News  

Kabinet Prabowo Padukan Bobot dan Otot

Thomas Alva Edison, penemu listrik yang semula dicemooh sebagai orang idiot dan tak punya masa depan, kenyataannya mampu menciptakan sesuatu yang dahsyat dan mengubah kehidupan dunia. Bukan mustahil Kabinet Merah Putih (KMP) yang kini jadi sasaran ‘nyinyiran’ malah berujung kesuksesan mewujudkan mimpi besar, Indonesia Emas 2045.

Presiden Prabowo Subianto bergerak cepat, langsung mengumumkan para anggota kabinetnya di hari pelantikannya, Minggu (20/10/2024), kemudian melantik para menteri-wakil menteri di keesokan harinya. Terdapat 48 menteri, 56 wakil menteri dan lima lembaga baru setingkat menteri dalam Kabinet Merah Putih (KMP). Jumlah menteri Prabowo hampir memecahkan rekor Kabinet Dwikora tahun 1966 yang berjumlah 132 orang.

Banyak yang mendukung, tak sedikit juga yang mencibir langkah ini. ‘Kabinet seken’, ‘kabinet gemoy-gemoy’ hingga tuduhan bermain politik akomodasi meramaikan pemberitaan—media mainstream maupun media sosial—menyuarakan narasi pesimistis bagi kabinet yang belum memulai kerjanya. Prabowo bergeming layaknya singa yang ‘emoh’ meladeni gonggongan anjing.

Bukan berarti Prabowo tak peduli, ia sudah mencoba menjelaskan alasan memiliki kementerian yang jumlahnya besar—diasumsikan gemuk oleh ‘haters’. Prabowo mengatakan, Indonesia merupakan negara terbesar keempat dari jumlah penduduk. Pun Indonesia memiliki banyak pulau dan area yang luas, tidak kalah dengan kawasan Eropa Barat, sehingga menurutnya memerlukan penanganan dan pengawasan yang lebih maksimal.

“Mengelola Eropa itu membutuhkan 27 menteri keuangan, 27 menteri pertahanan, 27 menteri dalam negeri saudara-saudara. Kita seluas Eropa Barat,” katanya dalam sidang kabinet paripurna perdana di Istana Negara Jakarta, Rabu (23/10/2024) sore.

post-cover
Para menteri Kabinet Merah Putih berfoto bersama Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di depan Istana Negara, Jakarta, sesaat usai dilantik pada Senin (21/10/2024). (Foto: menpan.go.id)

Dituduh bermain politik akomodasi juga tak jadi soal, Prabowo malah menyebutnya sebagai bukti Indonesia negara demokrasi bukan otoriter. Gaya akomodasi Prabowo dipandang oleh pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, sebagai konsekuensi dari sistem politik presidensial yang bertaut dengan multipartai ekstrem.

Eks Danjen Kopassus itu terpaksa memecah sejumlah kementerian untuk mengakomodasi para pendukungnya. Tapi bukan berarti dalam meramu kabinet, Prabowo asal comot tanpa memikirkan bibit bebet bobot. Pemecahan kementerian itu justru memberikan manfaat lain, yakni tupoksi masing-masing menteri kini semakin jelas dan rigid.

“Jadi baru bisa kita nilai mungkin 100 hari pertama atau 6 bulan pertama nanti. Ya, ketika mereka sudah bekerja. Kalau misalkan sekarang kita bahas soal bagi-bagi (kekuasaan) kurang objektif karena mereka belum bekerja. Kesannya mereka ini enggak profesional, gitu kan. Supaya objektif, kita lebih baik memberi kesempatan,” kata Agung saat berbincang dengan Inilah.com.

Lambat laun, perubahan postur kabinet ini akan diterima jika pada saatnya mereka bisa unjuk performa demi kepentingan rakyat. Akan tetapi, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengingatkan, dalam prosesnya dibutuhkan pengawasan yang ketat dari presiden. Sebab, politisi dalam memimpin kementerian rentan ‘senggolan’ kepentingan.

“Dengan makin spesifiknya bidang-bidang di kementerian, kita berharap kebijakan akan langsung pada sasaran. Tentu saja kegalauan tak bisa terhindarkan melihat banyaknya kementerian kabinet Prabowo-Gibran ini. Harus di-manage dengan baik, sehingga tak memicu inefisiensi,” tutur dia kepada Inilah.com.

post-cover
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes usai memberikan keterangan pers di kawasan Gambir, Jakarta, Kamis (8/8/2024). (Foto: Antara/Rio Feisal)

Anggapan koalisi pemerintah gemuk tak sepenuhnya benar. Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebut koalisi pendukung dua presiden sebelumnya jauh lebih gemuk ketimbang era Prabowo.

Arya mengatakan, setiap presiden tentu menginginkan pemerintahannya berjalan stabil dengan menggalang dukungan dari parlemen, agar program yang dicanangkan bisa berjalan. Jika merujuk hal ini, maka sejatinya koalisi pemerintahan Prabowo tidak gemuk berdasarkan angka 69,14 persen dari hasil koalisi pemerintahan yang didapatkan oleh gabungan partai politik peraih kursi DPR pada periode 2024-2029.

Bila melihat periode pertama Presiden SBY pada 2004, koalisi pemerintahan tercatat 74,18 persen, begitu juga dengan periode kedua yang tidak jauh beda yakni 75,54 persen. Sedangkan di periode pertama Jokowi, koalisi pemerintahan tercatat 68,93 persen dan periode selanjutnya sebanyak 91,30 persen. “Jadi koalisi pemerintahan Prabowo oke lah di angka 69 persenan, tetapi memang yang gemuk itu adalah jumlah menterinya,” ujar Arya di Auditorium CSIS, Jakarta, Jumat (25/10/2024).

Bukan Kabinet ‘Gemuk’ tapi ‘Berotot’

Prabowo sangat serius dalam menyusun dan menyatukan persepsi para pembantunya melalui pembekalan dari para pakar yang bukan ‘kaleng-kaleng’ hingga menggembleng di lembah Tidar Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.

Demi menyamakan visi, Prabowo mengundang pemateri kelas dunia. Di antaranya, Michael Housman seorang teknolog dan ilmuwan data yang fokus pada bidang artificial intelligence and human psychology. Lalu, Ana Moraru, Campaign Manager Majoritas Academy yang ahli di bidang komunikasi sosial dan kehumasan.

Kemudian, Riaz Shah seorang profesor praktik inovasi dan kepemimpinan dari Hult International Business School, yang memiliki pengalaman megatrend global, gangguan digital dan inovasi. Terakhir ada Maryam Hussain dari Global Fraud & Corruption Investigator yang berpengalaman menyelidiki penipuan dan korupsi selama 20 tahun.

post-cover
Wakil Menteri (Wamen) Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi Stella Christie. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Yang diberi bekal pun juga bukan ‘bocah-bocah kosong’. Terlalu panjang dan membosankan bila artikel ini membahas satu per satu anggota kabinet Prabowo. Tapi baiklah, demi menghadirkan ‘second opinion’ di tengah gencarnya narasi pesimistis menerpa masyarakat, mari ulas beberapa sosok. Dimulai dari Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Riset (Wamendikti) Stella Christie.

Dia merupakan profesor atau ilmuwan di bidang cognitive science. Stella mempelajari secara khusus tentang otak manusia dan artificial intelligence (AI). Ia juga tercatat sebagai profesor psikologi dan guru besar di Tsinghua University, Beijing, Cina, yakni universitas top 20 di dunia berdasarkan ranking QS World University Ranking 2025. Di kampus ini, Stella tak hanya bekerja sebagai pengajar di Departemen Psikologi, melainkan juga menjabat sebagai Ketua Riset di Laboratorium Otak dan Kecerdasan, serta Direktur Pusat Kognisi Anak.

Masih dari sektor pendidikan. Ada Mendikti Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang rekam jejaknya tidak main-main. Dia merupakan lulusan Ph.D di bidang teknik mesin University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS) pada 1985. Tangan dinginnya mampu menghadirkan pembaruan di pendidikan tinggi Indonesia, mengubah institusi pendidikan tinggi yang besar menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Tokoh lainnya ada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, seorang pakar pendidikan Islam Indonesia sekaligus peraih gelar doktor dan guru besar di UIN Syarif Hidayatullah.

Beralih ke sektor ekonomi. Ada Wamen Ekonomi Kreatif Irene Umar. Sosok ini punya peran penting dalam pengembangan ekonomi kreatif. Dia bukan orang baru dalam dunia profesional, memiliki latar belakang kuat di bidang perbankan. Selain itu dia adalah pelopor dalam teknologi blockchain gaming di Asia Tenggara, yang memungkinkan para pemain mendapatkan kepemilikan aset digital dalam game.

Irene-Umar.jpg
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar. (Foto: YouTube/Umesh Nandwani)

Dengan latar belakang profesional yang solid, Irene diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam memajukan sektor ekonomi kreatif, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pusat industri kreatif dunia.

Sosok profesional di bidang ekonomi lainnya, ada Budi Santoso. Dia merupakan menteri perdagangan pertama dari jalur karir. Budi Santoso pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri pada Desember 2022-Agustus 2024. Kemudian, pada September 2020-Desember 2022 dirinya menjabat sebagai Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei dan pernah menjabat sebagai Kepala Biro Keuangan pada Juni 2020-September 2020.

Budi tercatat sempat menjabat di berbagai jabatan Eselon II di lingkungan Kementerian Perdagangan seperti Kepala Pusat Data dan Informasi tahun 2017, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi tahun 2017, serta Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian tahun 2018.

Sosok profesional dalam kabinet tentu bukan lima orang di atas saja. Berdasarkan data yang diolah redaksi, jumlah kader partai politik yang menduduki jabatan menteri atau kepala lembaga setingkat menteri di era Prabowo sebanyak 22 orang dari total 53 kementerian/lembaga. Dari jumlah itu, komposisi Kabinet Merah Putih dari kalangan profesional sebanyak 58 persen dan politisi 42 persen.

Adapun jika digabung bersama wamen, jumlah kalangan profesional/ahli di kabinet Prabowo menjadi lebih tinggi di angka 61 persen (67 orang) berbanding 39 persen (42 orang) dari kalangan politisi. Fakta ini mestinya cukup untuk membungkam mulut kritikus yang menuding kabinet terlalu mengakomodasi partai politik. Memang kritik bukan hal tabu apalagi haram, tapi jangan juga terlalu cepat menghakimi. Don’t judge a book by its cover! Mari beri ruang bagi pemerintah untuk menunjukkan kinerjanya.

(Sumber)