Ini yang menarik. Hasil survei Anies-Muhaimin selalu nomor tiga. Bahkan ada lembaga survei yang merilis setelah Anies Baswedan berduet dengan Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN) tak berdampak electoral sama sekali. Kagak ngepek! Begitu opini yang dibangun.
Urutan ketiga survei. Elektabilitas stagnan. Bahkan duet Anies-Muhaimin tidak berdampak signifikan dalam meningkatkan elektabilitas versi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Bandingkan dengan survei Politika Research and Consulting (PRC).
Menurut survei PRC terjadi fenomena eksodus suara di Jawa Timur kepada Anies setelah berpasangan dengan Cak Imin. Tingkat keterpilihan atau elektabilitas Anies meningkat signifikan di September 2023. Dibandingkan posisi April 2023 yang 14 persen, per September 2023 elektabilitas Anies di Jawa Timur naik 4,3 persen menjadi 18,3 persen.
Beda lembaga survei beda hasil. Yang jelas ada indikasi kuat pasangan Anies-Muhaimin pasangan yang paling ditakuti. Hasil survei berbeda jauh dengan fakta di lapangan. Indikatornya sederhana. Bandingkan respon rakyat saat ketiga calon presiden (Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo) berkunjung ke daerah. Massa siapa yang paling banyak. Semua tahu itu.
Bahkan isu bersatunya poros Prabowo Subianto dengan poros Ganjar Pranowo kemungkinan besar dalam upaya mengantisipasi besarnya gelombang rakyat yang menghendaki pasangan Anies-Muhaimin memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.
Skenario ‘kawin paksa’ Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Pertanda kedua poros tak yakin menang. Koalisi besar alias gemuk melawan koalisi Anies-Muhaimin yang kecil lagi kurus tapi berpotensi besar menang.
Sejarah telah membuktikan. Koalisi besar bukan jaminan menang. Ingat SBY-JK tahun 2004. SBY-JK diusung koalisi ‘kurus’. Hasilnya, SBY-JK menang. Saat itu, pasangan SBY-JK diusung oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Jusuf Kalla seperti dikutip dari sebuah media mengatakan, “Saya waktu 2004, anda masih ingat, (wartawan) masih SMP mungkin ya, itu kita hanya didukung 11 persen, empat partai. Tapi menangnya 60 persen. Jadi beda itu. Tidak simetris sama sekali,” ujar Jusuf Kalla di Markas PMI Pusat, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Demikian pula dengan Jokowi-JK di Pilpres 2014. Jokowi-JK hanya didukung oleh tiga partai parlemen yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yaitu PDIP, PKB dan Hanura. Total kursi yang dimiliki KIH 139 kursi DPR atau 22,74 persen.
NasDem walau partai pertama yang mendukung Jokowi di Pilpres 2014. NasDem baru pertama kali ikut Pemilu. Sama dengan Partai Ummat hari ini.
Padahal Jokowi-JK melawan Prabowo-Hatta selisih dukungan partai sangat jauh. Prabowo Hatta didukung Koalisi Merah Putih (KMP) dengan 60,76 persen. Menguasai mayoritas kursi DPR.
Bila benar rencana koalisi besar jadi terbentuk dengan ‘mengawinkan’ Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 tentu saja tidak membuat gentar relawan Anies-Muhaimin.
Selain modal sejarah tentang takluknya koalisi besar oleh koalisi kecil. Calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung koalisi ‘kurus’ seperti SBY-JK di 2004 dan Jokowi-JK di 2014 telah menjadi penyemangat relawan Anies-Muhaimin.
Anies-Muhaimin dikeroyok dua poros besar dengan dukungan dana tidak berseri dan cawe-cawe Presiden Jokowi tak menyurutkan semangat juang relawan Anies-Muhaimin untuk menang.
Dengan bersatunya poros Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo membangkitkan soliditas dan kerja-kerja electoral relawan Anies-Muhaimin, partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama rakyat sebagai gerakan bersama.
Jangan takut dengan kecurangan dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu bila Relawan Anies-Muhaimin dominan di TPS.
Gerakan bersama rakyat untuk minimal dominan 80 persen dari jumlah tempat pemungutan suara (TPS) di Indonesia yang berjumlah 823.220 titik.
Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana dominasi di TPS sebagai gerakan bersama rakyat. Saksi dan kawal kotak suara sebagai gerakan rakyat hingga ke KPU Pusat.
Menjadikan Pilpres 2024 sebagai momentum terakhir rakyat menyelamatkan kedaulatan bangsa dan negara sesuai amanat konstitusi dan janji kemerdekaan. Bukan sekadar retorika dan garang di media sosial. Nyata bergerak dengan harta dan jiwa seperti pejuang kemerdekaan Indonesia cuma bermodalkan bambu runcing.
Merdeka!!!
Bandung, 7 Rabiul Awwal 1445/23 September 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis