Jaksa Penuntut Umum (JPU) memaparkan sejumlah pertimbangan dalam membuat berkas dakwaan terhadap terdakwa kasus penipuan Ted Sioeng. Pebisni itu diketahui dituntut hukuman 3 tahun 10 bulan penjara.
Jaksa Setyo Wicaksono menyatakan, salah satu alasan Ted dituntut hampir empat tahun yakni lantaran akibat perbuataannya menyebabkan Bank Mayapada mengalami kerugian hingga Rp133 miliar.
“Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa (Ted) mengakibatkan kerugian PT Bank Mayapada Internasional Tbk sebesar Rp133 miliar,” ujar Jaksa Setyo saat membacakan surat tuntutan, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2025).
Lebih lanjut, Setyo mengatakan bahwa Ted kabur ke luar negeri usai karena tidak kooperatif dalam penyidikan perkara penipuan. Akibatnya, ia masuk dalam daftar buronan Interpol selama proses penyidikan dengan Surat perintah pencarian orang dari Interpol dikeluarkan pada 27 April 2023.
“Terdakwa tidak kooperatif dalam proses penyidikan dengan melarikan diri ke luar negeri setelah melakukan perbuatan tersebut dan menjadi buronan Interpol sebagaimana tertuang dalam surat yang dikeluarkan oleh Interpol,” ucap Setyo.
Sementara itu, Setyo menyebut bahwa satu-satunya hal yang meringankan tuntutan terhadap Ted adalah karena ia belum pernah dihukum sebelumnya.
“Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” ujar Setyo.
Jaksa Tuntut Ted Sioeng
Sebelumnya, pebisnis Ted Sieong dituntut 3 tahun 10 bulan penjara. Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang akan memutuskan perkara ini.
Jaksa Setyo meyakini bahwa Ted melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP terkait peminjaman kredit di Bank Mayapada.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ted Sieong selama 3 tahun dan 10 bulan, dengan dikurangi masa tahanan sementara, serta memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” ujar Jaksa Setyo dalam sidang di ruang sidang 5 PN Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2025).
Selain itu, Ted Sieong dituntut untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5 ribu. Namun, ia tidak dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti maupun denda.
“Biaya perkara sebesar Rp5 ribu,” kata jaksa.
Sebelumnya, Ted Sieong didakwa melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar terhadap PT Bank Mayapada Internasional Tbk.
Menurut JPU Setyo Wicaksono, kasus ini bermula pada Agustus 2014 hingga Agustus 2022. Saat itu, Ted mengajukan pinjaman kredit bertahap hingga mencapai Rp203 miliar.
“Terdakwa Ted Sieong pada 5 Agustus 2014 mengajukan pinjaman sebesar Rp70 miliar kepada PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Jaminannya berupa personal guarantee atas nama terdakwa. Tujuan pinjaman tersebut adalah untuk membeli 135 vila di Vila Taman Buah, Puncak, Cianjur. Dana pengembaliannya direncanakan berasal dari penjualan dan penyewaan vila,” kata JPU.
Seiring waktu, Ted mengajukan tambahan pinjaman untuk berbagai keperluan, termasuk pembelian apartemen. Namun, aset yang dijadikan jaminan, seperti tanah dan bangunan, ternyata tidak sesuai dengan klaimnya.
Hingga April 2021, total pinjaman Ted Sieong mencapai Rp203 miliar. Dari jumlah tersebut, ia baru mengembalikan Rp70 miliar. Mulai Agustus 2022, ia tidak lagi membayar pokok maupun bunga pinjaman, lalu melarikan diri ke luar negeri.
Ted sempat menjadi buronan internasional dan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Interpol melalui Red Notice. Akibat perbuatannya, Bank Mayapada mengalami kerugian sebesar Rp133 miliar.
Sepak Terjang Ted Sioeng
Ted Sieong diketahui sempat menjadi buronan internasional dan telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Interpol melalui red notice. Kemudian Ted Sioeng tertangkap oleh Kepolisian di RRC dan selanjutya diserahkan ke Hubinter Polri sebagai tahanan buronan internasional POLRI.
Dari penelusuran, diketahui juga kalau Ted bukanlah orang sembarang. Pada 1980-an Ted dikenal dengan nama Gatot Sundut. Hal ini merujuk dari Ted yang diduga kerap mengakali klaim asuransi dengan cara membakar aset atau menenggelamkan kapal yang ia miliki.
Aksi Ted Sioeng menjadi pergunjingan dan sampai ke telinga pemerintah Orde Baru. Alhasil, Gatot menjadi incaran aparat penegak hukum, karena dianggap meresahkan. Namun, Ted Sioeng yang lebih dahulu mengetahui bocoran mengenai rencana pemerintah kala itu, dan langsung melarikan diri ke luar negeri.
Di AS, Ted kembali bermasalah. Banyak kasus hukum menderanya. Mulai dugaan pemalsuan rokok dan dugaan suap era Presiden Bill Clinton. Ia akhirnya dinyatakan persona non grata di AS, dan memilih untuk kabur ke China lewat Hong Kong dan Makau.
Meski sempat tertangkap, kedekatan dengan pejabat lokal membuat Ted aman di China.
The Times melaporkan, sebagaimana dikutip Los Angeles Times pada 18 Mei 1997, penyelidikan Sioeng berasal dari komunikasi rahasia antara Beijing dan kedutaan besar China di Washington yang dicegat oleh intelijen AS.
Komunikasi tersebut diduga menguraikan rencana rahasia untuk memperluas pengaruh China dalam proses politik AS. Sioeng dan keluarganya segera membantah tudingan sebagai mata-mata Tiongkok.
Selama penyelidikan, Komite menerima informasi terbatas mengenai rencana Beijing untuk mempromosikan kepentingan Pemerintah China di Amerika Serikat selama siklus pemilu 1996.
Sebagian besar kekayaan Sioeng diperoleh setelah pemerintah China memberinya hak untuk mengekspor merek rokok paling populer di negara itu, Red Pagoda Mountain (Hong Ta Shen). Catatan menunjukkan keluarganya memiliki hotel, kondominium mewah, dan bisnis lain di daerah Los Angeles.
Namun menurut sumber inilah.com, pada bisnis rokok di AS Ted Sioeng kabarnya memalsukan rokok merek Marlboro, sehingga seorang anaknya yang bernama Yopie Gatot Elnitiarta harus meringkuk dibalik jeruji besi. Ted Sioeng pun dipersona non grata dan melarikan diri ke China melalui Hongkong dan Makau diduga dengan memakai paspor palsu.
Ia kemudian kembali ke Indonesia dan memperoleh kewarganegaraan dengan nama Ted Sioeng.
Kembalinya Gatot ke Indonesia dengan menggunakan nama baru Ted Sioeng, seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Dwi Kewarganegaraan UU ini menganut asas kewarganegaraan tunggal, sehingga tidak akan ada lagi seseorang warga negara Indonesia yang memiliki dwi kewarganegaraan.(Sumber)