News  

3 Larangan dan Pantangan di Hari Rabu Wekasan

Rabu Wekasan merupakan hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam tahun Hijriah. Berikut sederet larangan dan pantangan yang dipercaya masyarakat di hari Rabu Wekasan.

Mengutip situs Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dari sekian banyak tradisi dan upacara adat yang ada di Indonesia, ada salah satu tradisi yang lestari dan kerap digelar serentak. Tradisi yang dimaksud yakni Rabu Wekasan.

Di Garut, tradisi ini namanya Rebo Wekasan (Garut). Sementara di Cirebon dan Yogyakarta disebut Rebo Pungkasan. Kemudian ada Rebo Kasan di Bangka.

Rabu Wekasan adalah tradisi yang dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, supaya dijauhkan dari segala macam malapetaka.

Hari Rabu terakhir di bulan Safar ini dipercaya sebagai hari diturunkannya bala dan marabahaya. Maka banyak larangan dan pantangan untuk menjauhkan diri dari bala tersebut. Berikut ini beberapa di antaranya.

Larangan dan Pantangan di Hari Rabu Wekasan:
1. Pantang Bepergian Jauh
Jadi, agar tidak terkena marabahaya itu, warga berkumpul bersama. Mereka lalu membaca doa untuk menghindari bala dan marabahaya yang diturunkan pada hari itu.

Mereka percaya dengan menggelar tradisi Rabu Wekasan, akan menjauhkan mereka dari bala dan malapetaka. Sehingga apa yang diharapkan dari tradisi tersebut akan menjadi kenyataan.

Banyak masyarakat Cirebon yang percaya hari Rabu terakhir di bulan Safar merupakan hari yang sering terjadi malapetaka atau wulan sing akeh sial. Terkait asal-usul keyakinan itu juga belum jelas sumbernya.

Untuk mencegah bala itu, banyak masyarakat Cirebon melaksanakan sholat 4 rakaat dengan bacaan Surat Al-Kautsar sebanyak

17 kali di rakaat pertama, Al-Ikhlas sebanyak 5 kali di rakaat kedua, Al-Falaq di rakaat ketiga, dan Surat An-Nas di rakaat keempat. Serta diakhiri dengan membaca doa Asyura.

2. Pantang Bekerja yang Berbahaya
Banyak masyarakat Cirebon yang juga pantang melakukan pekerjaan yang cukup berbahaya, di hari Rabu Wekasan. Itu untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Masyarakat Cirebon disarankan untuk memperbanyak membantu orang lain. Seperti sedekah untuk anak-anak yatim, kaum jompo dan mempererat tali silaturahmi di antara sesama.

Masyarakat Cirebon meyakini Sunan Kalijaga pernah berupaya untuk mencegah kemungkinan datangnya malapetaka Rabu Wekasan. Beliau mandi di Sungai Drajat pada saat berguru pada Sunan Gunung Djati untuk membersihkan diri dari bala di hari Rabu Wekasan.

Peristiwa itu akhirnya diikuti dan dijadikan adat oleh masyarakat Cirebon. Mereka menuju Kalijaga dan mandi di tempat yang diyakini dulu dipakai Sunan Kalijaga mandi.

Adat itu disebut dengan Ngirab yang artinya bergerak atau menggerakkan sesuatu dengan serius secara spritual. Kemudian biasanya di pagi hari banyak anak-anak berkopiah keliling dari rumah ke rumah untuk menyenandungkan nyanyian wur tawur nyi tawur, selamat dawa umur. Yang artinya Bu, bagikanlah sesuatu ke kami semoga selalu sehat/aman dan panjang umur.

3. Larangan Menikah
Larangan menikah di hari Rabu Wekasan bahkan di bulan Safar, salah satunya ada di Desa Gedangan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Zainul Mustofa dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada 2017. Penelitiannya berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Larangan Menikah di Bulan Safar.

Kepada peneliti, Kiai Istighfar menyebutkan larangan itu muncul dari zaman Majapahit. Di bulan Safar ada Rabu Wekasan yang dianggap hari sial. Padahal menurut orang Islam itu hari yang barokah.

Asal larangan menikah bulan Safar di sana hanya karena ada Rabu Wekasan yang dianggap hari sial. Sehingga sampai saat ini, tidak ada warga yang berani menggelar pernikahan di bulan Safar.(Sumber)