News  

Jokowi, Luhut, dan Taipan Oligarki Merapat ke Prabowo

Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Taipan oligarki tidak ada pilihan lain kecuali merapat ke Prabowo Subianto dan Gerindra.

Usaha itu sudah dimulai dengan bergabungnya pendukung loyal Jokowi ke kubu Gerindra, seperti Immanuel Ebenezer dan Abu Janda.

Capres 2024 sudah mulai terbaca dengan dibentuknya berbagai koalisi politik yang ada untuk memenuhi persyaratan presidential threshold 20%, yang ada pada pasal 222, UU Pemilu no.7 tahun 2017.

Koalisi Perubahan (KOPER) terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sosial, yang mengusung Anies Rashid Baswedan (ARB) sebagai Capres 2024.

Sementara Koalisi KIR (Kebangkitan Indonesia Raya) terdiri dari Partai Gerindra, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang mengusung Prabowo Subianto (PS) sebagai Capres 2024.

Sedangkan Koalisi KIB (Koalisi Indonesia Bersatu); terdiri atas Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), masih belum mencalonkan sosok untuk menjadi Capres 2024, meski ada indikasi Airlangga Hartarto yang akan maju.

Single koalisi; Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang akan mengusung Capres sendiri, dengan Puan Maharani sebagai Cawapres.

Semua partai politik di Indonesia, setiap menghadapi Pemilu (Pilpres, Pileg dan Pilkada) membutuhkan 2 hal yakni pertama dana (dollar) untuk membiayai Pilpres dan kedua suara (vote) untuk memenangkan Pilpres.

Karena itu, semua partai politik membutuhkan seorang Capres, Caleg dan Calon Pemimpin Daerah yang bisa memenuhi 2 syarat di atas, memiliki cukup dana (dollar) untuk membiayai Pilpres, Pileg, Pilkada dan membawa suara (elektibilitas) yang cukup besar untuk memenangkan Pilpres, Pileg, dan Pilkada.

Bagi seorang Capres yang memiliki cukup popularitas, elektibilitas, etikabilitas dan intelektualitas, tetapi tidak memiliki cukup dana, maka partai pengusung harus mencari Bohir-Bohir Politik untuk membiayai mahalnya biaya Pilpres.

Itu ada pada sosok mantan Gubernur DKI Jakarta, ARB yang diusung oleh Koalisi Perubahan (KOPER).

Bagi koalisi KIR; partai Gerindra dan PKB yang mencalonkan Prabowo Subianto (PS) menjadi Capres, masih juga membutuhkan banyak dana (dollar) untuk membiayai Pilpres 2024.

Karena itu, ketika ada usaha dari Surya Paloh (Nasdem) untuk mengusung Sandiaga Uno menjadi Cawapres dengan ARB, Prabowo Subianto (PS) menolak dengan tegas.

Enak aja lo dem, Nasdem..!!! Lol… 😆.

Karena dari KIR sendiri ada kemungkinan SU akan diusung menjadi Cawapres berpasangan dengan Prabowo, untuk memenuhi kebutuhan dana (dollar) guna membiayai kebutuhan Pilpres 2024.

Hal itu juga yang membuat Hasyim Djoyohadikusumo (adik PS) minggu lalu menawarkan kepada Ganjar Pranowo (GP); yang didukung oleh Jokowi, LBP dan Taipan oligarki ekonomi, menjadi Cawapres berpasangan dengan PS di koalisi KIR untuk mendapatkan tambahan, atau suntikan dana (dollar) untuk membiayai PILPRES 2024.

Dari sini kita tahu, baik ARB (KOPER) maupun PS (KIR) masih membutuhkan Bohir-Bohir Politik untuk membiayai kebutuhan operasional Pilpres 2024.

It’s the same old crap, different day…!!!

Dari figur politisi dan birokrat lain yang masih memiliki cukup popularitas, elektibilitas, etikabilitas dan intelektualitas untuk dijadikan Capres 2024 tinggal beberapa orang saja, mungkin tidak banyak.

Akan tetapi, mereka itu tidak memiliki cukup dana (dollar) yang diharapkan oleh partai politik untuk bisa membiayai kebutuhan PILPRES 2024.

Figur yang masih memiliki cukup popularitas adalah:

Dr. Rizal Ramli, Jenderal Purn. Gatot Nurmantyo, Guberbur Ganjar Pranowo, Prof. Dr. Din Syamsudin, Gubernur Ridwan Kamil, Gubernur Kofifah Indar Parawansa, Menparekraf Sandiaga Uno, Ketua Golkar Airlangga Hartarto, Ketua DPR Puan Maharani.

Figur yang memiliki cukup dana (dollar) untuk membiayai Pilpres mungkin hanya Sandiaga Uno. Sementara ini, Sandiaga Uno masih menjadi kader Gerindra.

