News  

Wow! Restoran Garam Merica Sukses Jualan Nasi Bungkus ala Warteg di Sydney

Corina dan Adrian, pasangan suami-istri ini sukses membuka restoran ala warteg di Sydney, Australia. Mereka baru saja meresmikan cabang kedua dari tempat makan yang menjual nasi bungkus tersebut pada bulan lalu (6/6).

Pasangan asal Tegal ini pertama kali memulai bisnis restoran bernama Garam Merica itu pada 2006 di Melbourne. Melihat kecocokan budaya masyarakat di sana, yang terbuka akan selera kuliner baru, keduanya pun mencoba memperkenalkan masakan Indonesia.

Konsep penyajian makanan di restoran ini mengadaptasi warteg. Deretan puluhan lauk makanan khas Indonesia bisa kamu temukan di tempat makan ini. Sebut saja tempe orek, tumisan sayur, sambal goreng udang dengan pete, rendang, ayam goreng, dan masih banyak lagi.

Pada pembukaan cabang kedua kali ini, Garam Merica juga menggandeng pakar kuliner William Wongso sebagai penasihat.

Kisah menarik dari pembukaan restoran ini pun sampai ke telinga, mantan Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Dia pun menulis hasil perbincangannya dengan William Wongso, mengenai kisah “nasi bungkus” yang go internasional ini.

Dalam tulisan Dahlan Iskan, William Wongso membawa misi agar nasi bungkus bisa menjadi identitas kuliner Indonesia. Sama seperti sushi yang semua orang tahu, itu adalah masakan asal Jepang.

“Kalau mau dibuat dalam bahasa Inggris bisa saja nasi bungkus di Garam Merica ini, dijual dengan istilah Barat: Indonesian Rijsttafel. Dengan kata Rijsttafel orang bisa langsung tahu bahwa itu gaya penyajian masakan Prancis. Toh isinya sama: nasi campur,” kata William Wongso.

Bukan sekadar menjual nasi bungkus, tapi laki-laki yang dikenal sebagai “Duta Rendang” ini juga pengin membawa budaya kuliner Indonesia ke sana.

Dari segi bisnis, menjual nasi bungkus tergolong lebih mudah. Pengunjung tinggal memesan lauk-lauk yang pengin dicoba.

Semua pilihan makanan pun dapat dilihat pada layar elektronik. Tinggal klik yang dipilih. Layar itu terhubung ke dapur. Untuk dibuatkan nasi bungkusnya. Lalu diikat dengan karet gelang.

Bungkus nasi di restoran ini juga menggunakan kertas nasi yang di dalamnya dilapisi daun pisang. Daun untuk alas makanan itu William Wongso dapat dari Vietnam. Harganya lebih murah, katanya.

Selain membawa budaya nasi bungkus, warteg, dan alas daun pisang, laki-laki yang juga akrab disapa Om Will itu juga mau “meng-ekspor” budaya makan pakai tangan.

“William ingin budaya makan pakai tangan pun juga harus diekspor. Kelak harus ke sana. Ini soal budaya. Bukan rendah atau tinggi,” tulis Dahlan Iskan.

Soal harga, tentu jangan samakan dengan harga nasi bungkus di Indonesia, ya. Harga nasi bungkus di Sydney ini dijual 19 dolar Australia atau setara Rp 195 ribu.

Meski berada di luar negeri tapi makanan di restoran ini halal. Hal ini dibagikan langsung melalui postingan di sosial media @garammericasydney.

Restoran ini pun sukses dan laris. William Wongso juga sering membagikan video suasana restoran yang dipenuhi bule-bule sedang makan nasi bungkus.(Sumber)