Reliji  

Hati-hati! Lima Perkara Buruk Ini Bakal Menimpa Orang Pendengki dan Iri Hati

Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam buku Nashaihul Ibad menjelaskan akibat buruk yang menimpa enam golongan manusia. Salah satu golongan di antara mereka yang ditimpa sesuatu yang buruk adalah golongan orang hasud atau pendengki.

Dengki atau hasud adalah penyakit yang berada di dalam hati seseorang. Sifat hasud juga dapat membuat jiwa seseorang menjadi gelap dan sulit menerima cahaya kebenaran.

Abu Bahr al-Ahnaf bin Qais Radhiyalahu anhu berkata, “Tidak ada kesengajaan jiwa bagi orang yang hasud. Tidak ada harga diri bagi pendusta. Tidak ada tipu muslihat bagi orang yang kikir. Tidak ada kesetiaan bagi para raja. Tidak ada kemuliaan derajat bagi orang yang bejat akhlaknya. Tidak ada penangkal bagi keputusan Allah SWT.” (Syekh Nawawi al-Banteni, Nashaihul Ibad)

Dalam masalah hasud (dengki/iri hati), Abdul Mu’thi As-Samlaw pernah menukilkan dari gurunya. Ia mengatakan, “Orang yang hasud (iri hati) itu akan ditimpa lima perkara. Yaitu ia akan selalu dicela orang, perasaannya selalu gelisah (tidak tenang), pintu taufiq (hidayah) tertutup baginya, bencana abadi yang tidak ada membawa pahala, dan akan mendapatkan murka (azab) dari Allah.”

Al-Mawardi juga mengatakan, “Hakikat hasud itu adalah rasa sangat pedih terhadap kebaikan yang dimiliki orang lain yang melebihi dirinya. Sedangkan munafasah adalah berusaha untuk memperoleh keberuntungan sesuai dengan perkara yang ada pada orang lain tanpa memudharatkan orang tersebut.”

Berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad SAW juga telah bersabda sebagai berikut.

الْمُؤْمِنُ يَغْبِطُ وَالْمُنَافِقُ يَحْسُدُ.

“Orang Mukmin itu bersikap Ghibthah (persaingan), sedangkan orang munafik selalu berbuat hasud.”

Sedangkan yang dimaksud dengan harga diri (muru’ah) adalah memelihara diri agar senantiasa berada pada sikap-sikap yang luhur. Sehingga terpelihara dari melakukan perbuatan yang jelek dan melakukan perbuatan yang dapat dicela (oleh orang lain).

Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut, “Siapapun yang bergaul dengan orang lain, kemudian tidak berbuat zalim, berkata dengan mereka tanpa berdusta, dan berjanji dengan mereka tanpa berkhianat, maka orang itu termasuk orang yang telah sempurna budi pekertinya dan tampak keadilannya serta tetap persaudaraannya.”

Adapun orang yang kikir (bakhil), itu dapat dipahami dari batasan pengertian sebagai berikut. “Orang yang dermawan itu adalah orang yang bersedia menyumbangkan sesuatu yang berharga baginya, yang diperlukan pada saatnya dan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya serta diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya. Maka orang yang sesuai dengan batasan ini disebut sebagai orang yang dermawan, yang berhak dipuji karena berbudi luhur. Sedangkan orang yang bakhil itu adalah orang yang tidak dapat mencapai norma tersebut, karenanya ia berhak dicela lantaran keki-kirannya.”

Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut.

طَعَامُ الْجَوَادِ دَوَاءٌ وَطَعَامُ البَخِيلِ دَاء.

“Makanan orang dermawan menjadi obat sedang makanan orang yang kikir dapat menjadi penyakit.”

Sebagian sastrawan juga telah mengisyaratkan

di dalam perkataannya sebagai berikut, “Orang kikir tidak akan punya teman akrab.”

Shalih Abdul Quddus juga telah mengatakan di dalam Bahar Thawil sebagai berikut. “Kekikiran seseorang, akan menampakkan noda di hadapan orang ramai. Hanya kemurahanlah yang dapat menutupi noda dari mereka. Tutuplah dengan kain kemurahan. Karena setiap noda hanya dapat ditutupi dengan kemurahan.”

Tidak ada kesetiaan di hati seorang raja karena dia tidak pernah merasa takut atau khawatir terhadap seorang rakyat pun. Abu Nu’aim juga telah meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai berikut:

صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي إِنْ صَلَحُوا صَلَحَتِ الْأُمَّةُ : الأَمْرَاءُ والفقهاء.

“Dua golongan dari umatku, jika mereka baik, maka baiklah seluruh umat, yaitu golongan pejabat (pemimpin) dan fuqaha (ulama).”

Riwayat dari jalan lain dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut.

“Rakyat tidak akan binasa, meskipun berbuat zalim dan kejahatan, apabila pemerintahnya mendapat petunjuk dan menunjukkan (pada kebenaran), akan tetapi rakyat akan menjadi binasa meskipun mendapatkan petunjuk dan ditunjukkan, apabila pemerintahnya berbuat zalim dan kejahatan (sewenang-wenang).”

Abu Bakar pernah membacakan puisinya dalam Bahar Basith sebagai berikut.

“Jika kamu berharap manusia menjadi mulia. Maka perhatikanlah olehmu, seorang raja memakai kain orang miskin. Itulah perbuatan yang baik di hadapan manusia. Hal itu baik juga untuk dunia dan agama.”

Orang yang jelek budi pekertinya (akhlaknya) tidak mempunyai derajat yang tinggi, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut.

“Budi pekerti yang jelek itu tercela, dan yang paling buruk diantara kalian adalah orang yang paling jelek budi pekertinya.” (HR Khatib)

Askari juga telah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut. “Sungguh budi pekerti yang jelek, itu dapat merusak amal perbuatan, sebagaimana cuka merusak madu.”

Imam Thabrani juga telah meriwayatkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut. “Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling baik budi pekertinya.”

Ali bin Abi Thalib Radhuayalahu anhu juga mengatakan di dalam syairnya di dalam Bahar Basith sebagai berikut.

“Sungguh budi pekerti yang mulia itu suci, yaitu pertama, akal. Kedua, agama. Ketiga, ilmu. Keempat, rendah hati. Kelima, dermawan. Keenam, makrifat. Ketujuh, berbuat baik. Kedelapan, sabar, Kesembilan, bersyukur. Kesepuluh, lemah lembut.”

Hal yang dimaksud dengan akal dalam syair ini adalah sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah hadits, yaitu menjauhi setiap yang diharamkan oleh Allah SWT dan mengerjakan setiap yang diwajibkan oleh-Nya.