I don’t think Bang Sandiaga Uno will dare to challenge PS in the Presidential race in 2024 dengan menjadi Cawapres ARB.

Itu alasan mengapa PS menolak tegas ide Surya Paloh (Nasdem) untuk menjadikan SU sebagai Cawapres berpasangan dengan ARB.

Itu juga yang menjadi alasan mengapa PDI-P dan KIB masih belum berani mendeklarasikan Capres 2024 mereka masing-masing.

Karena PDI-P dan KIB masih kekurangan 2 hal diatas, yakni: dana (dollar) untuk membiayai Pilpres 2024 dan jumlah suara (popularitas) untuk bisa memenangkan Pilpres 2024.

Tidak mungkin partai politik itu akan mengusung seorang Capres yang memiliki cukup popularitas dan intelektualitas tetapi minim (lack of) dana (dollar) untuk membiayai Pilpres 2024, kecuali Capres itu juga membawa Bohir-Bohir Politik yang mau mengeluarkan duit untuk membiayai kebutuhan Pilpres 2024.

Sosok itu hanya Ganjar Pranowo (GP) dan Menteri BUMN ET.

Kendala 2 orang ini, tidak memiliki partai politik pengusung yang memenuhi presidential threshold 20%.

Sehingga kemungkinan besar tinggal gigit jari, atau melakukan bargaining politik dengan PDI-P dan KIB.

Bagaimana dengan Ganjar Pranowo adalah ujung tombak dari Jokowi, LBP dan mereka yang berada dibelakang Jokowi, yakni Taipan oligarki ekonomi karena GP adalah sosok yang bisa diajak kerja sama, mudah dikontrol karena terlibat kasus E-KTP dan bisa menjadi Presiden BONEKA ke II setelah Jokowi.

Tetapi kendala utama bagi GP untuk bisa menjadi CAPRES adalah PDI-P dan Megawati yang tidak mendukung GP meski GP adalah kader PDI-P.

Itu semua terjadi karena kesalahan dan nafsu politik dari petinggi PSI (Grace Natalie) dan GP sendiri yang tidak melakukan komunikasi awal dengan PDI-P dan Megawati.

GP lebih mendengarkan Jokowi, LBP dan Taipan oligarki ekonomi yang akan di pasangkan dengan Menteri BUMN ET.

Itu juga alasan di balik tawaran dari Hasyim Djoyohadikusumo (adik PS) kepada GP untuk menjadi Cawapres berpasangan dengan PS di koalisi KIR, dengan harapan KIR akan mendapatkan tambahan dana (dollar) dari Bohir-Bohir Politik di belakang GP, Jokowi dan LBP, serta dukungan suara dan logistik lainnya pada Pilpres 2024.

Tetapi Pilpres 2024 masih panjang, ada kemungkinan GP dan Taipan oligarki ekonomi dibalik Jokowi dan LBP, akan bisa menyekinkan PDI-P dan Megawati dengan janji membiayai semua dana kebutuhan Pilpres 2024, asal mau menjadikan GP seorang Capres PDI-P berpasangan dengan ET, atau Puan Maharani.

Kesempatan itu masih ada, masih memungkinkan, meski kecil sekali karena Megawati sudah terlanjur sakit hati dengan GP, LBP dan Jokowi.

Bila PDI-P tidak menemukan seorang figur Capres yang mampu membawa dana (dollar) yang cukup untuk membiayai Pilpres 2024, kemungkinan besar PDI-P akan bergabung dengan KIR atau KIB.

Tidak mungkin PDI-P bergabung dengan koalisi perubahan (KOPER) karena di sana ada PD (SBY).

Mengapa Jokowi, LBP dan pendukung Jokowi Taipan oligarki ekonomi, tidak ada pilihan lain kecuali merapat kepada PS dan Gerindra?

Bila PDI-P dan Megawati menolak mengusung GP sebagai Capres, maka hilangnya harapan Jokowi, LBP dan Taipan oligarki ekonomi yang menjadi GP Presiden Boneka ke II setelah Jokowi.

Pilihan lain yang masuk akal adalah merapat ke PS, Gerindra dan Koalisi kebangkitan Indonesia Raya (KIR).

Sekarang sudah bisa kita lihat dari sikap, perkataan publik dan prilaku PS sendiri.

PS bilang: “….saya tidak merasa bersalah gabung dengan Jokowi, dulu saya rival, sekarang saya bangga bergabung dengan Presiden Jokowi…”

Itu perubahan sikap 180° dari posisi PS ketika masih menjadi Capres nomer #2, yang siap Timbul Tenggelam Bersama Rakyat.

Meski sikap, keputusan dan tindakan bergabung dengan Presiden Jokowi itu sepenuhnya adalah hak pribadi dan hak politik PS, tetapi manuever politik seperti itu tentunya membawa dampak negatif konsekwensi politik dan etika politik terhadap para pendukung PS pada PILPRES 2014 dan 2019 bahwasanya “PS cannot be trusted…!!!”

