Darmadi Durianto: Sritex Pailit Bukan Karena Permendag 8/2024, Tapi Banjir Produk Impor Ilegal

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto menyoroti biang kerok terjadinya monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat. Dan, perusahaan tekstil sebesar Sritex pun bisa menjadi korbannya.

Menurutnya, perang harga alias predatory pricing menjadi salah satu akar masalah terkait hal ini. Hal ini terjadi, ungkapnya, karena pemerintah Indonesia kerap kebobolan soal impor ilegal.

Ia khawatir, jika regulasi tidak segera diperbaiki, termasuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, maka impor ilegal tidak akan tertangani dengan optimal.

“Jika dibiarkan, ‘predatory pricing’ akan semakin merajalela sehingga semakin mempersulit roda perekonomian rakyat Indonesia untuk bertahan, tumbuh, bahkan berkembang,” ucap Darmadi di Jakarta, Selasa (12/11/2024).

“Predatory pricing ini terjadi dan ilegal impor bakal sulit diberantas. Jika dibiarkan, perusahaaan besar bisa pailit. Sebenarnya penyebabnya bukan tunggal karena Permendag 8/2024 saja. Namun, sejak lama karena impor yang ilegal. Ini salah kaprah kalau hanya menyalahkan permendag saja,” lanjutnya.

Ia menyebut pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang dipicu persaingan usaha tak sehat yang memicu derasnya produk impor ilegal masuk ke Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM pada Juni 2024, kerugian negara akibat impor tekstil ilegal mencapai Rp6,2 triliun/tahun.

Ke depan, dia berharap, dilakukan revisi terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999. Di sisi lain, dirinya mendukung penguatan kewenangan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Selain mengawasi, KPPU dinilai perlu diberi wewenang menetapkan tindakan hukum demi sehatnya ekosistem dunia usaha.

“Mudah-mudahan, karena ini sudah memasuki periode kepemimpinan yang baru semoga revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 bisa dimasukkan ke dalam Prolegnas 2025-2029,” tandasnya.

(Sumber)