Ironi Rendahnya Kesejahteraan Petani Di Saat Harga Beras Melambung Tinggi

Wakil Ketua Umum Ormas MKGR, Achmad Taufan Soedirjo menyambangi petani di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang beberapa waktu lalu. Dalam kegiatan itu, Achmad Taufan Soedirjo mengungkapkan bahwa sebagai lumbung padi nasional, ternyata masih banyak masalah yang dirasakan oleh para petani di Karawang.

“Ya, hari ini saya turun menyambangi petani di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang. Mereka mengundang saya untuk hadir dan berbincang guna meretas persoalan yang mereka hadapi, di antaranya adalah kelangkaan pupuk subsidi yang masih marak terjadi, dan harga jual gabah kering yang rendah,” papar Achmad Taufan Soedirjo kepada redaksi Golkarpedia.com melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

Achmad Taufan Soedirjo yang maju sebagai Caleg DPR RI dari Partai Golkar di Dapil Jabar VII yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta ini menilai akar permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi bisa saja bukan bersumber dari hulu. Tapi ada banyak permainan di tengah jalur distribusi dan ini merupakan hal yang lumrah terjadi, tetapi mirisnya, masalah ini tak kunjung selesai.

“Kita tahu kalau masalah kelangkaan pupuk bersubsidi itu tak hanya bersumber dari hulunya. Pemerintah sudah menghitung betul alokasi pupuk bersubsidi bagi tiap daerah. Untuk bulan Juli 2023 saja, menurut data yang ada, serapan pupuk subsidi sudah mencapai 50 persen lebih. Artinya dari hulu tak ada masalah distribusi,” ujar pengurus DPP Partai Golkar ini.

“Masalah yang ada soal kelangkaan pupuk bersubsidi biasanya tak jauh dari penyalahgunaan, pihak yang tak bertanggung jawab menjadi spekulan pupuk, penjual atau distributor juga bisa bermain di sini. Karenanya saya mendorong keterlibatan aparat hukum untuk senantiasa menjaga hak para petani di Karawang dan daerah lainnya,” tegas pemilik ATS Law Firm ini.

Sebagai calon wakil rakyat, tentu sudah menjadi kewajiban bagi Achmad Taufan Soedirjo untuk mengawal dan menghimpun aspirasi yang ia dapat dari konstituen seperti para petani di Karawang. Di luar masalah kelangkaan pupuk bersubsidi, pria yang akrab disapa Bang Taufan ini juga mendapat aspirasi soal kesejahteraan petani.

“Kesejahteraan petani juga menjadi aspirasi mereka. Harga jual gabah yang rendah membuat para petani tak merasakan nilai ekonomis lebih dari pekerjaan bertani. Jika seperti ini, maka bidang pertanian akan ditinggal oleh generasi masa depan, hilang pula lah identitas negara agraris bagi Indonesia. Kita tak usah dulu bermimpi swasembada pangan kalau kesejahteraan petani saja tak mampu diperjuangkan,” ungkap Waketum PP AMPG ini.

Bang Taufan mengaku mempelajari aspirasi yang muncul dari para petani dan mencoba berpikir mengenai solusi yang bisa diatasi bersama. Salah satunya adalah mendorong stakeholder terkait untuk menyerap beras produksi para petani dengan HPP yang layak sesuai dengan biaya produksi ditambah imbal keuntungan.

Terlebih harga beras sekarang yang menyentuh angka tertingginya. Tetapi mirisnya, petani tak menikmati tingginya harga beras itu. Pertanyaannya kemudian, siapa yang menikmati harga tinggi beras? Para spekulan, mafia pangan, atau oknum-oknum lainnya. Karenanya, ia juga mendorong agar pemerintah lebih prioritaskan petani bangsa sendiri ketimbang andalkan beras impor termasuk melindungi produksi beras petani anak bangsa.

“Sekarang harga beras sentuh angka tertinggi, tetapi ironi kalau harga beras tinggi dan ternyata harga gabah di tingkat petani masih sama saja. Masalahnya ini dimana? Pasti ada yang bermain kan. Karena itu saya mendorong pemerintah bisa lebih peduli pada keberlangsungan hidup dan kesejahteraan para petani. Jika saya duduk di DPR RI nanti, saya pastikan kesejahteraan hidup para petani terjamin,” sebut Bang Taufan.

Para petani di Karawang pun merasa senang disambangi oleh Achmad Taufan Soedirjo. Selain menitipkan aspirasi, mereka juga mendukung penuh Bang Taufan untuk duduk di kursi DPR RI. Bagi mereka, Bang Taufan adalah pribadi yang aspiratif, mau mendengar, egaliter dan diyakini sebagai sosok tepat sebagai wakil rakyat karena sudi turun langsung bahkan minum kopi bersama di pinggir pematang dengan para petani. {Golkarpedia}