Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, mengkritisi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis yang hanya 12 tahun penjara. Hudi menilai tuntutan tersebut terlalu rendah.
Menurut Hudi, banyak terdakwa lainya dengan kasus korupsinya di bawah Rp300 triliun dihukum lebih berat dari Harvey Moeis. Adapun dalam putusan hakim tingkat pertama, perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (PT RBT) itu hanya divonis hakim 6,5 tahun penjara.
“Menurut saya (tuntutan Jaksa 12 tahun kepada Harvey) memang rendah, banyak putusan korupsi yang jumlahnya tidak besar hukumannya di atas Harvey Moeis,” kata Hudi, Jakarta, Selasa (28/1/2025) dikutip dari inilah.com
Oleh karena itu, Hudi berharap dalam putusan sidang banding nantinya, Majelis Hakim Tingkat Tinggi (PT) memberikan putusan ultra petita—atau melebihi tuntutan Jaksa Kejaksaan Agung yang mengajukan hukuman 12 tahun penjara. Hal ini agar memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan meningkatkan kredibilitas hukum.
“Saya mengharapkan hakim dapat memutus jauh di atas tuntutan penuntut umum agar tidak mencederai rasa keadilan rakyat dan demi kesejahteraan bangsa Indonesia serta meningkatkan kredibilitas hukum Indonesia di mata dunia,” ujar Hudi menekankan.
Senada dengan Hudi, Dosen Sosiologi Politik Universitas Jakarta (UNJ), Ubaidillah Badrun, menilai tuntutan jaksa terhadap Harvey Moeis terlalu rendah.
Hal ini berimbas pada vonis hakim yang hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara kepada Harvey, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang hanya 12 tahun.”Itu sangat memprihatinkan karena kerugian negara ratusan triliun. Ternyata hanya 6,5 tahun. Itu kan bisa karena kejaksaan salah menetapkan hukuman mengajukan tuntutan,” ujar Ubaid, Selasa (7/1/2025) dikutip dari inilah.com
Menurut Ubaid, jaksa penuntut dari Kejagung juga tidak dapat membuktikan secara utuh seluruh unsur korupsi yang dilakukan Harvey dalam surat tuntutan, sehingga hakim menjatuhkan vonis ringan kepada perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT).
“Yang kedua, jaksa tidak bisa membuktikan secara utuh selama persidangan. Sehingga vonis hakim hanya 6,5 tahun. Itu problemnya, detail laporan itu harusnya (jelas dalam surat tuntutan jaksa),” ujarnya.
Selain itu, Ubaid mencurigai adanya kemungkinan kongkalikong antara jaksa, hakim, dan terdakwa, yang menyebabkan vonis ringan tersebut.”Bisa jadi hakim masalahnya. Ketiga, bisa ada kongkalikong (antara jaksa, hakim, dan terdakwa),” tambahnya.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) berkukuh kalau tuntutan 12 tahun penjara yang diberikan Jaksa ke Harvey Moeis sudah proporsional sesuai dengan perannya dalam kasus yang telah merugikan negara Rp271 triliun.
“Jadi mau berapa tahun dibilang berat?” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar ketika dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (6/1/2025).
Menurut Harli, jaksa sudah menuntut Harvey secara proposional dalam perannya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin. Bagi dia, peran Harvey berbeda dengan Dirut PT RBT Suparta yang lebih besar dituntut 14 tahun penjara dan dituntut uang pengganti Rp4,5 triliun.
“Kan harus dilihat klasternya, Rp210 miliar (uang pengganti Harvey), Rp4 triliun (uang pengganti Suparta). Makanya harus proporsional harus melihatnya. Kok 12 tahun terlalu ringan ga boleh dibilang begitu,” kata Harli. (Sumber)