sharing di media public, bahwa saya juga korban bullying. Dan saya tahu efek dan dampaknya dari bullying itu seperti apa. Apapun langkah untuk menentukan keputusan hidupnya ternyata sangat dipengaruhi oleh masa lalunya. Saya waktu usia masih 4 SD, luar biasa dampaknya,” ujar Tyas dengan nada bergetar dari bibirnya.

“Saya jadi takut terhadap laki-laki, cara pandang saya terhadap laki-laki juga berbeda. Jadi efek terhadap bullying itu banyak, baik itu terhadap korban maupun pelaku, tentu dampak negatifnya. Jadi bullying benar-benar harus distop,” sambungnya lagi.

Tyas yang juga menjabat sebagai Managing Director Program Yayasan Diesel Solidarity ini lantas menceritakan mengenai hal apa saja yang ia bisa lakukan untuk melawan bullying dewasa ini.

“Apa saja yang sudah saya lakukan untuk melawan bullying ini? Banyak. Saya punya anak, punya banyak anak asuh juga. Saya benar-benar bina mereka dan saya tekankan, kalau ada masalah yang mungkin sekiranya sulit diceritakan pada orang tua, bisa diceritakan kepada saya. Jadi saya nggak pernah merasa terbebani kalau anak-anak asuh saya menceritakan masalah mereka pada saya,” ungkap Tyas.

Selain itu, Tyas juga kembali menegaskan bahwa bullying itu sama seperti perilaku diskriminasi dan pelekatan stigma terhadap individu. Karenanya, ia konsen terhadap hal ini dengan menanamkan spirit solidaritas dan keberanian terhadap anak-anak agar muncul kesadaran bahwa masa depan mereka yang dibentuk hari ini adalah hal berharga.

“Karena kita ga bisa lagi mentolerir satu hal pun bentuk diskriminasi, maupun stigma yang ada di masyarakat. Saya juga bersama tim mengajar di Yayasan Srikandi, sebagai relawan. Jadi di sana ada anak-anak kurang mampu dan sekolahnya gratis. Di sana kita bantu mereka meningkatkan kapasitas soft skill,” tutup Tyas. {golkarpedia}