Partai Demokrat Keluar Koalisi Perubahan, Siapa Diuntungkan?

Ketua Pemuda ICMI Jakarta, Hasreiza mengungkap bahwa dinamika politik di koalisi perubahan pasca keluarnya Partai Demokrat menjadi kemenangan Partai Nasdem dalam merebut konstituen nasionalis dan coattail effect dari pencapresan figur Anies Baswedan. Apalagi Partai Nasdem sudah memiliki starting point dalam mengidentifikasi diri sebagai partai yang mengusung Anies Baswedan dibanding Partai Demokrat.

Partai Demokrat dan Partai Nasdem memang cenderung memiliki ideologi tengah yang nasionalis, keberadaan keduanya di dalam koalisi yang sama disinyalir menimbulkan sentimentil tersendiri. Sedangkan yang baru gabung koalisi (red-PKB) meskipun partai berbasis Islam tetapi beda pasar dengan PKS yang juga ada dalam Koalisi Perubahan.

Bagi Hasreiza, sentimentil antara Partai Nasdem dan Partai Demokrat sudah terlihat sejak awal kedua institusi politik ini bekerjasama dalam koalisi. “Sikap itu ditunjukkan oleh sikap elit-elitnya, salah satunya Ahmad Ali (Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem). Kenapa? Karena di dalam koalisi, mereka berebut pasar yang sama dalam coattail effect pencapresan,” tutur pria yang akrab disapa Reiza Patters ini.

Kondisi Partai Nasdem pun seolah terjepit dari luar dan dalam koalisi perubahan sendiri. Di luar koalisi, isu-isu tekanan politik terus didenguskan. Sementara dari dalam koalisi, elektabilitas Partai Nasdem tak kunjung tumbuh. Justru Partai Demokrat yang mendapat angin segar pengaruh bergabungnya mereka ke dalam Koalisi Perubahan.

“Tentunya ini membahayakan bagi Partai Nasdem, untuk mempertahankan kursi mereka di DPR RI jika terus menerus alami kebuntuan elektoral. Sekarang, setelah Partai Demokrat keluar dari koalisi, tidak ada saingan elektoral bagi ketiga partai koalisi, termasuk PKB yang akan bergabung. Jika menilik hal ini, bongkar pasang anggota koalisi merupakan persaingan suara Parpol untuk hadapi Pemilu Legislatif,” sebut Hasreiza.

Hasreiza menambahkan, persaingan elektoral ini semakin meruncing seiring waktu. Partai Nasdem memang mendapat angin segar dan keuntungan di awal ketika mengusung Anies Baswedan sebagai Capres. Tetapi belakangan, Partai Demokrat yang justru rajin membuat kegiatan dengan Anies Baswedan.

“Apalagi saya menduga bahwa Nasdem mengetahui preferensi Anies Baswedan untuk Cawapres pendampingnya adalah figur AHY. Jadi jika terwujud duet Anies-AHY, maka posisi Nasdem benar-benar tak menguntungkan. Jelas dalam skenario ini, yang bakal dapat suara nasionalis pendukung Anies Baswedan adalah AHY dan Partai Demokrat,” ujar pria lulusan Universitas Indonesia ini.

“Jadi memang masuk akal jika Nasdem berupaya keras untuk mendongkel posisi Partai Demokrat dari koalisi dengan cara terbaru, memaksakan PKB masuk ke dalam koalisi. Masuknya PKB ke dalam koalisi tidak akan membahayakan ceruk pemilih Partai Nasdem pada pendukung Anies Baswedan,” sambungnya lagi.

Hasreiza juga buka suara terkait isu negatif yang baru-baru ini menerpa Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Merunut pada deklarasi pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, ada berita kalau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bakal memeriksa Cak Imin atas kasus korupsi pengadaan sistem proteksi TKI. Tentu hal ini mengganggu proses politik antara Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan Capres – Cawapres.

“Soal Cak Imin diganggu dengan kasus oleh KPK, tentu bisa dengan mudah nanti ganti Cawapres yg tetap diusung oleh PKB. Bisa Khofifah juga mungkin. Yang pasti, Partai Nasdem sudah aman untuk merebut mayoritas suara nasionalis pendukung Anies Baswedan sebagai coattail effect pencapresannya dengan mendongkel Partai Demokrat keluar dari koalisi,” pungkas Hasreiza. {redaksi}