Perilaku tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group milik taipan Lim Hariyanto, boleh dibilang tak patuh hukum.
Meski sudah dilarang beroperasi melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), GKP diduga tetap saja menambang nikel di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Bahkan, menurut Wakil Ketua DPRD Konawe Kepulauan (Konkep) dari Fraksi Partai Gerindra, Sahidin, sudah 96 tongkang yang diduga memuat nikel mentah (ore), hilir mudik di Pelabuhan milik GKP, sejak putusan MA dan MK dikeluarkan. Atau tongkang ke-10 selama Januari 2025.
“Hingga kini sudah mengapalkan 96 tongkang ore nikel sejak MA batalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ke GKP pada 7 Oktober 2024. Atau tongkang ke-10 sepanjang Januari 2025,” papar Sahidin kepada Inilah.com, Sabtu (25/1/2025).
Sahidin mengaku geregetan dengan bandelnya GKP ini. Lebih-lebih, aparat penegak hukum seolah membiarkan perilaku melawan hukum yang dilakukan GKP.
Dia mempertanyakan sikap Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andi Aziz serta Penjabat (Pj) Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto yang narasinya justru mendukung operasional GKP.
Misalnya, Andi Aziz menyebut, GKP masih boleh menambang di kawasan hutan di Pulau Wawonii. Setali tiga uang, Andap melalui Sekda Sultra Asrun Lio meminta seluruh pihak menahan diri, tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan akibat hukum. Sebab, Kementerian Kehutanan masih mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA soal IPPKH.
Padahal, kata Sahidin, MA jelas-jelas membatalkan izin penggunaan kawasan hutan di Pulau Wawonii dari aktivitas tambang nikel dari anak usaha Harita Group itu. Seolah, Pemprov Sultra menjadi juru bicara GKP yang tidak paham hukum.
“Ngomong seperti kentut. Pemprov Sultra tak paham hukum. Tindakannya seperti juru bicara perusahaan tambang ilegal. Larangan hanya berlaku untuk masyarakat Pulau Wawonii. Sebaliknya, perusahaan dibiarkan beraktivitas, tanpa larangan. Pemprov Sultra berat sebelah, lebih mendukung GKP,” kata Sahidin.
Dia menegaskan, PK yang dilayangkan Kementerian Kehutanan tidak menghalangi putusan MA untuk dijalankan. “PK silahkan. Tapi putusan MA juga harus dipatuhi, tidak boleh aktivitas tambang di Pulau Wawonii,” kata kader Prabowo ini.
Sahidin juga mempertanyakan aparat penegak hukum yang terkesan tak berkutik. Padahal, pihaknya sudah melaporkan kepada Polda Sultra dan Kejati Sultra, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Sampai sekarang belum ada tindakan apapun untuk menghentikan penambangan di sana,” ujarnya.
Informasi saja, MA melalui Putusan Nomor: 57 P/HUM/2022 dan Putusan Nomor 14 P/HUM/2023, telah membatalkan Perda RTRW Kabupaten Konkep Nomor 2 Tahun 2021, khususnya pasal-pasal yang mengatur kegiatan pertambangan. Dengan putusan ini, tidak ada alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii, termasuk PT GKP.
MA melalui putusan Nomor 403 K/TUN/TF/2024 jo. Putusan PTUN Jakarta Nomor 167/G/2023-PTUN-JKT juga telah membatalkan IPPKH PT GKP di Pulau Wawonii, terlebih IPPKH perusahaan itu sebenarnya sudah kedaluwarsa sejak 2016, atau 2 tahun setelah diterbitkan.
Berdasarkan hasil pengawasan/investigasi Ditjen Gakkum KLHK Tahun 2019, ditemukan adanya kegiatan pertambangan baru dilakukan PT GKP pada 2019.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 telah menolak permohonan PT GKP untuk melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.
Meskipun masih memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), GKP dinilai sudah tidak punya legitimasi untuk menambang di Pulau Wawonii. “Artinya, dari tiga putusan MA itu, sudah tidak ada lagi ruang bagi GKP untuk menambang di tanah Pulau Wawonii, kecuali di laut,” pungkas Sahidin.(Sumber)