PKB Cium Aroma Skenario Ganti Sistem Pemilu 2024 di Tengah Tahapan

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menduga ada skenario politik yang ingin diciptakan oleh kelompok yang mendukung pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai. Kelompok itu diyakini ingin sejumlah partai politik kehilangan pemilih dengan cara mengganti sistem pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024.

“Pemaksaan sistem proporsional tertutup adalah cermin bahwa mereka yang ingin melanggengkan kekuasaan sangat pesimis dan tidak percaya diri untuk bertarung dalam sistem terbuka,” kata Ketua DPP PKB Yanuar Prihatin kepada Republika, dikutip Ahad (4/6/2023).

Sebagai catatan, MK saat ini sedang memproses gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka yang termaktub dalam UU Pemilu. Sistem proporsional terbuka yang sudah kadung digunakan dalam tahapan Pemilu 2024 itu digugat oleh enam warga negara perseorangan.

Para penggugat yang salah satunya adalah kader PDIP, meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta hakim konstitusi memutuskan sistem proporsional tertutup yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024.

Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoba partai. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut calon anggota legislatif (caleg) yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan.

Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan. Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen.

Delapan partai parlemen, yakni Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP diketahui sudah berulang kali menyatakan menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Satu-satunya partai parlemen yang mendukung sistem tersebut adalah PDIP.

Ketua PKB Yanuar menjelaskan, partai politik sudah mendaftarkan semua bakal calegnya ke KPU. Apabila MK mengabulkan gugatan tersebut dan memaksakan penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024, maka internal partai politik akan mengalami guncangan dahsyat.

Pasalnya, lanjut dia, sejumlah bakal caleg berpotensi mengundurkan diri lantaran merasa potensi menang mereka sangat kecil dalam sistem proporsional tertutup. Bisa juga para caleg yang mendapat nomor urut bawah hanya diam ketika masa kampanye karena sudah tahu bahwa pemenang kursi adalah pemegang nomor urut atas.

“Kondisi semacam itu tentu saja sangat merugikan partai politik. Dalam waktu pendek, partai dipaksa untuk menentukan strategi baru dalam pemenangan pemilu yang bercorak tertutup. Dan ini bukan soal ringan bagi kebanyakan partai politik peserta pemilu,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI (mitra kerja KPU RI) itu.

Menurut Yanuar, kelompok pendukung sistem proporsional tertutup menang ingin banyak partai politik mengalami guncangan internal akibat perubahan sistem di tengah jalan itu. Kelompok ini ingin sejumlah partai politik dalam kondisi tidak siap menjalani pemilihan legislatif.

“Dan kelihatannya itu yang memang diharapkan, (yakni) parpol tidak siap untuk bertarung. Sehingga mereka dengan mudah bisa mengendalikan situasi pemilu sesuai skenarionya,” ujarnya.

Dia meyakini pula, kelompok yang memaksa penerapan sistem proporsional tertutup adalah mereka yang ingin melanggengkan kekuasaan tapi tidak percaya diri bertarung dalam sistem terbuka. Kelompok itu disebut ingin menang pemilu dengan membahayakan demokrasi lewat sistem proporsional tertutup, sistem yang digunakan pada masa Orde Baru.

“Mereka ingin menguasai keadaan tapi dengan cara yang membahayakan demokrasi, membawa kembali demokrasi ke alam kegelapan. Apalagi dengan menyeret MK terlibat dalam urusan ini,” kata Yanuar.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Senin (29/5/2023) mengatakan, partainya memang mendukung penerapan sistem proporsional tertutup. Kendati begitu, PDIP akan patuh apabila MK memutuskan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. “Kami juga siap apa pun yang diputuskan oleh MK,” ujar Hasto.(Sumber)