News  

Bagai Dwitunggal, Jokowi dan Prabowo Tak Bisa Dipisahkan

Presiden terpilih Prabowo Subianto mengaku hubungannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) makin akrab. Saking akrabnya, Jokowi sudah tidak lagi memanggilnya dengan sapaan Pak Menhan. Jokowi sekarang panggil calon penggantinya itu dengan sebutan Mas Bowo.

Keakraban itu diceritakan langsung oleh Prabowo saat menghadiri halal bihalal yang digelar PBNU, di Jakarta, Minggu (28/4). Selain Prabowo, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka juga hadir.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menilai, panggilan Mas Bowo dari Jokowi sangat dalam. Kata dia, panggilan itu menunjukkan Jokowi dan Prabowo semakin akrab. Kedua, indikasi bahwa keduanya dwitunggal, dan kompak.

Menurutnya, kedua tokoh yang dulunya bertarung sangat sengit berkompetisi pada Pilpres 2014 dan 2019 itu, kini menjadi tidak bisa dipisahkan atau dipecah belah oleh pihak manapun.

“Dua-duanya kompak dan menurut saya cerita Pak Prabowo itu merupakan sinyal atau pesan terbuka kepada pihak di luar bahwa mereka berdua tidak bisa dipecah belah, dan Pak Prabowo tidak bisa dipaksa untuk memilih Pak Jokowi atau tokoh lainnya,” ujar Qodari kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/4).

Keakraban itu, Qodari berpandangan terlihat juga dari sikap Presiden Jokowi yang sengaja menyiapkan Ketua Umum partai Gerindra itu untuk menjadi presiden supaya dapat meneruskan agenda pembangunan Indonesia maju 2045.

“Menurut saya, Pak Jokowi memang mempersiapkan presiden berikutnya yang akan melanjutkan program Indonesia maju, agenda-agenda Indonesia maju dan komitmen itu ditunjukkan dengan paling tegas oleh Pak Prabowo, jadi ini merupakan suatu kesinambungan,” bebernya.

Di samping itu, kata Qodari, secara pribadi Presiden Jokowi juga merasa cocok dan nyaman dengan Prabowo, sebab keduanya saling percaya dan saling mendukung.

“Di satu sisi juga saya melihat Pak Jokowi secara pribadi memiliki kecocokan yang dalam kepada Pak Prabowo, keduanya saling percaya, saling mendukung dan itu bagus untuk keberlanjutan program Indonesia maju 2045,” bebernya.

Lanjut Qodari, menyampaikan dengan persahabatan tersebut dia meyakini proses transisi pemerintahan akan berjalan mulus dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya.

“Dan saya melihat ini peralihan akan mulus insya Allah saya kira pak Prabowo beruntung dia transisinya akan lebih mulus dibandingkan dengan yang lain-lain,” ucapnya.

Qodari mencontohkan proses peralihan pemerintah tahun 2004 dari Megawati Soekarnoputri ke pesaingnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau juga sebaliknya pada tahun 2014 dari SBY atau Demokrat ke Presiden Jokowi atau PDI relatif berjalan kurang begitu mulus.

Sebaliknya perpindahan dari Presiden Jokowi ke Prabowo diprediksi akan lebih lancar karena keduanya masih dalam satu tim.

“Tahun 2004 misalnya dari Megawati ke SBY itu kan kompetitor sebuah patahan sejarah kemudian dari SBY ke Pak Jokowi waktu itu juga Demokrat dan PDIP juga adalah kompetitor, sekarang Pak Jokowi ke Pak Prabowo adalah kerja sama,” ucapnya.

“Bahkan Pak Prabowo bisa berproses dengan duduk di sebelah Pak Jokowi yang sudah melihat bagaimana rapat dipimpin dan keputusan-keputusan diambil,” imbuhnya.

Untuk saat ini agar proses transisi berjalan lancar, Qodari mendorong mulai dilakukan sinkronisasi rencana-rencana program kerja Prabowo dengan dukungan dari program Presiden Jokowi.

“Nah mungkin juga yang bisa dilakukan pada saat ini adalah sinkronisasi rencana-rencana program Pak Prabowo persiapan-persiapan program Pak Prabowo dengan dukungan Pak Jokowi, menurut saya itu tidak masalah tidak ada kendala apabila presiden petahana membantu presiden berikutnya,” ungkapnya.

Bahkan Qodari mengusulkan dalam waktu 3 atau 4 bulan sebelum berakhirnya masa pemerintahan, Presiden Jokowi melakukan pergantian menteri di mana para menteri itu nantinya jika berkinerja bagus akan dilantik kembali oleh Prabowo.

“Bahkan mungkin ini satu usulan atau satu ide dari saya bahwa sebagian menteri-menteri Pak Prabowo itu sudah dipersiapkan dari zaman Pak Jokowi, nanti ada reshuffle kabinet kira-kira 3 atau 4 bulan sebelum berakhirnya masa Pak Jokowi,” usulnya.

“Lalu menteri-menteri ini ibaratnya probation atau percobaan pada pos masing-masing yang mereka ditunjuk dan mereka akan ditunjuk kembali oleh Prabowo. Kalau probationnya bagus atau yang untuk sukses. Jadi begitu dilantik oleh Pak Prabowo mereka akan dilantik lagi menjadi menteri setelah sebelumnya menjabat menteri 3 bulan di zaman Pak Jokowi, saya kira itu usulannya,” tukas Qodari.

(Sumber)