Sikap PS itu akan seal the deal, convincing para mantan pendukung PS pada Pilpres 2014 dan 2029 that PS cannot be trusted…!!!

That is very bad, detrimental and unprecedented label bagi seorang negarawan sejati seperti PS…!!!

Apalagi sekarang sepertinya PS ikut memuja-muja Jokowi, bangga dengan Jokowi dan bahkan Hasyim Djoyohadikusumo (adik PS) malah menawarkan jabatan Cawapres kepada Ganjar Pranowo (GP), orang yang menjadi ujung tombak Jokowi, LBP dan Taipan oligarki ekonomi untuk menggantikan Jokowi, sebagai Presiden Boneka ke II setelah Jokowi.

Jokowi, LBP dan Taipan oligarki ekonomi melihat sosok MENHAN Prabowo Subianto (PS) sudah mulai melunak dan sudah bisa diajak kompromi.

Itulah mengapa Jokowi, LBP dan Taipan oligarki ekonomi sudah mulai merapat kepada PS, GERINDRA dan KIR.

Saya tidak tahu persis perubahan sikap, prilaku dan manuever politik PS ini sebagai satu taktik “winning the war and political survival strategies”, seperti yang dikatakan oleh musisi dan kader Gerindra, Ahmad Dhani.

Atau memang perubahan itu adalah real, perubahan sikap dan prilaku dari seorang Macam Asia yang berubah menjadi Kambing Asia…!!!

Bila perubahan sikap PS dan koalisi KIR bergabung denga, JOKOWI, LBP dan TAIPAN oligarki ekonomi dengan GP sebagai CAWAPRES berpasangan dengan PS itu benar-benar terjadi pada PILPRES 2024, maka inilah yang disebut irony dalam politik.

Kelompok mereka yang dulu mencundangi PS pada PILPRES 2014 dan 2019 akan menjadi kelompok yang akan bekerja keras untuk memenangkan PS dengan mencundangi ARB pada PILPRES 2024.

What an ironic…!!!

Itulah politik, the art of making the impossible possible…!!!

Tidak ada musuh abadi dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan abadi (In politics, there is no permanent adversary, but there is a permanent interest).

Bagaimana Posisi Aktivis FTA untuk Memperbaiki Demokrasi di Tanah Air?

Yang membedakan antara aktifis FTA dengan aktifis yang lain, khususnya kader partai politik atau relawan CAPRES atau partai politik adalah fakta bahwa aktifis FTA sebagai satu kelompok tidak pernah menjadi FIGURE-ORIENTED (tidak gila dengan sosok politisi) and NEITHER, POLITICAL PARTY-ORIENTED (tidak mau menjadi jongos partai politik).

FTA sebagai kelompok selalu ISSUE-ORIENTED (membahas dan mengangkat issue-issue yang membelenggu kehidupan rakyat banyak)…!!!

Para aktifis Forum Tanah Air (FTA) diseluruh dunia telah melakukan dialog, diskusi dan debat selama 3 tahun lebih dengan berbagai pakar dari tanah air untuk membahas issue politik, ekonomi, demokrasi, PEMILU, KPU, BAWASLU, MK, KPK, tanggung-jawab fiskal, otonomi daerah, SDA daerah, jaminan sosial, keadilan ekonomi, keadilan hukum, kerakyatan dan kemanusian.

Aktifis FTA memahami tantangan utama; the core and basic underlying problems yang terjadi ditanah air yang berhubungan dengan dengan politik, ekonomi, demokrasi, keadilan, kerakyatan dan kemanusian.

Dari pengalaman itulah, FTA mencetuskan top 10 tuntutan perubahan politik dan ekonomi ditanah air berupa 10 manifesto politik Forum Tanah Air (MPFTA).

Aktifis FTA merasa yakin bahwasanya perubahan politik dan ekonomi yang signifikan baru akan bisa terjadi ditanah air, minimal harus mencakup 10 hal yang menjadi tuntutan dalam manifesto politik Forum Tanah Air (MPFTA) itu.

Semua janji-janji politik dan perubahan yang tidak mencakup 10 hal dalam manisfesto politik FTA (MPFTA) hanyalah janji-janji omong kosong, bullshiting, lip service dan hoaxes.

FTA sebagai satu kesatuan forum (platform) bagi para aktifis FTA diseluruh 34 Propinsi di Indonesia dan diseluruh dunia, baru akan memberikan dukungan politik dan suara (VOTES) kepada CAPRES yang mau menjalankan 10 tuntutan perubahan politik dan ekonomi dalam MPFTA, dengan menandatangani perjanjian politik dan kontrak sosial secara tertulis, baik secara individu maupun secara kelompok dengan FTA.

Our votes are not for free and neither, for sale.

Itulah FTA. (Sumber)