Tekno  

China Sukses Kembangkan Zuchongzhi 3.0, Chip Kuantum Tercepat di Muka Bumi

Persaingan di dunia komputasi kuantum semakin memanas. Google pernah mengguncang industri dengan prosesor Sycamore. Tapi, kini China membawa gebrakan baru. Mereka mengklaim telah mencapai supremasi kuantum dengan chip yang kecepatannya di luar bayangan.

Para ilmuwan dari University of Science and Technology of China (USTC) memperkenalkan Zuchongzhi 3.0, prosesor kuantum 105 qubit yang diklaim 1 kuadriliun kali lebih cepat dari superkomputer terbaik dunia. Klaim ini bukan main-main sebab hasil pengujian yang dipublikasikan dalam jurnal Physical Review Letters menunjukkan performa yang jauh melampaui teknologi sebelumnya. Lantas, seberapa besar dampaknya bagi dunia komputasi?

1. Lompatan besar dalam komputasi kuantum

Zuchongzhi 3.0 membawa peningkatan signifikan dibanding pendahulunya. Chip ini menggunakan 105 qubit berbasis superkonduktor yang mampu menangani tugas jauh lebih kompleks. Para ilmuwan mengujinya dengan metode random circuit sampling (RCS), teknik yang sering dipakai untuk mengukur kecepatan prosesor kuantum.

Hasilnya mengejutkan. Zuchongzhi 3.0 menyelesaikan tugas dalam hitungan detik. Sementara Frontier, superkomputer tercepat kedua di dunia, diperkirakan butuh hampir 5,9 miliar tahun untuk menyelesaikan tugas yang sama. Jika benar demikian, komputasi kuantum kini berada di level yang hampir tak terjangkau oleh sistem klasik.

2. Google mendapat tantangan serius
Google bukan pendatang baru di dunia komputasi kuantum. Pada 2024, mereka memperkenalkan Willow QPU yang sempat mencatatkan hasil luar biasa. Namun, kehadiran Zuchongzhi 3.0 membuat posisi mereka terasa kurang aman.

Dilansir Live Science, dalam sebuah pengujian mampu Zuchongzhi 3.0 menyelesaikan tugas 1 juta kali lebih cepat dibanding Sycamore, prosesor kuantum Google yang sebelumnya menjadi tolok ukur. Meski begitu, Google masih memiliki keunggulan dalam tingkat ketepatan operasi kuantum atau gate fidelity.

Willow QPU mencatatkan ketepatan gerbang kuantum tunggal sebesar 99,97 persen dan gerbang dua qubit sebesar 99,86 persen yang sedikit lebih tinggi dari Zuchongzhi 3.0 di angka 99,90 persen dan 99,62 persen. Persaingan ini memperlihatkan bahwa kedua tim riset masih terus beradu inovasi.

3. Teknologi yang membuka kemungkinan baru

Keunggulan Zuchongzhi 3.0 tak datang begitu saja. Para ilmuwan melakukan berbagai penyempurnaan dalam desain dan fabrikasi qubit. Mereka menggunakan bahan seperti tantalum dan aluminium untuk mengurangi gangguan yang bisa memengaruhi kestabilan qubit. Selain itu, metode flip-chip dengan sambungan indium diterapkan untuk meningkatkan presisi sekaligus mengurangi tingkat kesalahan.

Perubahan ini berdampak besar. Chip ini kini mampu mempertahankan keadaan superposisi lebih lama sehingga memungkinkan perhitungan lebih kompleks dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi. Dalam dunia komputasi kuantum, stabilitas adalah kunci utama. Tampaknya tim USTC berhasil membawa teknologi ini ke level berikutnya.

4. Supremasi kuantum masih diperdebatkan

Meski pencapaian ini terdengar luar biasa, supremasi kuantum masih menjadi perdebatan. Beberapa ilmuwan menilai bahwa metode RCS lebih menguntungkan sistem kuantum dibandingkan komputer klasik. Jika algoritma komputer klasik terus berkembang, kesenjangan performa ini bisa saja semakin mengecil.

Situasi serupa pernah terjadi pada 2019, saat Google pertama kali mengklaim supremasi kuantum. Kala itu, ilmuwan menemukan cara untuk meningkatkan performa komputer klasik dengan algoritma yang lebih efisien. Artinya, meski prosesor kuantum terus mengalami kemajuan, bukan tak mungkin sistem klasik akan mengejar ketertinggalannya.

5. Masa depan komputasi yang makin menjanjikan

Terlepas dari perdebatan yang ada, pencapaian ini membuka peluang besar di berbagai bidang. Komputer kuantum diyakini dapat membawa revolusi dalam riset obat, kecerdasan buatan, hingga simulasi fisika yang kompleks. Dengan pengembangan yang terus berlanjut, era baru dalam teknologi komputasi mungkin tinggal menunggu waktu.

Zuchongzhi 3.0 telah menegaskan posisi China dalam persaingan komputasi kuantum. Namun, Google dan tim riset lain tentu tak akan tinggal diam. Karena inovasi yang berkembang begitu cepat, pertarungan menuju supremasi kuantum masih jauh dari kata selesai.(Sumber)