News  

Sejumlah Kabupaten/ Kota di Indonesia Tetapkan Status Siaga Darurat Kekeringan

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa musim kemarau akan panjang pada tahun ini karena adanya fenomena El Nino Lemah. Kemarau berlangsung pada Juli hingga September.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengidentifikasi hingga Senin (22/7) sudah ada 55 kepala daerah yang menetapkan siaga darurat bencana kekeringan.

Pelaksana Harian Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, Senin (22/7), mengatakan sudah ada tujuh provinsi yang wilayah kabupaten kotanya menetapkan status siaga darurat kekeringan, yaitu Banten, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sementara itu, tambah Agus Wibowo, wilayah kabupaten/kota yang terdampak kekeringan teridentifikasi berjumlah 75 kabupaten/kota termasuk dua kabupaten di Bali.

Menurut Agus, wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah menetapkan status siaga kekeringan, yaitu Kabupaten Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Manggarai,Rote Ndao, Flores Timur dan kota Kupang. Sementara provinsi NTB yang telah menetapkan status ini, yaitu Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa.

Lebih lanjut Agus Wibowo menjelaskan wilayah terbanyak yang menetapkan status siaga darurat kekeringan, yaitu Provinsi Jawa Timur. Sebanyak 25 kabupaten di Jawa Timur teridentifikasi berpotensi kekeringan, kata Agus. Sedangkan di Wilayah Banten, hanya Kabupaten Lebak yang telah menetapkan status siaga, tambahnya.

“Artinya kekeringan di masing-masing kabupaten kota tadi sudah dirasakan cukup membahayakan sehingga perlu dinyatakan sebagai siaga darurat dan segera ditangani,” ungkap Agus Wibowo.

“Nah, ini sudah bulan Juli, sudah banyak sekali daerah-daerah atau kabupaten-kabupaten yang sudah mengalami kekeringan. Dari yang banyak tadi ada di 7 provinsi,” paparnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas tanam padi yang terdampak kekeringan selama Januari-Juni 2019 mencapai 20.964 ha atau 0,28 persen dari luas pertanaman nasional sebesar 7,36 juta hektare. Dari jumlah tersebut, lahan padi yang puso mencapai 0,003 persen atau 232 ha. Wilayah yang terkena kekeringan tersebar di 14 provinsi/wilayah.

Dibandingkan periode yang sama pada 2018, luas lahan padi yang kekeringan tersebut lebih rendah sebanyak 78,18 persen.

Agus Wibowo mengatakan Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk melakukan usaha-usaha untuk mengatasi bencana kekeringan ini. Salah satunya, dengan pelaksanaan hujan buatan untuk daerah-daerah yang masih bisa dibuat hujan buatan, terutama di daerah-daerah pertanian agar tidak mengalami gagal panen atau puso.

Saat ini, lanjutnya, potensi awan hujan kurang dari 70 persen sehingga belum dapat dilakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC). Namun pesawat milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam posisi stand by jika ada wilayah yang berpotensi untuk dilakukan TMC.

Menurut Agus Wibowo, sudah disiapkan dua posko, yaitu Halim Perdanakusumah dan Kupang. Posko Halim disiapkan untuk operasi di Pulau Jawa dan Kupang untuk operasi di Nusa Tenggara.

“Jadi statusnya pesawat sudah disiapkan, bahan-bahannya sudah disiapkan. Nanti kerja sama, BMKG yang menentukan daerah-daerah atau zona-zona mana yang memiliki potensi awan bisa dibuat hujan buatan akan memberitahu. Nanti BPPT akan mengoperasikan pesawatnya untuk menabur benih-benih agar terjadi hujan” jelas Agus.

BMKG menyampaikan, Senin (22/7), potensi hujan tujuh hari ke depan masih cukup rendah untuk wilayah Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Di sisi lain, pertumbuhan awan dan potensi hujan masih terfokus di Sumatera bagian utara, Kalimantan Timur dan Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. [voaindonesia]