News  

Anggaran Makan Gratis Prabowo Rp. 71 Triliun, Ekonom Wanti-wanti Subsidi Energi

Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan kebutuhan Rp 71 triliun untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran tahun 2025 nanti membuat mau tidak mau pemerintah memangkas pos-pos belanja lainnnya.

Eliza mencontohkan beberapa pos belanja yang berpotensi akan dikurangi salah satunya adalah untuk subsidi energi.
“Opsi pembiayaan makan siang gratis ini sudah pasti didanai dengan realokasi anggaran atau cut budget dari beberapa pos belanja yang bisa dari subsidi energi, perlindungan sosial, pendidikan, atau kesehatan,” kata Eliza kepada kumparan, Selasa (25/6).

Eliza memperingatkan pemerintah agar berhati-hati. Jangan sampai pemangkasan pos belanja tersebut justru mengganggu target-target pemerintah seperti SDG’s tahun 2030 dan Indonesia Emas 2045.

“Bagaimana pun ketika ada cut budget, ruang kementerian/lembaga ini semakin terbatas sehingga akan berdampak kepada output dan outcome-nya. Ini yang perlu dipertimbangkan baik-baik oleh pemerintah,” ujarnya.

Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, dalam Rapat Panja Kebijakan Belanja Pusat, Selasa (25/6), mengatakan arah kebijakan belanja pemerintah pusat tahun 2025 salah satunya adalah melakukan reformasi subsidi dan perlindungan sosial (perlinsos) agar tepat sasaran dan berkeadilan.

“Yang terpenting sebetulnya bukan membicarakan jumlah atau volume, tapi bagaimana kita menghasilkan subsidi dan perlinsos lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” ujar Isa.

Tak hanya itu, pada pemerintahan Prabowo nanti juga akan memangkas program-program tidak prioritas. “Kalau ada ruang belanja-belanja di luar prioritas nasional kita harus efisiensi yang sangat tajam sehingga kita bisa pastikan prioritas nasional bisa jadi pilihan lebih besar, lebih signifikan daripada non prioritas,” sambung Isa.

Sementara dalam catatan Anggota Badan Anggaran (Banggar) Dolfie O.F.P, dari belanja pemerintah pusat tahun 2024 sebesar Rp 1.090 triliun, sebanyak Rp 290 triliun termasuk belanja yang tidak prioritas. Angka itu porsinya mencapai 27 persen dari belanja non operasional pemerintah pusat Rp 757 triliun.

“Tadi Pak Isa menjelaskan bawah salah satu spending better itu bagaimana non-prioritas Rp 290 triliun itu diefisienkan. Kalau dari situ, Rp 50 triliun saja kita pindahkan itu sudah sangat berarti. Tapi faktanya lima tahun ini profilnya enggak berubah, begini saja. Jadi Pak Isa, perlu ada ekstra effort dari menggeser non-prioritas jadi prioritas,” tegas Dolfie.

(Sumber)