Nyata. Terbuka dengan jelas. Kesan hukum tajam ke lawan, tumpul ke kawan. Apalagi berkaitan dugaan korupsi anak Presiden Jokowi dan partai penguasa. Sulit memungkiri tak terjadi diskriminasi hukum. Karena banyaknya lawan politik penguasa dipenjara.
Kasus hukum yang diduga menjerat orang-orang yang dekat dengan Istana dan partai politik penguasa menguap. Tak terungkap. Apalagi ditangkap. Jauh panggang dari api.
Tengoklah kasus yang diduga menjerat dua anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep. Kedua anak Presiden Jokowi ini diduga terlibat korupsi.
Sayangnya kasus dugaan korupsi Gibran dan Kaesang tak berlanjut. Gibran dan Kaesang diduga terlibat tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dugaan pidana tersebut berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Relasi bisnis dua anak Presiden Jokowi dengan salah satu perusahaan besar berinisial PT SM.
Kasus ini bermula saat PT SM yang kabarnya dekat dengan kekuasaan menjadi tersangka pembakaran hutan pada tahun 2015. PT SM dituntut ganti rugi sebesar Rp 7,9 miliar.
Aneh dan bin ajaibnya. Mengundang kecurigaan publik. Mahkamah Agung (MA) memutus PT SM mengganti rugi senilai Rp78 miliar. Dituntut Rp7,9 miliar. Malah diganti Rp78 miliar. Ganti rugi jauh dari tuntutan Rp7,9 miliar lantaran PT SM membuat perusahaan gabungan dengan Gibran dan Kaesang.
Belum lagi skandal Harun Masiku yang konon kabarnya melibatkan ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik tertentu. Publik pun sudah bisa menebak siapa ketua umum dan sekretaris jenderal yang dimaksud. Bahkan partai politik tersebut disebut-sebut sebagai partai terkorup di Indonesia.
Ada yang menyebut Harun Masiku sengaja disembunyikan elit partai tertentu. Banyak pula yang menyebut nyawa Harun Masiku telah melayang. Jejak Harun Masiku hilang ditelan konspirasi elit.
Kabarnya ketika itu, komisi anti rasuah, KPK gagal menangkap sekretaris jenderal partai penguasa dalam dugaan suap komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Penyelidik justru ditangkap oleh sekelompok aparat hukum di perguruan tinggi kedinasan.
Fenomena inilah menguatkan kesan hukum tajam ke lawan, tumpul ke kawan. Bila kasus hukum melibatkan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan dan partai politik pasti dilepas. Jangankan tertangkap. Diungkapkan pun tidak. Hukum tebang pilih dan pilih tebang.
Jakarta, 1 Dzulhijjah 1444/21 Mei 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis