Komisi Pemberantasan Korupsi KPK melakukan penyitaan terhadap empat aset, terkait kasus dugaan rasuah dalam pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Total, ada dua apartemen dan dua tanah yang dipasang papan sita oleh penyidik.
“Bahwa taksiran nilai empat bidang aset yang disita tersebut kurang lebih sebesar Rp22 miliar,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/2).
Tessa mengatakan dua apartemen yang disita ada di Jakarta Selatan dan Serpong. Sementara itu dua lahan yang disita berlokasi di Cikarang.
“Dengan luas sekitar kurang lebih sebelas ribu meter persegi,” ucap Tessa.
KPK enggan memerinci pemilik empat aset itu. Nantinya, sejumlah pihak akan dipanggil untuk mendalami perkara tersebut.
“KPK menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak, dan juga masyarakat yang membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini,” ujar Tessa.
Kasus ini bermula ketika Perumda Pembangunan Sarana Jaya ingin berinvestasi soal pengadaan lahan pada 2019 sampai 2021. Saat itu, PT Totalindo Eka Persada menawarkan lahan kepada perusahaan pelat merah tersebut.
Tanah yang ditawarkan seluas 11,7 hektare. Harga yang dibuka yakni Rp3,2 juta per meter persegi.
Kesepakatan awal yakni lahan mau dibeli Perumda Sarana Jaya dengan harga Rp3 juta per meter per segi. Harga itu disepakati tanpa melakukan kajian internal lebih dulu.
Penawaran itu tidak mengartikan Perumda Sarana Jaya membeli lahan dengan harga lebih murah. Harga lahan sekitaran lokasi hanya Rp2 juta per meter persegi.
Ketidaknormalan harga itu sudah diketahui Yoory. Tapi, dia malah meminta data dari KJPP diabaikan.
Total, Perumda Sarana Jaya menyepakati Rp371,5 miliar untuk pembelian lahan dengan PT Totalindo Eka Persada. Padahal, lahan itu sejatinya milik PT Nusa Kirana Real Estate.
Negara ditaksir merugi Rp223,8 miliar atas permainan kotor itu. Data itu didapatkan dari laporan investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (Sumber)