Upaya Presiden Jokowi yang ikut campur atau cawe-cawe pada Pilpres 2024 mendatang dikhawatirkan sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Hal tersebut disampaikan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin.
“Sejak awal sejak Jokowi membentuk KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), itu kan sudah saya analisa sejak dahulu itu inisiasi Jokowi dan dieksekusi ketum-ketum PPP, PAN, dan Golkar dan banyak lagi cawe-cawe lah,” kata Ujang, Kamis (1/6).
Ujang menilai Jokowi sebagai warga negara tentu memiliki hak untuk mendukung salah satu bacapres. Namun, jika Jokowi cawe-cawe sebagai Presiden dipandang akan adanya penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dan bisa mempengaruhi hasil pemilu maupun kemenangan capres-cawapres.
“Tapi dalam konteks dia sebagai Presiden ini dikhawatirkan karena sebagai presiden punya telunjuk, punya kekuatan, power untuk bisa mempengaruhi hasil pemilu dan bisa mengkondisikan persoalan kemenangan capres-cawapres,” ungkapnya.
“Dan dalam konteks tertentu pula, Presiden ini kan bisa menggunakan struktur atau infrastruktur untuk kepentingan-kepentingan cawe-cawe itu. Kalau itu dilakukan kan itu bagian daripada abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan, wewenang,” sambungnya.
Ujang menyebut seharusnya Jokowi sebagai pemimpin saat ini, berada di posisi netral.
“Alangkah bijaknya agar landing sebagai Presiden dengan bagus maka sesungguhnya maka seharusnya ditengah saja, jadi negarawan,” tuturnya.
Selain itu, Ujang menyebut, sebetulnya tidak aturan yang dilanggar dari cawe-cawe Jokowi tersebut. Batasannya disebut Ujang adalah etika berpolitik.
“Soal aturan memang tidak dilarang institusi, Undang-undang tidak melarang, tapi dalam etika politik di situ batasannya,” tutup dia.
Pihak Istana telah memberi penjelaskan terkait cawe-cawe Jokowi untuk negara dalam pemilu. Berikut penjelasannya:
Presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil.
Presiden berkepentingan terselenggaranya pemilu dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat.
Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan IKN, hilirisasi, transisi energi bersih, dll
Presiden mengharapkan seluruh peserta pemilu dapat berkompetisi secara free dan fair, karenanya Presiden akan menjaga netralitas TNI Polri dan ASN.
Presiden ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu sehingga akan memperkuat kemampuan Pemerintah untuk mencegah berita bohong/hoax, dampak negatif AI, hingga black campaign melalui media sosial/online.
Terkait pilihan rakyat:
Presiden akan menghormati dan menerima pilihan rakyat
Presiden akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya.(Sumber)