News  

Banding Ditolak PT DKI Jakarta, Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati

Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, tetap divonis mati oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Upaya untuk memperingan hukumannya kandas di tangan majelis hakim banding.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata hakim PT DKI Jakarta, Rabu (12/4).
Majelis hakim menilai putusan pengadilan tingkat pertama sudah benar. Hakim banding menilai, Sambo bersalah melakukan pembunuhan berencana dan berupaya mengaburkan peristiwa penembakan tersebut. Sebagaimana Pasal 340 KUHP dan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE.
Sambo dinilai terbukti bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, mantan sopirnya Kuat Ma’ruf, mantan ajudannya Ricky Rizal, dan mantan ajudannya Richard Eliezer menghilangkan nyawa mantan ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Vonis yang dibacakan oleh majelis hakim dilakukan tanpa kehadiran terdakwa di ruangan sidang.
Hakim yang mengadili yakni:
Ketua: Singgih Budi Prakoso
Anggota:
  • Ewit Soetriadi
  • Mulyanto
  • Abdul Fattah
  • Tony Pribadi
Memori Banding
Majelis Hakim pada sidang putusan banding Ferdy Sambo memasuki ruang sidang Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Majelis Hakim pada sidang putusan banding Ferdy Sambo memasuki ruang sidang Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Banding ini diajukan oleh jaksa dan juga pihak Sambo selaku terdakwa. Jaksa menyatakan dalam memori bandingnya, putusan PN Jakarta Selatan sudah sesuai, karena sudah mengakomodir seluruh tuntutan jaksa dalam menjatuhkan vonis terhadap Sambo.
Sementara banding yang diajukan pihak Sambo, dikarenakan sejumlah alasan. Salah satunya, soal penuntut umum dinilai diskriminatif dalam mengajukan banding.
“Penuntut umum menjalankan tugasnya bersifat diskriminatif dalam melakukan wewenangnya,” kata hakim membacakan memori banding Sambo.
Hal tersebut bukan tanpa sebab. Pihak Sambo menilai kepada Sambo dkk jaksa mengajukan banding. Sementara kepada Eliezer tidak, padahal hukuman dia jauh di bawah tuntutan jaksa.
Kemudian, jaksa juga dinilai tidak sungguh-sungguh dalam mengajukan banding ini. Selain itu, vonis ultra petita oleh PN Jaksel terhadap Sambo, dinilai tanpa pertimbangan yang lengkap. Di sisi lain, hukuman mati masih menjadi problematika.
Lalu, dalam menjatuhkan putusan, pengadilan tingkat pertama juga dinilai tidak independen, imparsial dan tuntas, sebab adanya pemberitaan media masa, sosial, dan hoaks terkait Sambo.
“Pemberitaan media masa dan media sosial dan hoaks menyebabkan pengadilan tingkat pertama menjadi tuntas, independen dan imparsial dalam memutus,” kata hakim, melanjutkan memori banding Sambo.
Kemudian, majelis hakim PN Jaksel juga dinilai mengesampingkan alat bukti dan fakta di persidangan terkait dengan memutus kasus Sambo. Sehingga pihak Sambo meminta agar hakim membatalkan vonis PN Jakarta Selatan, dan membebaskannya dari segala dakwaan jaksa.
Hakim Tak Sependapat Memori Banding Sambo
Hakim menyatakan tidak sepakat dengan memori banding Sambo. Salah satunya, menurut hakim banding, hukuman mati masih berlaku sebagai hukum positif di Indonesia dan konstitusional berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Secara normati hukuman mati masih berlaku sebagai hukum positif di Indonesia, hingga saat ini. Bahkan hukuman mati masuk dalam UU KUHP yang baru,” kata hakim banding.
Sementara hakim sepakat dengan memori banding jaksa.
Kasus Ferdy Sambo
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yousa Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menyapa pengunjung sebelum menjalani sidang di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (17/1/2023).  Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yousa Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menyapa pengunjung sebelum menjalani sidang di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Konstruksi perkara yang disampaikan oleh majelis hakim banding mirip dengan pertimbangan majelis hakim pengadilan tingkat pertama. Rencana pembunuhan Yosua, berawal saat Sambo menerima telepon dari Putri yang sedang berada di Magelang pada 7 Juli 2022.
Saat itu, Sambo menerima pengakuan dari istrinya bahwa Yosua berbuat hal yang kurang ajar.
Usai menelepon itu, Putri langsung kembali ke Jakarta pada 8 Juli 2022. Putri pulang bersama Richard Eliezer, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal dan almarhum Brigadir Yosua dengan menggunakan dua mobil.
Rombongan tiba di rumah Saguling, Jakarta Selatan, pada Jumat sore. Di lantai 3, Putri kemudian bercerita kepada Sambo, mengaku dirinya dilecehkan serta jadi korban kekerasan seksual Yosua.
Mendengar cerita dari Magelang itu, Sambo marah. Ia lalu memanggil Ricky Rizal dan mengkonfirmasi kejadian di Magelang. Selain itu, ia meminta kesiapan Ricky untuk menembak Yosua. Namun, Ricky menolak dengan alasan tak kuat mental.
Karena tak menyanggupi perintah atasannya itu, Ricky kemudian diminta Sambo untuk memanggil Eliezer. Hal yang sama disampaikan Sambo kepada Eliezer. Berbeda dengan Ricky, Eliezer menyanggupinya. Sambo menyatakan akan melindungi Eliezer nantinya.
Kemudian Sambo menanyakan soal senjata api Yosua ada di mana. Senjata tersebut telah terlebih dahulu diamankan oleh Ricky Rizal. Kemudian, senjata tersebut diambil oleh Eliezer atas perintah dari Sambo.
“Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyerahkan senjata api kepada terdakwa, Eliezer melihat terdakwa sudah menggunakan sarung tangan hitam,” kata majelis hakim banding.
Eksekusi disiapkan di rumah Duren Tiga, Jakarta Selatan. Skenarionya ialah, Putri Candrawathi yang sedang di dalam kamar berteriak karena dilecehkan Yosua. Eliezer yang berposisi di lantai dua, turun ke bawah karena mendengar teriakan itu. Ia kemudian menemukan Yosua yang kemudian menembaknya. Baku tembak kemudian terjadi yang membuat Yosua tewas.
Usai perencanaan tersebut, skenario mulai dijalankan. Rombongan Putri yang terlebih dulu berangkat ke Duren Tiga. Turut dalam rombongan ialah Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, Richard Eliezer, dan Yosua. Sambo menyusul belakangan.
Foto alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Foto: kumparan
Foto alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Foto: kumparan
Eksekusi terjadi sekitar pukul 17.08 WIB, Sambo berangkat bersama ajudannya Romer dengan mobil Lexus. Begitu tiba di Duren Tiga sekitar pukul 17.10 WIB, Sambo menyuruh sopir menghentikan mobil dinas di depan rumah Duren Tiga.
Sambo kemudian turun dari mobil. Saat itu, menurut hakim, senjata jenis HS jatuh dari Sambo. Kemudian sempat hendak diambil oleh Romer, tetapi dilarang oleh Sambo. Dia mengambil senjata itu sendiri.
“Senjata api yang dibawanya terjatuh di samping terdakwa Ferdy Sambo,” kata hakim.
Ketika masuk ke rumah, Sambo bertemu dan memerintahkan Kuat Ma’ruf untuk menghadapkan Ricky Rizal dan Yosua.
“Wat, mana Ricky dan Yosua, panggil!” kata hakim menirukan perkataan Sambo ke Kuat.
Mendengar suara Sambo, Eliezer turun dari lantai 2 rumah. Eliezer terlebih dahulu sudah tiba di lokasi Duren Tiga. Saat itu, Sambo meminta Eliezer mengokang senjatanya.
Yosua dan Ricky kemudian tiba di depan Sambo usai dipanggil Kuat. Saat itu Kuat membawa pisau di tas selempangnya. Begitu tiba di depan Sambo, leher belakang Yosua langsung dipegang Sambo lalu mendorongnya ke depan. Posisi Yosua tepat berada di depan tangga dengan posisi berhadapan dengan Sambo.
“Putri Candrawathi ada di kamar utama dengan jarak kurang lebih 3 meter dari posisi korban,” kata hakim.
Sambo kemudian memerintahkan Yosua untuk berlutut atau jongkok. Bersamaan dengan itu, Sambo memerintahkan Eliezer menembak Yosua dengan berkata ‘Woy, kamu tembak, kau tembak cepat, cepat kau tembak’.
Terdakwa Putri Candrawathi tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjalani sidang lanjutan dengan agenda sidang tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, Rabu (18/1/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Terdakwa Putri Candrawathi tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjalani sidang lanjutan dengan agenda sidang tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, Rabu (18/1/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Eliezer sesuai dengan rencana jahat yang telah disusun, langsung menembak Yosua. “Dengan pikiran tenang dan matang tanpa keraguan sedikit pun (…) langsung mengarahkan senjata api glock 17 ke tubuh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata hakim.
Yosua tewas setelah 3-4 kali ditembak oleh Eliezer. Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf ada di ruangan itu saat Yosua ditembak. Sambo kemudian menembak Yosua. Satu tembakan ke kepala yang mengakhiri nyawa Yosua.
“Dalam keadaan tertelungkup masih bergerak gerak kesakitan, lalu untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, terdakwa yang menggunakan sarung tangan hitam menggunakan senjata api dan menembak 1 kali ke kepala belakang korban,” kata hakim.
Usai penembakan, Sambo berupaya menutupinya. Termasuk dengan membuat skenario bahwa yang terjadi ialah baku tembak Yosua dengan Eliezer yang dipicu teriakan Putri Candrawathi. TKP pun diatur oleh Sambo seakan-akan telah terjadi baku tembak dengan Eliezer yang menewaskan Yosua.
Terdakwa Richard Eliezer tiba di ruang sidang untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Terdakwa Richard Eliezer tiba di ruang sidang untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Beberapa hari setelah penembakan, Sambo dan Putri juga disebut sempat memberikan sejumlah uang kepada Ricky, Kuat, dan Eliezer. Nilainya untuk Kuat dan Ricky Rp 500 juta, sedangkan Eliezer Rp 1 miliar. Serta memberikan ponsel iPhone 13 Pro Max. Disebut sebagai tanda terima kasih Sambo dan Putri ke ajudannya.
Namun untuk uang, tak jadi diberikan kepada ketiganya. Sambo menjanjikan akan diberikan usai kondisi kondusif.
Tak hanya itu, dalam upaya mengaburkan fakta pembunuhan, Sambo juga memerintahkan mantan Karo Paminal Propam Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengamankan saksi dan bukti. Salah satu yang diamankan ialah DVR CCTV di sekitar lokasi penembakan. DVR CCTV tersebut kemudian diperintahkan Sambo untuk dimusnahkan.
Belakangan, semua skenario itu terungkap. Puluhan polisi ikut terjerat sidang etik buntut kasus ini. Bahkan tak sedikit yang dipecat. Beberapa di antaranya juga turut dijerat sebagai tersangka obstruction of justice. Bahkan ada yang sudah divonis penjara dan status perkaranya inkrah.(Sumber)