PDIP Tetap Ngotot Ingin Pemilu Proporsional Tertutup, Kenapa?

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan partainya masih teguh mendukung sistem pemilu dapat diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai.

Menurutnya, pemilu proporsional tertutup akan menghasilkan anggota yang berkualitas dan tak asal mengandalkan relasi.

“Anggota dewan disiapkan dengan baik, teruji mental juangnya, leadershipnya, kemampuan manajerialnya. Karena itulah PDIP sangat konsisten meskipun suara kita, dibandingkan dengan suara fraksi-fraksi dalam perjuangan untuk sistem proporsional tertutup menghadapi berbagai tantangan,” kata Hasto saat membuka diskusi ‘Daulat Pangan Nasional, Petani Sejahtera’ di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jumat (3/2).

“Jadi anggota dewan tidak bisa mengandalkan ‘saya keluarga pejabat A’, ‘saya istri dari pejabat B’, atau ‘saya anak dari pejabat C’. Itu kalau proporsional terbuka. Kalau tertutup, saat menjadi anggota dewan karena ‘saya mengenal petani Indonesia, saya mengenal masalah petani, dan ini solusi bagi petani Indonesia’. Itu kalau proporsional tertutup. Based on quality,” imbuh dia.

Saat ini sistem pemilu masih proporsional terbuka, artinya pemilih memilih partai dan calon legislatif. Namun ada pihak yang berupaya menggugat, meski parpol di luar PDIP menolak proporsional tertutup.

Hasto berharap perubahan zaman dapat turut membawa peningkatan budaya, literasi, kualitas pendidikan, hingga meningkatkan riset dan inovasi. Sehingga ia memandang, wakil rakyat juga harus bisa maju pileg dengan lebih berkualitas.

“Karena itulah dalam memperjuangkan politik kebenaran itu kita percaya, bahwa menjadi anggota dewan di seluruh tingkatan harus dipersiapkan menjadi anggota dewan tidak hanya berbasis popularitas apalagi berbasis nepotisme,” kata Hasto.

“Berpolitik terkadang memang melawan arus. Disampaikan Ibu Mega, menempuh jalan ideologi bukanlah jalan yang mulus, tetapi terjal bahkan kadang berliku, penuh jebakan politik.

Tetapi selama itu dilakukan dengan penuh keyakinan, kita akan mendapatkan keselamatan dalam politik karena kita menyatu dengan rakyat Indonesia,” imbuh dia.

Hasto memandang, imbas dari sistem proporsional terbuka, anggota dewan saat ini terlalu fokus dengan kemajuan dapil masing-masing.

“Saya bertemu dengan banyak menteri, ketika saya tanya gimana. [Dibilang] Oh iya sekarang di DPR ini kecenderungan dari pusat dan daerah hanya memperjuangkan dapilnya.

Sehingga bagaimana daerah yang anggota dewannya sedikit? Lalu misalnya di suatu dapil, anggota dewannya tidak ada yang berasal dari koneksi infrastuktur atau komisi pertanian. Maka otomatis program infra-pertanian di dapil tersebut otomatis sedikit,” paparnya.

“Ini kelemahan dari proporsional terbuka, padahal anggota DPR Indonesia, bukan hanya buat [misalnya] perwakilan Dapil 4 Jawa Barat. Pembagian dapil ini hanya untuk lebih meningkatkan fungsi representasi dari suara ke kursi agar proporsional. Ini yang menjadi problem,” tambah dia.

Akibatnya dalam politik alokasi anggaran, lanjut Hasto, muncul perburuan hanya untuk dapilnya. Padahal ia menilai, seharusnya politik anggaran ditujukan untuk mendorong keseimbangan pertumbuhan antar wilayah.

“Bayangkan kalau kita dari daerah pusat lumbung pangan, tapi DPR RI di situ di dapil itu dia ditugaskan di komisi lain. DPR RI-nya di situ, dapilnya di situ, dia ditugaskan di komisi lain yang tidak terkait dengan pangan. Ini sering kali menciptakan ketidaksinkronan,” ungkapnya.

“Partai kaji, sistem proporsional terbuka produktivitas cenderung menurun. Partai jadi menurun produktivitas, diganti individu, padahal kalau terbuka partai yang bertanggung jawab, yang menerima dukungan dari rakyat. Sekiranya partai tidak membangun kinerja terbaik, maka partai ini akan dihukum [publik],” terang dia.

Hasto juga tak sepakat kalau pileg sistem tertutup bagai membeli kucing dalam karung.
“Mana faktanya? Pemimpin yang ada di PDIP ini saat ini semua lahir dari proporsional tertutup, karena kita sudah menyiapkan,” pungkas dia.(Sumber)