News  

Febri Diansyah Sebut Ada 7 Tahap OTT KPK: Pimpinan Tahu Siapa Saja Tersangka

TNI memprotes penetapan tersangka dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat Basarnas yang berstatus anggota TNI. Sebab, penetapan tersangka terhadap anggota TNI dinilai seharusnya dilakukan oleh pihak TNI itu sendiri, bukan KPK.

Pimpinan KPK juga menilai Tim OTT melakukan kesalahan. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak bahkan menyebut ada kekhilafan. Prahara ini juga membuat Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri.

Polemik ini juga turut menyita perhatian Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Dia mengatakan, ada 7 tahap dalam OTT KPK yang dilakukan secara berhati-hati dan penuh pertanggungjawaban.

“Awalnya saya agak enggan karena sudah begitu ramai komentar. Tapi agar bisa melihat lebih objektif, ada baiknya informasi yang bersifat terbuka saya sampaikan. Tahap 1: OTT terjadi,” kata Febri saat berbincang, Jumat (28/7).

“Pada tahap 1, sifatnya masih rahasia. Bahkan dulu Jubir KPK kadang tidak mengetahui kegiatan tangkap tangan tersebut. Pimpinan tahu nggak? Sampai saya pamit dari KPK, selalu ada Pimpinan yang mengetahui peristiwa OTT, apalagi jika sudah ada orang yang dibawa ke gedung KPK atau kantor lain terdekat,” lanjut Febri.

Febri menuturkan, OTT yang dilakukan pada tahap penyelidikan hasil koordinasi dengan Jaksa. Tanpa harus menunggu kasus naik ke penyidikan. Inilah keuntungan KPK yang kadang belum semua orang memahaminya.

“Banyak yang nggak paham, OTT terjadi di tahap penyelidikan. Tapi d dalam proses lidik ini, sudah dilakukan koordinasi dengan penyidik or bahkan Jaksa (Penuntut Umum). Ini keuntungan KPK karena semua di 1 atap. Jadi kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat/mengetahui tadi (kena OTT),” ungkapnya.

Menurutnya, pada tahap 1 ini juga sudah diketahui oleh pimpinan KPK. Bahkan, penyidik KPK mengetahui apakah pelakunya masuk dalam ranah kewenangan penindakan atau tidak.

“Hasil pemeriksaan tersebut dilaporkan ke atas dan dievaluasi, apakah benar sangkaan awal dugaan korupsi atau tidak. Dan juga apakah pelakunya Penyelenggara Negara atau Penegak Hukum yang jadi kewenangan KPK atau tidak. KPK punya batas waktu 24 jam sejak seseorang dibawa & diperiksa,” ujarnya.

Selanjutnya pada tahap kedua, Febri menyebut upaya penindakan atau OTT diumumkan ke publik. Ini untuk mencegah adanya pihak yang mengaku penyidik KPK.

“Tahap 2: mengkonfirmasi ke publik bahwa ada tim KPK yang s sedang bekerja. Kenapa harus konfirmasi? Dulu ada debat memang, tapi karena ada orang yang dibawa penyelidik ke kantor KPK/APH lain, apalagi bisa lewat tengah malam, & meminimalisir pihak-pihak yang mengaku-ngaku KPK, maka diputuskan informasi awal disampaikan. Sekadar mengkonfirmasi ada kegiatan KPK. Tanpa menyebut nama,” ucapnya.

Gelar Perkara
Pada tahap ketiga ini, lanjut Febri, KPK melakukan gelar perkara untuk menentukan siapa saja tersangka, barang bukti hingga status yang diperiksa.

“Tahap 3: gelar perkara. Meskipun tim Penyelidik sudah berhari-hari di lapangan, kemudian melakukan pemeriksaan dalam waktu maksimal 24 jam, ada kewajiban untuk segera menentukan status pihak yang dibawa/diperiksa. Maka dilakukan ekspose atau gelar perkara. Siapa saja yang hadir di ekspose tersebut?,” ujarnya.

