Ketua Komisi XI DPR, Muhammad Misbakhun menyoroti banyaknya salah tafsir yang atas kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen menjadi 12 persen.
Pasalnya, tidak sedikit perusahaan ritel yang terlanjur menerapkan PPN 12 persen, padahal Presiden Prabowo Subianto menetapkan PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.
“Memang ada faktor pengali atau DPP (Dasar Pengenaan Pajak) nilai lain sebesar 11 (atau) 12 persen dari harga jual. Sehingga hasil akhir nilai PPN yang dipungut tetap 11 persen. Tetapi peraturan ini menimbulkan keresahan di masyarakat, (bahkan) beberapa perusahaan retail terlanjur memungut PPN 12 persen,” kata Miskbahun dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (5/1/2025).
Miskbahun juga mengkritik sempitnya persiapan untuk pelaksanaan perubahan tarif PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Akibatnya banyak pengusaha yang kelimpungan.
“Walaupun pada akhirnya PPN terutang dapat dihitung-ulang menggunakan mekanisme SPT masa PPN. Akan tetapi, masyarakat terlanjur membayar lebih dari yang semestinya,” papar politikus Partai Golkar ini.
Berbagai masalah yang timbul ini, menurut politikus asal Pasuruan, Jawa Timur ini, Komisi XI DPR akan memanggil Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam waktu dekat. Pasalnya, loyalitas Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo layak diragukan. Sebaiknya dia mundur sekarang juga.
“Tidak seharusnya DJP membuat penafsiran atau ketentuan yang berbeda dari perintah presiden sehingga bisa berakibat timbulnya ketidakpercayaan masyarakat kepada pemimpin tertingginya,” ucapnya.
Berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tidak mengatur larangan penerapan multitarif PPN. Namun, petunjuk teknis PPN 12 persen yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 justru membingungkan. Karena mengenakan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan nilai lain, yaitu 11/12 dari harga jual, penggantian atau nilai impor.
“Padahal, sangat jelas bahwa UU HPP Pasal 7 tidak ada larangan soal multitarif PPN sehingga tidak ada larangan soal penerapan tarif PPN 11 persen dan PPN 12 persen bersamaan. Tarif PPN 11 persen untuk yang tidak naik, dan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah,” tuturnya.
“Walaupun pada akhirnya PPN terutang dapat dihitung ulang menggunakan mekanisme pada SPT masa PPN, membuat masyarakat harus membayar lebih dari yang seharusnya,” ungkap Miskbahun menambahkan.(Sumber)