News  

Calon Presiden Boleh Berbeda, Kita Tetap Bersaudara

Parah! Bila pendukung salah satu calon presiden menebar fitnah terhadap calon presiden lainnya. Apalagi disertai dengan tudingan tukang ngibul. Sekelas profesor saja bisa ngibulin, sindir pendukung Ganjar Pranowo di sebuah group WhatsApp terhadap Prof. Musni Umar.

Mantan Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Prof Musni Umar akhirnya meminta maaf dan mengakui telah memposting serta menyebarkan foto hoaks Anies Baswedan bersama Raja Salman serta menyebutkan itu terjadi saat Anies Baswedan menunaikan ibadah haji dan menjadi undangan khusus Raja Salman.

Lain Prof. Musni Umar lain pula dengan loyalis Ganjar Pranowo, Jhon Sitorus yang memfitnah Calon Presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Rasyid Baswedan berbohong diundang Kerajaan Saudi Arabia menunaikan ibadah haji hanya berdasarkan cuitan Dream Tour dan fitnah video Anies tukang ngibul. Tak ada permohonan maaf dari Jhon Sitorus yang telah memfitnah Anies Baswedan.

Dua sikap yang dipertontonkan amat berbeda antara loyalis Ganjar Pranowo dengan loyalis Anies Baswedan. Prof. Musni Umar meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Sementara Jhon Sitorus tak merasa berdosa telah memfitnah Anies Baswedan. Padahal,
menuduh dengan tuduhan dusta itu lebih kejam daripada pembunuhan.

Video fitnah terhadap bakal calon presiden Anies Rasyid Baswedan buatan pembenci Anies Baswedan viral. Padahal faktanya Anies Rasyid Baswedan memang diundang oleh Kerajaan Saudi Arabia.

Bahkan saat menunaikan ibadah haji, Anies Baswedan sempat bertemu dengan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Mereka akur, akrab dan amat bersahabat. Pilihan politik boleh berbeda. Silaturrahim tetap terjalin dengan baik.

Demikian pula saat jamuan makan siang di Istana Mina, Mekkah oleh Pangeran Muhammad bin Salman al-Saud yang kerab disapa MBS. Ini menunjukkan baik Anies Rasyid Baswedan maupun Ganjar Pranowo sama-sama tamu undangan Kerajaan Saudi Arabia.

Keakraban Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo dan Puan Maharani patut kedua pendukung apresiasi. Antara Anies Rasyid Baswedan dengan Puan Maharani saling bercakap-cakap santai, saling mendoakan, apalagi sedang berada di Baitullah sebagai tempat yang mustajab untuk berdoa.

Ademnya pertemuan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Puan Maharani mestinya diikuti oleh masing-masing pendukung. Perbedaan pilihan politik antar pendukung calon presiden tak membuat antar pendukung saling fitnah. Apalagi saling menebar kebencian dan permusuhan dengan panggilan buruk seperti kadran kadrun, radikal radikul dan stigma buruk lainnya.

Perbedaan itu wajar dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Karena Indonesia bukan negara democrazy; kegilaan rakyat atau kebrutalan rakyat.

Panasnya persaingan politik tak membuat panasnya hati. Silaturahmi tetap terjaga. Persaingan sesaat dalam rangka hajatan lima tahunan. Festival gagasan dan program untuk Indonesia yang lebih baik.

Adu rekam jejak, adu gagasan dan rekam karya mesti ditonjolkan oleh masing-masing pendukung calon presiden. Naikkan bendera persatuan, hilangkan narasi kebencian dan permusuhan.

Jangan terlalu membenci calon presiden lain. Mana tahu orang yang kita benci kelak yang akan memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Mana tahu pula suatu ketika kita akan berada dalam barisannya.

Bersikaplah pertengahan. Tidak taklid buta; memahami suatu hal dengan cara mutlak dan membabi buta tanpa parameter kebenaran. Pokoknya orang lain salah tanpa mau mendengar dan memahami argumentasi orang yang berbeda dengannya. Orang taklid buta biasanya tak memperhatikan lagi akal sehat walau hati nurani berkata lain.

Saatnya menghentikan narasi kebencian, permusuhan dan merasa benar sendiri. Narasi persatuan dalam bingkai perbedaan pilihan politik sesaat untuk tetap mengutamakan Persatuan Indonesia diatas segala-galanya.

Jadikan ajang Pilpres yang menyenangkan dan menggembirakan. Pilpres bukan ajang saling menegasikan satu sama lain. Riang gembira menyambut perubahan. Perubahan menyambut presiden baru.

Sesuai adagium, “Tidak ada kawan dan lawan abadi yang ada hanya kepentingan abadi”. Kepentingan abadi kita sama, Perubahan Indonesia mewujudkan janji kemerdekaan, 17 Agustus 1945 bersama presiden baru.

Sumedang, 13 Dzulhijjah 1444/2 Juli 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis