News  

‘Dunning-Kruger Effect’: Fenomena Makin Banyaknya Orang Sok Pintar di Masyarakat

Fenomena orang-orang yang merasa lebih tahu dari siapapun atau memiliki sifat ‘sok pintar’ mungkin seringkali ditemui dalam beberapa tahun ke belakang. Fenomena ini mungkin terabaikan bagi sebagian orang, namun adapula beberapa orang yang menganggap fenomena ini merupakan salah satu contoh fenomena yang dikenal dengan nama Dunning-Kruger Effect. Fenomena ini dikenal sebagai sebuah kondisi dimana seseorang keliru mengindetifikasi kemampuan diri mereka. Umumnya mereka akan merasa lebih pintar atau superior dari orang lain.

Asal Muasal Dunning-Kruger Effect

Melansir dari laman halodoc.com, asal muasal Dunning-Kruger Effect berasal dari 2 orang psikolog, yakni David Dunning dan Justin Kruger. Kedua psikolog tersebut melakukan serangkaian penelitian guna mengukur kemampuan logika, tata bahasa dan selera humor. Berdasarkan hasil penelian tersebut, mereka menemukan bahwa seseorang yang memiliki hasil rendah justru menilai diri mereka memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Hal ini seringkali membuat orang-orang yang salah mengidentifikasi kondisi mereka dengan dua masalah, yakni kekeliruan atau terburu-buru menilai informasi bahkan sebelum diketahui kebenaran informasi tersebut, serta pengetahuan mereka yang sejatinya terbatas membuat mereka tidak menyadari kekeliruan tersebut. Hal ini menyebabkan mereka tidak atau enggan melakukan pengecekan ulang terhadap informasi yang mereka terima kemudian disampaikan ke orang lain.

Penyebab Seseorang Mengalami Dunning-Kruger Effect

Melansir dari laman alodokter.com, Dunning-Kruger Effect sejatinya bisa menyerang siapapun. Bahkan, dalam beberapa kejadian dimungkinkan orang-orang yang sejatinya memiliki kemampuan intelektual yang baik juga mengalami Dunning-Kruger Effect. Namun, secara garis besar ada 3 hal yang dapat menyebabkan seseorang dapat terkena Dunning-Kruger Effect, yakni:

1. Menganggap Dirinya Telah Banyak Belajar Atau Mendalami Keilmuan

Umumnya orang-orang yang terkena Dunning-Kruger Effect merupakan orang-orang yang sedang mempelajari suatu hal secara singkat. Namun, hanya menyentuh permukaan dari ilmu tersebut. Dia menganggap bahwa ilmu yang didapatkannya sudah cukup banyak dan lebih besar dari orang lain. Padahal, sejatinya ilmu atau pembelajaran yang telah dia terima masih belum mencapai inti atau keseluruhan dari ilmu tersebut.

2. Tidak Memiliki Pemikiran Yang Terbuka

Salah satu faktor kedua adalah beberapa orang ini seringkali terjebak dalam pikiran dan dunianya sendiri dan tidak mau memiliki pemikiran yang terbuka. Dia seakan-akan menolak segala macam pemahaman lainnya dan bersikeras dengan pemikiran dirinya yang dianggap mutlak.

Tentunya ada peribahasa yang cukup familiar untuk kondisi ini, yakni “seperti katak di dalam tempurung”. Keenganan kita untuk melihat beragam sudut pandang berarti membuat diri kita menolak segala macam bentuk ilmu lainnya.

3. Terganggunya Metakognisi

Metakognisi sejatinya merupakan kemampuan diri untuk mengidentifikasi sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh diri sendiri. Hal ini meliputi hal yang bisa dilakukan dan yang tidak bisa dilakukan oleh individu tersebut. Terganggunya Metakognisi ini bisa memungkinkan seseorang salah mengidentifikasi sesuatu yang mengarah ke Dunning-Kruger Effect.

Fenomena Dunning-Kruger di Masyarakat

Fenomena Dunning-Kruger secara umum bisa dideteksi meskipun tidak semudah itu pula mengidentifikasi seseorang mengalami Dunning-Kruger atau tidak. Umumnya hal tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat secara umum dalam mengidentifikasi seseorang yang mengalami Dunning-Kruger. Parahnya lagi, seseorang yang ternyata mengalami Dunning-Kruger tersebut justru tidak jarang dijadikan sebagai seorang panutan atau tokoh yang berpengaruh.

Hal ini tentunya bisa menjadi sebuah permasalahan yang cukup sistematis karena masyarakat umumnya mudah termakan segala macam perkataan yang diutarakan oleh orang tersebut. Masyarakat yang umumnya kurang mengerti menganggap orang-orang tersebut cocok dijadikan panutan atau tokoh penting. Bahkan, adapula yang dijadikan sebagai pimpinan. Hal ini tentunya dapat membuat permasalah lain karena dikhawatirkan orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas atau kemampuan justru dianggap cocok sebagai figur panutan atau pemimpin.(Sumber)