News  

PPN Belum Naik 12 Persen Saja PHK Massal Dimana-mana, Pengangguran Tembus 64 Ribu Pekerja

Jika benar perekonomian nasional sedang baik-baik saja, tentunya seluruh perusahaan atau pabrik di Indonesia, beroperasi normal. Semuanya adem ayem. Tidak ada pekerja yang dirumahkan apalagi pemutusan hubungan kerja (PHK). Nyatanya tidak begitu.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli mengaku sulit membendung terjadinya amuk PHK. Semuanya dampak dari perekonomian yang tak baik-baik saja, geopolitik serta daya saing usaha Indonesia yang perlu ditingkatkan.

“Permasalahan kehilangan pekerjaan adalah dampak kondisi ekonomi, kondisi makro, bisa juga geopolitik. Serta dampak dari daya saing kita,” kata Yassierli dalam Social Security Summit 2024 di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, (26/11/2024).

Deteksi awal tentang penyebab PHK, kata dia, harus dilakukan. Sehingga pemerintah bisa mengambil langkah tepat dan lebih cepat untuk mencegah dampak lanjutannya.

Asal tahu saja, angka PHK hingga Oktober 2024, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), nyaris 64.000 orang. Tepatnya 63.947 tenaga kerja. Atau melompat 20,67 pekerja ketimbang periode September 2024 sebanyak 52.993.

Di mana, angka PHK di Provinsi Jakarta adalah yang terbesar yakni 14.501 pekerja. Juara kedua diduduki Jawa Tengah dengan jumlah 12.489 pekerja.

Posisi ketiga adalah Banten sebanyak 10.702 tenaga kerja, disusul Jawa Barat sebanyak 8.508 tenaga kerja dan Jawa Timur sebanyak 3.694 tenaga kerja.

Kencangnya pertumbuhan PHK ini, jelas dipicu daya beli masyarakat yang betul-betul melemah. Bisa dibayangkan jika tahun depan, PPN dikerek naik menjadi 12 persen. Daya beli semakin letoi, PHK semakin menggila.

Ekonom senior dan pendiri Core Indonesia, Hendri Saparini menerangkan, saat ini, daya beli masyarakat mengalami terjun bebas. Demikian pula kegiatan produksi di pabrik-pabrik ikut turun. Ini saling terkait, ketika daya beli melemah, maka produksi menumpuk sehingga pabrik harus mengurangi produksi.

Alhasil, jam produksi dipangkas yang berdampak kepada merumahkan pekerja. Jika ini berlangsung lama, perusahaan tak kuat menanggung biaya operasional. Tak ada pilihan selain mengurangi pekerja alias PHK.

“Industri saat ini kapasitas terpakainya sudah rendah, kemudian tidak ada yang membeli, dan pasti dia akan layoff karena tidak ada pilihan lain. Nah, jadi PHK itu terjadi, dan akan jadi rentetan,” ujar Hendri, dikutip Selasa (26/11/2024).

Untuk itu, Hendri menyarankan pemerintah untuk menunda penaikkan PPN 12 persen, sambil menunggu konsumsi dan industri kembali pulih. Di samping itu, pemerintah juga bisa melakukan evaluasi terhadap pajak penghasilan (PPh), sebelum menerapkan PPN 12 persen.(Sumber)