News  

Indikator Politik: Elektabilitas Prabowo Menguat, Ganjar dan Anies Justru Turun

Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis temuan terbaru terkait elektabilitas capres 2024. Hasilnya, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan masih menjadi capres potensial pilihan publik.

Dalam simulasi 3 nama, Ganjar meraih 36,8% suara, Prabowo 27% suara, Anies 26,8 suara dan 9,4% tidak jawab atau tidak tahu. Elektabilitas Prabowo cenderung menguat meski ada di peringkat kedua, sementara Ganjar dan Anies cenderung stagnan bahkan turun.

“Ini masa kompetisi elektoral memang lahirkan ketidakpastian karena tidak ada petahana, dan calon yang muncul kompetitif. Tidak ada yang dominan. Ganjar meski pertama tidak besar bahkan cenderung stagnasi,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam paparannya secara virtual, Minggu (26/3).

“Prabowo yang awalnya dianggap tinggal nunggu waktu untuk terlempar dari persaingan ternyata kompetitif lagi. Mas Anies yang dapat momentum NasDem, PKS, Demokrat ternyata melemah,”
– Burhanuddin Muhtadi.

Di simulasi 34 nama, Ganjar, Prabowo dan Anies bersaing ketat dengan 30,8%, 21,7%, dan 21,7%. Dalam simulasi 19 nama, ketiganya juga bersaing di kisaran 30,8% hingga 21,3%.

Di simulasi 10 nama, Ganjar meraih 30,7%, Prabowo 22,5%, dan Anies 22%. Posisi ini disusul Ridwan Kamil (8,3%), Agus Harimurti Yudhoyono (2,4%), Khofifah Indar Parawansa (2,1%), Sandiaga Uno (1,5%), Erick Thohir (1,3%), Puan Maharani (0,7%) dan Airlangga Hartarto (0,2), dan tidak tahu atau tidak jawab (8,4%).

Dalam tren dua tahun terakhir, elektabilitas tertinggi Ganjar terjadi pada Februari 2023 yakni 37,4%. Namun, elektabilitasnya cenderung stagnan bahkan menurun.

Sementara elektabilitas tertinggi Prabowo yakni 36,6% pada November 2021, lalu menurun hingga 23,9% pada November 2022, tetapi kembali naik ke 27% pada Maret ini.

Elektabilitas tertinggi Anies mencapai 32,2% pada November 2022 saat dideklarasikan sebagai capres NasDem, namun kini menurun ke 26,8% pada Maret 2023.

“Trennya, Ganjar, Anies, Prabowo, mirip pacuan kuda. Awalnya Prabowo unggul, Ganjar ketiga. Lalu Ganjar salip Anies. Lalu Ganjar salip Pak Prabowo. Anies naik salip Prabowo, lalu pelemahan beberapa bulan terakhir, lalu Pak Prabowo rebound, sekarang elektabilitasnya nyalip sedikit atau kurang lebih sama dengan Anies,” jelas Burhan.

Burhan memandang ketidakpastian posisi Ganjar, Pranowo, dan Anies akan terus terjadi hingga pendaftaran capres di September mendatang.

“Ketidakpastian bukan hanya di tingkat elite, Bu Mega masih kantongi nama, dan koalisi sudah dibentuk tapi belum ada capres, tapi juga ketidakpastian di massa. Top 3 sulit digeser. Ganjar, Prabowo, Anies cenderung tinggi.

Kedikenalan besar, umumnya punya basis geografis. Ganjar di Jateng, Anies di DKI, Jabar, Banten, Pak Prabowo di banyak tempat. Liga 2 tidak banyak berubah bahkan tergerus,” paparnya.

“Jadi kalau tidak ada mukjizat sulit ada perubahan di top 3. Bottom 4, cenderung berkurang. Yang tidak tahu atau tidak jawab konstan. Jangan anggap mereka akan beralih ke salah satu calon. Jangan-jangan itu ya potensi golput karena relatif tidak ada perubahan,” ungkap dia.

Elektabilitas Prabowo Naik Dinilai Efek Endorse Jokowi
Lebih lanjut, Burhan menjelaskan alasan elektabilitas Prabowo naik dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, ini tak lepas dari endorse dan kode Presiden Jokowi yang belakangan nampak mendukung Prabowo sebagai capres di 2024.

“Jarang yang nurun, tiba-tiba meningkat. Nah, ini analisisnya kita cek ada atau tidak efek Jokowi. Kan sejak November Pak Jokowi katakan kode, bahkan terang benderang, untuk dukung prabowo. ‘2024 jatahnya Pak Prabowo’. Kemudian nenteng Pak Prabowo ke sana kemari. Kalau Ganjar ada kodenya, tapi bahasa high context, misalnya rambut putih,” ujar Burhan.

“Ada endorse, mengalami kenaikan. Kenaikan 2 persen. [Tapi] buat pemilih Prabowo, endorse Pak Jokowi ke prabowo efeknya nggak jelas. Kita bisa simpulkan pemilih Pak Prabowo di 2019 udah pada lari bahkan sebelum Anies dicapreskan NasDem,” tandasnya.

Survei Indikator digelar 9-16 Februari 2023 dengan jumlah sampel basis sebanyak 1.220 orang, dan 12-18 Maret dengan sampel 800 orang. Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

Toleransi kesalahan (margin of error/MoE) sekitar ±3,5% pada tingkat kepercayaan 95%. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.(Sumber)