News  

Reformasi Madrasah, Ketum PBNU Usulkan Terima Siswa-Siswi Non Muslim

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyampaikan gagasan yang keluar dari pakem. Di hadapan aparatur Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, dia mengusulkan supaya madrasah bisa menerima murid-murid nonmuslim. Gagasan itu disebut sebagai bagian dari reformasi madrasah.

Tokoh yang akrab disapa Gus Yahya itu mengatakan, madrasah merupakan lembaga pendidikan keagamaan khas Islam yang sudah lama ada. Madrasah tumbuh dari masa ke masa. Termasuk terus bertumbuh di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen.

Karena itu, dia menyampaikan, reformasi madrasah harus mengusung semangat integrasi. ”Saya berpikir bagaimana madrasah-madrasah ini bisa menerima murid dari agama lain,” katanya dalam pembukaan forum konsinyasi Madrasah Reform yang digelar Ditjen Pendidikan Islam Kemenag pada Senin (3/4) malam.

Kakak Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu mengatakan, kesempatan madrasah menerima siswa dari kalangan nonmuslim secara teknis bisa diatur lebih lanjut oleh pemerintah. Semangatnya adalah bangsa Indonesia saat ini butuh satu strategi untuk memperkuat integrasi sosial. Apalagi, menurut dia, masyarakat Indonesia saat ini berada dalam kondisi superheterogeneity.

Bagi dia, sistem pendidikan keagamaan, termasuk di madrasah, saat ini justru terkesan memisah-misahkan peserta didik berdasar identitas agama. ”Jika sekarang anak-anak kita sejak kecil, sejak dini, sudah kita pisah-pisahkan berdasar identitas (agama), kalau tua kok disuruh rukun. Itu ya susah,” jelasnya.

Gus Yahya juga menyoroti dua jenis kesenjangan yang terjadi dalam pendidikan Islam. Yaitu, kesenjangan paradigmatik dan kesenjangan teknologi. Kesenjangan paradigmatik adalah kesenjangan terkait dengan asumsi-asumsi dasar dari pendidikan itu sendiri.

Menurut dia, kesenjangan paradigmatik dalam pendidikan Islam sangat kompleks. ”Tapi, ini kurang lebih bisa kita katakan merupakan akibat dari perubahan berskala peradaban,” katanya. Sementara itu, kesenjangan teknologi terkait dengan instrumen yang digunakan. Mulai model organisasi, kurikulum, hingga bahan ajar.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Muhammad Ali Ramdhani belum merespons soal gagasan madrasah bisa menerima siswa nonmuslim. Intinya, dia berharap madrasah ke depan mampu menjadi pusat atau episentrum bangunan peradaban. ”Madrasah pada dasarnya adalah untuk mewujudkan janji konstitusi kita,” katanya. Yaitu, negara hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. (Sumber)