Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut ada yang mencoba membenturkan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Siapa yang dimaksud AHY?
Pengamat politik dari Politika Research & Consulting (PRC), Nurul Fatta, melihat kemungkinan besar dinamika tersebut justru berakar dari ketegangan di internal koalisi pemerintahan.
“Kalau memang ada yang ingin membenturkan, itu bukan publik, tetapi sesama elit di internal koalisi atau kabinet,” kata Fatta, Rabu (19/3/2025).
Fatta menduga, pemotongan pernyataan SBY yang menyoroti reformasi TNI bisa menjadi pemicu munculnya polemik.
Dalam videonya, SBY menegaskan perwira aktif TNI tidak seharusnya menduduki jabatan sipil sebelum pensiun.
“Itu salah satu doktrin yang kami keluarkan dulu pada saat reformasi TNI. Kalau mau berpolitik, pensiun,” ujar SBY.
Namun, kebijakan Prabowo justru mengarah pada hal yang berbeda. Presiden menunjuk Mayor Teddy Indra Wijaya—seorang perwira aktif sebagai Sekretaris Kabinet.
Selain itu, wacana penempatan lebih banyak TNI dalam jabatan sipil semakin menguat seiring dengan pembahasan RUU TNI di DPR.
Pernyataan SBY ini kemudian dianggap oleh sebagian pihak sebagai kritik terhadap kebijakan pemerintahan Prabowo.
Namun, Fatta menilai bahwa kritik tersebut seharusnya tidak serta-merta dikategorikan sebagai upaya membenturkan kedua tokoh.
“Publik hanya melihat ada kontradiksi antara doktrin reformasi yang disuarakan SBY dan kebijakan Presiden Prabowo,” kata Fatta.
“Kritik ini seharusnya dipandang sebagai bagian dari dinamika demokrasi, bukan sekadar intrik politik,” sambungnya.
Di sisi lain, AHY menyebut bahwa pernyataan SBY telah dipotong-potong dan dijadikan alat untuk membangun narasi adanya ketegangan antara kedua tokoh.
“Ada yang mencoba membenturkan orang tua kita, Pak SBY dengan Presiden Prabowo. Kalimatnya dipotong-potong, tidak kontekstual, hanya ingin mendapatkan perhatian,” kata AHY.
Meskipun AHY menegaskan bahwa hubungan SBY dan Prabowo tetap terjaga, isu ini belum mereda. Fatta menilai bahwa reaksi berlebihan terhadap kritik ini justru mengundang tanda tanya baru.
“Jika ada yang melihat kritik ini sebagai ancaman atau upaya benturan, maka pertanyaannya justru, siapa yang merasa terancam?,” kata dia.
“Apakah ini sekadar pertahanan politik, atau ada dinamika yang lebih kompleks di dalam pemerintahan Prabowo yang belum terungkap ke publik?,” tambah Fatta.
Dalam politik, lanjut dia, narasi adu domba bukanlah hal baru. Karenanya, menjadi pertanyaan besar apakah benar ada pihak yang sengaja memanfaatkan pernyataan SBY untuk menciptakan ketegangan.
Berikut pertanyaan apakah ini bagian dari manuver politik internal yang mulai muncul ke permukaan. (Sumber)