Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto, menyoroti keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan kenaikan pangkat kepada Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel.
Langkah ini menuai kritik, baik dari kalangan sipil maupun militer.
“Prabowo bahkan menaikkan pangkat mayor Tedy di tengah kritik yang luas dari kalangan sipil maupun militer,” ujar Gigin di X @giginpraginanto (14/3/2025).
Dikatakan Gigin, keputusan tersebut mencerminkan bagaimana Prabowo ingin menunjukkan bahwa dirinya berada di atas konstitusi.
“Bagi Prabowo keberadaan Tedy sangat penting sebagai etalase bahwa dirinya berada di atas konstitusi,” cetusnya.
Ia melihat bahwa seolah-olah aturan harus mengikuti keinginan Prabowo selaku Presiden, bukan sebaliknya.
“Artinya konstitusi harus mengikuti kemauannya. Dia tak paham UU dan prosedur kenaikan pangkat sehingga seenaknya saja menaikkan pangkat anak buahnya,” imbuhnya.
Ia juga membandingkan situasi ini dengan posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang menurutnya sejak awal bergantung pada faktor keluarga.
“Sama dengan Wapres, sejak awal tergantung pada ayahanda,” tandasnya.
Gigin menyinggung perjalanan karier militer yang dianggapnya mendapat dukungan dari orang-orang berpengaruh di lingkaran kekuasaan.
“Masuk Akmil ketika ayahnya (Soemitro Djojohadikusumo) menjadi menteri. Menjadi jendral ketika mertuanya (Soeharto) menjadi penguasa republik,” kuncinya.
Terpisah, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menanggapi polemik terkait Letkol Inf Teddy Indra Wijaya, yang ditunjuk sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab).
Maruli menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan kewenangan Panglima TNI dan dirinya sebagai KSAD.
“Ngomongin tentang Letkol Teddy, itu kan kewenangan Panglima, kewenangan saya,” ujar Maruli.
Dikatakan Maruli, jika Presiden telah mempertimbangkan seseorang mampu membantu dan mengoordinasikan tugas tertentu, maka pemberian pangkat lebih tinggi bukanlah suatu masalah.
“Ada orang yang sudah dianggap oleh Presiden bisa membantu, mengkoordinasikan, kita kasih pangkat lebih tinggi. Apa masalahnya?” katanya.
Maruli juga menyinggung soal pengalaman penugasan di Papua yang sering dijadikan argumen dalam polemik ini.
Ia mengungkapkan bahwa hanya sebagian kecil prajurit yang benar-benar terlibat dalam pertempuran di Papua.
“Penugasan Papua yang bertempur betul itu mungkin gak nyampe 5 persen. Yang lain di Papua pinggiran, saya tahu persis,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menantang pihak-pihak yang mempertanyakan kenaikan pangkat Letkol Teddy dengan alasan senioritas atau pengalaman tempur.
“Jadi yang ribut-ribut kalau misalnya betul ada tentara yang komplain kenapa ini duluan, dia yang bertempur gak ada yang naik, saya pengen tahu orangnya siapa. Betul gak dia pernah bertempur, cek betul, pernah perang gak dia?” katanya.
Maruli bahkan menyindir bahwa mereka yang paling vokal dalam protes sering kali bukan orang-orang yang memiliki pengalaman tempur nyata.
“Biasanya yang gak pernah perang itu bacotnya terlalu banyak,” kuncinya.
Sebelumnya diketahui, kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi tersebut tertuang dalam Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025.
Surat berstempel TU Kasum TNI tersebut dikeluarkan pada hari ini, Kamis (6/3/2025).
Surat tersebut menerangkan bahwa untuk Kenaikan Pangkat Regular Percepatan (KPRP) dari Mayor ke Letkol perlu dikeluarkan surat perintah.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan, kenaikan pangkat Mayor Teddy sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di TNI.
“Itu sudah sesuai dengan ketentuan yg berlaku di TNI dan dasar perundang-undangan (Perpres), secara Administrasi juga semua sudah dipenuhi,” tegasnya. (Sumber)