“Pihak yang hadir di Ekspose itu lengkap. Mulai dari Penyelidik, Penyidik, JPU, Pimpinan & tentu ada Tim Humas/Jubir. Penyelidik akan memaparkan temuan, bukti, analisis & rekomendasi pada Pimpinan & peserta.

Kemudian Penyidik & JPU menanggapi. Bisa saling tanya-jawab untuk menguji bukti-bukti,” lanjut Febri.
“Dalam ekspose tersebut, bukti & dugaan keterlibatan seseorang bisa dipertanyakan & dikuliti. Kadang bahkan bisa terjadi perbedaan pendapat & sikap antar peserta ekspose. Tapi sebagai atasan tertinggi, maka Pimpinan yang memutuskan apakah perkara naik penyidikan & siapa saja tersangkanya,” tambahnya.

Tahap 4-5: Pimpinan KPK Keluarkan Sprindik

Setelah melakukan gelar perkara, Febri menyebut, pimpinan KPK memutuskan siapa saja tersangkanya. Pada tahap ini pimpinan KPK lah yang mengambil keputusan penuh.

“Tahap 4: Pimpinan KPK memutuskan apakah perkara OTT naik ke tingkat Penyidikan dan siapa saja tersangkanya. Yang memutuskan pasti Pimpinan, bukan Deputi, Direktur apalagi Penyelidik,” ujarnya.

“Tahap 5: penerbitan Sprindik & Sprinham, serta pemeriksaan tersangka & saksi-saksi di tahap Penyidikan,” lanjut Febri.

Tahap Terakhir: Konferensi Pers Hasil OTT hingga Pengembalian Saksi
Untuk tahap 6, kata Febri, KPK lewat juru bicaranya mengumumkan hasil OTT seperti yang dilakukan dalam penangkapan pejabat Basarnas. Tersangka dan alat bukti dipajang.

“Tahap 6: Konferensi Pers hasil OTT. Tahapan ini dilakukan sebagai pemenuhan hak publik sekaligus kewajiban KPK pada masyarakat. Sekarang Saya lihat, tersangka sekaligus “dipajang” di depan. Pengumuman dilakukan oleh Pimpinan KPK didampingi pejabat terkait,” bebernya.

Sedangkan untuk tahap ketujuh, tersangka dimasukkan ke dalam tahanan. Sementara saksi dikembalikan.
Dari rangkaian tersebut, lanjut Febri, pimpinan KPK mengetahui pasti penindakan yang dilakukan penyidik. Febri tak ingin menanggapi siapa yang harus bertanggung jawab apakah penyidik atau pimpinan KPK dalam penindakan pejabat Basarnas tersebut.

“Tahap 7: penahanan tersangka & pengembalian saksi-saksi yang diperiksa sebelumnya. Saya cukup meyakini pada tahap 1-7, Pimpinan KPK mengetahui dan bukan wajib mengambil keputusan,” imbuhnya.

“Cukup sampai di sini, silakan dinilai sendiri siapa yang harus bertanggung jawab terhadap hasil sebuah OTT,” tandasnya.

Pimpinan KPK Sebut Tim OTT Pejabat Basarnas Salah
Sebelumnya, Tim OTT yang menangkap pejabat Basarnas pada Selasa lalu dinilai pimpinan KPK salah. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menilai ada kekhilafan yang terjadi dalam OTT tersebut.

Dalam OTT, KPK mengamankan sejumlah pihak. Salah satunya ialah Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto yang merupakan anggota TNI. Ia diamankan di daerah Jakarta Timur usai transaksi uang.

Setelah penangkapan itu Letkol Afri ditetapkan sebagai tersangka. Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka.

Keduanya diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengaturan lelang proyek di Basarnas selama kurun 2021-2023.

Hal ini yang kemudian diprotes oleh TNI. Sebab, penetapan tersangka terhadap anggota TNI dinilai seharusnya dilakukan oleh pihak TNI itu sendiri, bukan KPK.

Pihak TNI kemudian mendatangi KPK guna membahas mengenai hal tersebut. Kapuspen TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono dan Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko hadir secara langsung.(Sumber)