Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, bicara soal fungsi KPK dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, pemberantasan korupsi tidak hanya penindakan.
Justru, kata Luhut, penindakan itu merupakan upaya terakhir. Bahkan, ia menilai pemikiran yang ingin KPK selalu melakukan penangkapan atau OTT merupakan pemikiran yang kampungan.
Hal itu disampaikan Luhut saat memberikan sambutan dalam acara ‘Stranas PK: Kok Bisa Rapor Logistik Turun Saat Pelabuhan di Indonesia 20 Besar Terbaik Dunia’ di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (18/7).
“Perbaikan sistem, kemudian pencegahan, penindakan tuh terakhir. Saya ulangi ya penindakan tuh terakhir,”
– Luhut.
“Tapi kita semua pengin lihat penindakan aja. Memang senang drama. Padahal yang dilakukan KPK menurut saya sangat banyak,” sambungnya.
Menurut Luhut, banyak yang tidak tahu bahwa Pemerintah dengan bantuan KPK sudah melakukan digitalisasi di sejumlah sektor, termasuk di pelabuhan. Ia menyatakan bahwa digitalisasi menghemat cost hingga ratusan triliun rupiah.
Digitalisasi tersebut, lanjut Luhut, merupakan salah satu bentuk fungsi pencegahan yang bagus. Luhut menyebut bahwa bila fungsi pencegahan baik, maka secara otomatis penindakan juga semakin kecil.
“Jadi fungsi pencegahan itu sudah bagus fungsi penindakan ini ya kalau makin kecil kan karena pencegahan bagus jadi penindakan jadi berkurang. Jadi jangan drama-drama aja seperti yang dilihat,” kata Luhut.
“Saya pengin pencerahan saja kepada teman-teman sekalian supaya kita melihat masalah itu holistik. Jadi jangan didramatisir,” imbuhnya.
Masih dalam paparan itu, Luhut menekankan soal upaya pencegahan korupsi dibandingkan penindakan. Ia mengakui bahwa sistem memang belum sepenuhnya sempurna. Namun, bukan berarti hanya penindakan yang dikedepankan dengan menangkap orang.
“Bahwa semua belum sempurna ‘yes’, tapi jangan bilang nangkap-nangkap saja, saya bilang kampungan itu menurut saya,”
– Luhut.
“Saya setuju ada yang ditangkap, tapi kalau makin kecil yang ditangkap karena digitalisasi, kenapa tidak?” sambungnya.
Terkait tema acara soal pelabuhan, Berdasarkan data United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), Indonesia masuk dalam 20 besar dengan performa pelabuhan terbaik. Namun, hal ini ini tak berbanding lurus dengan rapor logistik pada 2023 yang anjlok 17 peringkat.
Pada 2023, posisi Logistics Performance Index (LPI) Indonesia menempati peringkat ke-63. Sementara pada 2018, Indonesia menempati peringkat 46 atau dengan kata lain merosot 17 peringkat.
Ditemui usai acara, Luhut menyampaikan maksud pernyataannya mengenai istilah ‘kampungan’ itu.
“Bukan maksud saya kampungan, beginilah, itu jangan menjadi utama. Itu karena keterlaluan, dia sudah tau ada sistem, dipaksa, ditangkap dia, itu terus menjadi ukuran jumlahnya yang ditangkap. itu kan menurut saya ndeso,” papar Luhut.
“Kamu lihat berapa yang dibuat KPK yang bisa bisa dihemat akibat pencegahan itu. Itu yang mesti dilihat, biar fair,” sambungnya.
Luhut pun tidak sependapat bila Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merosot karena faktor penindakan yang menurun. Menurut dia, penindakan menurun karena pencegahan yang sudah membaik.
“Itu yang menurut saya enggak benar. masa perkara penindakan menurun karena sistemnya makin bagus, orang tidak bisa korupsi, tidak bisa mencuri, kan bagus,” pungkasnya.(Sumber)