Sebagian warga Desa Suger Kidul di Jember, Jawa Timur, melaksanakan salat Idulfitri 2025/1446 Hijriah pada hari ini, Minggu (30/3/2025). Mereka memutuskan merayakan Lebaran lebih awal dan tidak mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pelaksanaan salat Id dilakukan di beberapa tempat, di antaranya di Masjid Salafiyah Syafi’iyah dan di kompleks Pondok Pesantren Mahfilud Duror, Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, yang terletak di perbatasan Kabupaten Jember dan Bondowoso.
Sebelumnya, warga Desa Suger Kidul sudah melaksanakan puasa Ramadan lebih awal, yaitu pada Jumat (27/3/2025). Dengan demikian, mereka telah berpuasa selama 30 hari penuh.
Salah satu warga, Irwanto mengatakan bahwa setiap tahun wilayah Suger Kidul memang sudah terbiasa merayakan Idulfitri lebih awal. Hal ini karena mereka mengacu pada kitab salaf Nushatul Majaalis Wa Muntahabul Nafaais karya Syaikh Abdurrohman As-Sufuri As-Syafi’i, yang sudah diterapkan sejak ratusan tahun lalu.
“Rata-rata warga Desa Suger Kidul melaksanakan salat Idulfitri di dua pesantren, yaitu di Ponpes Salafiyah Syafi’iyah dan Pondok Pesantren Mahfilud Duror di sisi selatan sini,” ungkap Irwanto kepada Beritasatu.com, Minggu (30/3/2025).
Dalam kitab tersebut, penentuan awal Ramadan dilakukan dengan metode hisab, yaitu perhitungan lima hari dari Ramadan sebelumnya. “Ada juga warga dari luar Jember, seperti Bondowoso, yang mengikuti tradisi ini, selain warga Jember sendiri,” tambah Irwanto.
Sementara itu, pelaksanaan salat Idulfitri di Desa Suger Kidul juga mendapat pengamanan dari pihak kepolisian, TNI, serta tim pengamanan dari warga setempat.
“Alhamdulillah, kami dari tiga pilar melaksanakan pengamanan dengan baik. Situasi hingga saat ini tetap tertib, aman, dan lancar. Masyarakat merasa terbantu, terutama karena wilayah ini merupakan jalan raya perbatasan antara Bondowoso dan Jember yang sering padat kendaraan,” kata Kapolsek Jelbuk AKP Brisan Imanulla.
Warga Desa Suger Kidul sudah terbiasa dengan perbedaan dalam mengawali puasa Ramadan dan melaksanakan salat Idulfitri. Perbedaan tersebut mereka anggap sebagai sebuah anugerah dan bukan penghalang untuk menjaga kerukunan dan kebersamaan di antara mereka. (Sumber)