Meski Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan adanya pertumbuhan setoran pajak sebesar 6,6 persen hingga Maret 2025, masih ada kekhawatiran. Bahwa penerimaan pajak 2025 bakal meleset dari target sebesar Rp2.189,3 triliun.
Ekonom senior yang juga founder Bright Institute, Awalil Rizky mengkhawatirkan terjadinya shortfall atau penerimaan pajak yang meleset dari target pada tahun ini. Indikatornya, kinerja pajak hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) belum optimal.
Di dua bulan pertama 2025, kata Awalil, realisasi setoran pajak lebih buruk ketimbang dua bulan awal di 2024. Padahal, setoran pajak tahun lalu tidaklah bagus-bagus amat. Bahkan layak disebut jeblok karena mengalami shortfall. Pertama kali terjadi dalam 4 tahun APBN.
“Dengan awalan kinerja yang tidak menggembirakan, terdapat risiko shortfall yang lebih dalam,” kata Awalil dikutip Rabu (19/3/2025).
Asal tahu saja, Sri Mulyani, menyampaikan, pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun, Atau turun 20,82 persen dibanding periode yang sama di 2024 sebesar Rp400,36 triliun.
Untuk komponen setoran pajak yang masuk ke kas negara hanya Rp187,8 triliun, terkontraksi 30,19 persen dibandingkan Februari 2024 sebesar Rp269,02 triliun.
Sedangkan PNBP hanya terkumpul Rp76,4 triliun, atau turun 4,15 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 79,71 triliun. Beda nasib dengan bea dan cukai yang justru naik 2,13 persen dibandingkan Februari 2024 Rp51,50 triliun, menjadi Rp52,6 triliun.
“Target APBN 2024 saja tidak capai, hanya sebesar 97,2 persen dari target, atau mengalami shortfall 2,8 persen. Dengan kinerja hingga Februari, kemungkinan besar akan tak mencapai target. Kinerja penerimaan pajak ini juga dipengaruhi oleh batalnya kenaikan PPN secara menyeluruh, padahal telah diperhitungkan dalam target,” kata Awalil.
Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menganggap, selain karena batalnya kenaikan tarif PPN pada 2025 untuk seluruh barang dan jasa, merosotnya setoran pajak juga dipicu melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, hingga masalah sistem Coretax sejak diimplementasikan pemerintah pada 1 Januari 2025.
Permasalahan inilah yang ia anggap akan semakin memperburuk setoran pajak hingga komponen pendapatan negara lainnya sepanjang tahun ini. Ditambah sejumlah faktor yang diakui pemerintah, seperti pemburukan harga komoditas hingga masalah lebih bayar akibat kebijakan tarif efektif rata-rata atau TER.
“Penurunan ini menunjukkan masalah struktural dalam perekonomian, seperti melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, dan gangguan dalam administrasi perpajakan akibat implementasi sistem Coretax yang belum matang,” kata Syafruddin.(Sumber)