News  

Rakyat Lagi Susah, Pemerintah Jangan Bikin Kebijakan Yang Aneh-aneh!

Berbagai indikator ekonomi menunjukkan kelas menengah Indonesia tengah mengalami pelemahan daya beli. Sejumlah ekonom menilai ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan solusi untuk masalah ini sebenarnya sederhana. Dia mengatakan pemerintah hanya perlu melakukan satu hal, yaitu jangan membuat kebijakan yang aneh-aneh.

“Salah satu hal terpenting adalah pemerintah jangan lagi mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif terhadap terhadap daya beli itu,” kata dia dikutip Jumat, (12/7/2024).

Abdul Manap mengatakan salah satu kebijakan yang kontraproduktif dengan daya beli adalah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dia mengatakan pemotongan gaji 3% dalam program ini tentu akan mengurangi pendapatan masyarakat. “Tapera membuat orang semakin menahan belanja,” katanya.

Abdul Manap melanjutkan kebijakan lain yang kontraproduktif dengan menjaga daya beli adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dia menilai pelemahan daya beli yang saat ini adalah imbas dari kenaikan PPN menjadi 11% pada 2022. Dia menduga daya beli akan semakin tergerus apabila pemerintah menaikkan PPN jadi 12% pada 2025.

“Kebijakan itu memang bisa menaikkan penerimaan pajak di awal, tapi akan memukul perekonomian,” katanya.

Sebelumnya, pelemahan daya beli masyarakat salah satunya terekam dalam laporan fiskal semester I pemerintah. Selama semester I, pemerintah mencatat realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri (DN) terkontraksi sebesar 11% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan kondisi tersebut, pajak sektor industri perdagangan yang memiliki porsi 24,79% dari total penerimaan pajak, hanya mencatatkan pendapatan sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% dari tahun lalu.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga mengalami penurunan selama tiga bulan beruntun, meski masih pada level optimistis atau di atas 100. IKK yang dirilis Bank Indonesia terakhir pada Juni 2024 berada pada level 123,3 atau jauh lebih rendah dari posisi Mei 2024 yang sebesar 125,2, bahkan anjlok dibanding posisi per April 2024 sebesar 127,7.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan kebijakan untuk menjaga daya beli kelas menengah tentu berbeda dengan kelas bawah atau atas. Dia mengatakan untuk menjaga daya beli kelas menengah, pemerintah harus mampu menjaga kestabilan harga.

“Bagi pendapatan menengah ke bawah termasuk si rentan miskin mereka tidak memperoleh bansos tapi mereka sangat tertekan jika ada gejolak harga,” kata Nailul.

Nailul mengatakan biasanya jika terjadi gejolak harga pada komoditas yang diatur pemerintah, kelas menengah ini akan berubah status menjadi miskin. Maka itu, kata dia, penting bagi pemerintah untuk memastikan harga-harga kebutuhan seperti bahan pokok, BBM dan pendidikan stabil.

“Tugas utama pemerintah adalah memberikan subsidi bagi kebutuhan primer dan sekunder,. Bahan pokok, BBM, dan pendidikan harus ada subsidi dari pemerintah,” kata dia.

Selain menjaga inflasi, Nailul mengatakan pemerintah juga bisa memberikan sejumlah stimulus ekonomi. Di antaranya insentif perumahan. Dia bilang harga-harga kebutuhan sekunder dan tersier juga perlu dijaga kestabilannya.

“Harga barang sekunder juga harus dijaga terlebih yang terkait dengan nilai tukar. Kemudian juga mendorong dengan stimulus untuk konsumsi leisure biasanya bisa mendorong daya beli kelas menengah ini,” kata dia.

(Sumber)