News  

OJK Desak Muhammadiyah Merger Seluruh BPR Syariah Miliknya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa aturan single presence policy atau (SPP) dalam kepemilikan perbankan, berlaku secara merata kepada semua grup. sebelumnya sempat diberlakukan untuk bank umum. Ini merespon pernyataan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas yang mengaku keberatan dengan keharusan dari OJK untuk menggabungkan seluruh Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) miliknya yang ia sebut jumlahnya mencapai hingga 20 bank.

Adapun, peraturan SPP tersebut didorong OJK untuk mengonsolidasikan jumlah industri perbankan di Indonesia. Dalam praktiknya, SPP mengatur bahwa suatu pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank.

“Sebenarnya kebijakan ‘one single presence policy’ ini sangat baik didalam mendorong kinerja satu group BPR, yang hasil merger-nya tetap memungkinkan ex kantor-kantornya menjadi cabang,” ujar Dian saat dihubungi CNBC Indonesia, Minggu (14/10/2024).

Menurutnya, kekuatan finansial Muhammadyah yang besar, perlu terus dioptimalkan untuk ikut membantu kinerja perbankan Indonesia secara menyeluruh.

“Tentu kita tidak bisa membeda-bedakan kebijakan untuk satu group dengan group lain,” tambah Dian.

Ia kemudian mengatakan pihaknya terbuka untuk mendiskusikan isu ini dengan PP Muhammadiyah.

“Saya tidak mau berspekulasi, nanti tentu akan ada komunikasi resmi ke OJK soal masalah ini. Yang saya dengar saat ini Muhammadiyah masih sedang mendiskusikan masalah ini,” imbuh Dian.

Sebelumnya, Anwar Abbas mengatakan budaya korporasi tiap BPRS berbeda-beda sehingga merger dapat menimbulkan masalah besar.

“Saya terus terang saja ada ketentuan OJK ya, semua BPRS yang memakai nama Muhammadiyah supaya di-merger. Saya ini tolong OJK betul-betul memperhatikan dan pertimbangkan secara baik. Karena corporate culture masing-masing BPRS itu nggak sama. Sejarah lahirnya itu nggak sama ya,” kata Anwar selepas Annual Meeting Dewan Pengawas Syariah di Grand Mercure, Jumat (11/10/2024).

Kata dia, secara teoritis, merger mudah dilakukan. Tetapi tujuan OJK dalam mengkonsolidasi BPRS menjadi bank syariah besar ini bisa berujung ambruk.

“Memang secara teoritiknya gampang ya, satukan gampang tapi bermasalah. Jadi maksud baik dari OJK, BPRS modern menjadi sebuah bisnis besar. Tapi kalau sistemnya kemudian culture-nya ya, rang-orang yang nggak mendukung itu bisa ambruk lah,” pungkas Anwar.

Ia mengaku sudah berdiskusi dengan pihak-pihak BPRS milik Muhammadiyah terkait hal ini. Anwar mengatakan tidak hanya budaya korporasi saja yang berbeda, tetapi juga budaya dari masing-masing pemilik sahamnya.

Pria yang akrab disapa Buya Anwar itu melanjutkan, melakukan sebuah merger itu bukan sebuah pekerjaan mudah dan mempertanyakan apakah otoritas mau bertanggung jawab jika pihaknya tidak mengatasi masalah yang timbul.

“Memang secara teorisnya gampang disatukan saja. Tapi setelah coba implementasikan pasti ada masalah. Dan kalau Muhammadiyah mampu mengatasi, nggak masalah. Tapi kalau nggak mampu gimana? Apakah OJK tanggung jawab? Dan kalau OJK mengawasi, kan nggak bisa day-to-day OJK mengawasi. Jadi menurut saya akan lebih besar masalahnya untuk tidak dipaksakan oleh OJK agar demerger,” tegas Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Belum lagi, Anwar mengatakan BPRS milik Muhammadiyah tersebar di wilayah yang jauh-jauh. Seperti ada di Semarang, di Yogyakarta, dan Ciputat.

Ia melanjutkan, Muhammadiyah sudah biasa dengan budaya pluralisme. Anwar mengatakan hal ini ditunjukkan dengan keberadaan sejumlah perguruan tinggi milik salah satu organisasi keagamaan terbesar di RI ini.

“Muhammadiyah itu sudah terbiasa, kan kalau idealnya di Jakarta saja ya, perguruan tinggi Muhammadiyah ada berapa? UHAMKA, UMJ, kemudian ada ITB-AD. Ada lima kali ya. Kan idenya disatukan saja ya, [tapi] kalau disatukan, rontok. Di Jogja ada tiga, UAD, UMY, Universitas Aisyiyah. Satu kan tidak bisa,” pungkasnya.

Maka demikian, Anwar mengatakan Muhammadiyah sudah terbiasa dengan pluralitas. Ia mengatakan masing-masing usahanya bakal berkompetisi.

Terkait hal ini, Anwar mengatakan pihaknya meminta ada diskresi dari OJK. Ia mengatakan pihaknya bakal mengirim surat resmi terkait keberatan ini.

(Sumber)