Situasi politik di Korea Selatan memanas menyusul dekrit darurat militer yang dikeluarkan oleh Presiden Yoon Suk-yeol pada Selasa (03/12) malam. Akibat dari pemberlakuan darurat militer yang diserukan oleh presiden, militer keluar barak dan mengamankan setiap sudut kota di Korea Selatan.
Panglima Tentara Korea Selatan Jendral Park An-su menyatakan diri sebagai komandan darurat militer di negara, Rabu (4/12) pagi. Dalam pernyataannya, Jendral Park turut melarang semua aktivitas politik di negara tersebut. Implikasinya, kekuatan politik haruslah dikendalikan oleh militer.
Parlemen Korea Selatan yang berusaha menolak keputusan darurat militer Presiden Yoon Suk-yeol bergerak cepat untuk menggelar paripurna penolakan. Mereka beradu cepat dengan militer yang hendak menghentikan rapat pembatalan status darurat militer.
Dalam laporan AFP, militer Korsel merangsek masuk dan berusaha menutup Gedung Parlemen Korsel yang jadi tempat pertemuan anggota Majelis Nasional. Tentara bahkan terlibat bentrok di jalanan kota Seoul dengan warga Korsel yang ingin menghalangi mereka masuk ke Gedung Parlemen.
Keadaan tersebut bertambah tegang kala helikopter militer Korsel dilaporkan telah mendarat di atap gedung parlemen tersebut. Namun berkat kesigapan dari semua pihak, termasuk warga Korsel yang tak setuju pemberlakuan darurat militer, situasi perlahan berhasil dikendalikan.
Berdasarkan hukum Korea Selatan, darurat militer dapat dicabut dengan suara mayoritas di parlemen, tempat Partai Demokrat yang beroposisi atas pemerintah tapi memegang suara mayoritas di Parlemen.
Sebanyak 190 anggota parlemen yang berpartisipasi dalam pemungutan suara secara bulat mendukung pencabutan darurat militer. Rekaman televisi menunjukkan tentara yang telah ditempatkan di parlemen meninggalkan lokasi setelah pemungutan suara menghasilkan keputusan secara bulat menolak darurat militer yang diberlakukan Yoon Suk-Yeoul. {redaksi}