‘Paradoks’ Luhut Binsar Pandjaitan Caketum Partai Golkar?

Komentar-komentar Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terhadap pertanyaan presenter Rosi Silalahi pada acara ROSI di KompasTV menjadi sorotan berbagai media masa beberapa hari terakhir dengan berbagai bagian dan sudut pandang.

Selain itu juga menjadi perbincangan hangat diantara kader partai politik karena dalam wawancara tersebut membahas Koalisi Perubahan pendukung Capres Anies, dan membahas hubungan Presiden Jokowi dengan Ketum NasDem Surya Paloh, juga membahas Agus Yudhoyono Ketum Partai Demokrat yang oleh pak jenderal purnawirawan ini disebut ‘Kampungan’.

Dan tentu saja menjadi perbincangan para kader Partai Golkar karena temanya yang memancing penasaran yaitu Munaslub dan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Caketum Partai Golkar. Urusan NasDem, Anies dan Ketum Partai Demokrat Agus Yudhoyono yang disebut Kampungan biar dibahas kader partai-partai yang disebut.

Saya sebagai kader Partai Golkar akar rumput tentu lebih tertarik membahas pernyataan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Bapak Luhut Binsar Pandjaitan berkaitan dengan Partai Golkar yang penuh dengan ‘PARADOKS’.

Selama ini ada anggapan atau desas-desus bahwa Ketum Airlangga Hartarto menjadi Ketum di Munas 2019 secara aklamasi karena campur tangan Pak Luhut atau istana tetapi kenapa sekarang Pak Luhut mau jadi Caketum sebelum pemilu padahal jadwal Munas masih tahun 2024 atau setelah perhelatan Pemilu?

Apakah ini bukanlah sebuah Paradoks? kalau Ketum Airlangga tidak dalam kendali istana atau Pak Luhut sehingga perlu digusur?

Kemudian Paradoks berikutnya adalah Pak Luhut bersedia dicalonkan sebagai Ketum Partai Golkar dengan 2 syarat yaitu tidak berkelahi dengan Ketum Airlangga dan tidak mau pakai main Uang.

Ini menjadi Paradoks karena kalau mau jadi calon ketum sekarang maka melalui Munaslub dan berarti itu berkelahi dengan Ketum Airlangga karena Pak Airlangga Hartarto persilahkan yang mau jadi ketum Partai Golkar melalui Munas di 2024.

Kemudian 38 atau semua DPD I Partai Golkar kompak mendukung Pak Airlangga Hartarto lalu apa yang membuat mereka berbalik arah dalam waktu singkat kalau bukan main Uang dan ini ditolak Pak Luhut karena beliau tidak mau main Uang.

Kemudian sebagai jendral senior beliau sangat berpengalaman dalam pertempuran. Dan jendral senior tidak mungkin memulai pertempuran jika tidak yakin menang.

Inilah kenapa beliau tidak mau campur tangan dalam urusan Munaslub, maka ketika beliau diminta jadi caketum oleh kelompok yang berseberangan dengan ketum Airlangga beliau minta kelompok ini buktikan kemampuannya menggulingkan Airlangga.

Pak Luhut Binsar Pandjaitan tidak mau ‘terjebak’ seperti Pak Moeldoko yang diminta sebagian kader Partai Demokrat menggusur AHY dari kursi ketua umum, tapi kursi ketum yang didapat Pak Moeldoko cuma imitasi akhirnya Pak Moeldoko cuma jadi olok-olok dan tertawaan orang terjebak disana tidak bisa mundur atau istilah orang Solo, mundur isin. Pak Luhut tentu tidak mau itu terjadi juga kepada beliau.

Maka ketika diminta konfirmasi oleh presenter ROSI apakah Pak Luhut otak dibalik penggulingan ketum? Beliau dengan tegas menjawab, ‘Ngaklah Ros..utk apa sih kepentingan saya disitu, saya mau apalagi sih? Kalau saya menjadi ketum Golkar Apa saya mau jadi Calon Presiden? wakil presiden? PASTI TIDAK..mau jadi menteri? Pasti TIDAK’, jawab Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Sementara media dan kader-kader pendukung Munaslub menggoreng bahwa Luhut akan menggulingkan Ketum Airlangga Hartarto, bahkan Rosipun sangat presenter acara tersebut yang meminta Airlangga Hartarto diganti dengan alasan kurang sosialisasi karena sibuk mendampingi Presiden, og penggantinya Menko Luhut yang juga super sibuk dan banyak kerjaan juga.

Kemudian pernyataan Pak Luhut yang menyebut “Kita enggak boleh, ini partai nomor dua loh. Kita ini jadi seperti jual diri ke mana-mana,” kata Luhut dalam tayangan Youtube Kompas TV Program ‘ROSI’. Ini adalah penyataan Paradoks sebenarnya, ini bisa ditujukan ke partai lain agar mereka ingat kembali karena mungkin mereka lupa, kalau Partai Golkar punya mesin politik dalam kondisi sesulit apapun ngak pernah terlempar dari 3 besar, apalagi pilpres kali ini bersamaan dengan pileg.

Siapapun yang maju di pilpres dan koalisi apapun butuh akan mesin Partai Golkar yang terdiri dari para fungsionaris dan timses para caleg dari Partai Golkar yang terbukti pada pileg 2019 pasca dualisme dan ketumnya Setya Novanto terjerat kasus di KPK, Partai Golkar masih memperoleh 85 Kursi DPR RI.

Bandingkan dengan kondisi saat ini dimana Partai Golkar sedang KOMPAK dan tidak terlililit masalah dualisme. Tentulah dalam pilpres mesin Partai Golkar akan sangat dibutuhkan sebagai boster kemenangan Capres, apalagi dengan adanya 3 Capres siapapun yang berkoalisi dengan Partai Golkar itu yang memiliki probalitas kemenangan paling besar.

Kalaupun tidak berkoalisi di putaran pertama setidaknya tidak dianggap ‘LAWAN’ oleh Partai Golkar karena pilpres 2024 diprediksi akan ada 2 putaran, sehingga pada putaran kedua bisa menarik partai golkar dan mendulang suara partai golkar dengan catatan Capres Partai Golkar rontok diputaran pertama.

Kembali ke Laptop, eh Ketua Wanhat Luhut Binsar Pandjaitan yang memiliki kebijaksaan dan yang dihormati dan dikagumi kader-kader muda Partai Golkar, seperti diketahui saat ini tersisa 3 (jendral) di era Presiden Soeharto yang masih memiliki pengaruh dan peran di perpolitikan masa kini secara nyata, pasca 25 tahun Reformasi.

Yaitu Pak Prabowo dengan partai Gerindra, Pak SBY dengan Partai Demokrat dan Pak Luhut dilingkaran kekuasaan Presiden Jokowi dimana menurut Pak Luhut, Pak Jokowi memiliki peran sangat sentral di pemilu kali ini, kalau saja Pak Jokowi memihak kepada salah satu kandidat maka Game Over (permainan selesai) sebut Pak Luhut.

Pak Luhut tentu tidak ingin menodai catatan prestasi dan kemenangan beliau dalam setiap pertempuran maupun percaturan politik, dimasa senja beliau tidak mungkin mau dikenal sebagai Jenderal pecundang, apabila berhadap-hadap dengan kader-kader muda Partai Golkar sekedar rebutan jabatan Ketum Partai Golkar yang apabila menang pun Pak Luhut sudah wajar kalau menang tapi jika kalah maka ini sangat memalukan, istilah orang Jawa: ‘Menang Ora Kondang, Kalah Ngisin-isini’

Maka langkah yang logis Pak Luhut adalah membantu kami memenangkan Ketum Partai Golkar di Pilpres 2024, karena tenaga, pikiran, pengalaman dan nasihat Pak Luhut sangat kami perlukan dan akan menjadi cambuk bagi kami untuk tetap berjuang untuk kemenangan Partai Golkar di perhelatan pileg, pilpres dan pilkada serentak, tak ada lagi waktu dan energi yang harus terbuang untuk ambisi munaslub.

Karena tidak ada cara lain untuk menaikkan jumlah kursi di parlemen untuk Partai Golkar kecuali mengajukan kadernya ikut kontestasi Pilpres baik berkoalisi dengan salah satu koalis yang sudah ada ataupun membentuk Poros Keempat dan itu bukan hal yang mustahil.

Dan kelak Pak Luhut akan tetap ingat dan kenang sebagai Jendral legend , teladan dan panutan kami, pemimpin yang tidak mementingkan jabatan dan ambisi pribadi.

Partai Golkar hanya butuh Kompak untuk menang. Seperti Pak Luhut sampaikan: ‘saya pikir, saya lihat teman-teman di Golkar itu orangnya baik-baik og, hebat-hebat, intelektualnya bagus, dikompakin aja. Jadi Pak Airlangga dikompakin aja’

Sukoharjo, 24 Juli 2023

Muhammad Rodhi Mu’amari

Pemred Rakyatmenilai.com {politiknesia}