News  

Kenapa Indonesia Masih Diguyur Hujan di Awal Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Beberapa warganet di media sosial X menyoroti hujan yang masih mengguyur wilayah Indonesia pada April 2025.

Padahal, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa sebagian wilayah Indonesia memasuki awal musim kemarau mulai April 2025.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (14/3/2025), wilayah tersebut mencakup Lampung bagian timur, pesisir utara Jawa bagian barat, pesisir Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut akun @pw***, Kamis (3/4/2025), Kota Solo, Jawa Tengah, masih dilanda hujan padahal bulan Maret yang merupakan periode musim hujan sudah berlalu.

Warganet lainnya melalui akun @nnn****, Kamis (3/4/2025), juga merasa heran karena hujan dalam intensitas lebat disertai angin kencang masih terjadi pada awal April 2025.

“ini jakarta hrus bgt kah tbt hujan,” cuit akun @wish****, Jumat (4/4/2025).

“Vibes Malang baru berasa di suhu segini *efek hujan tiap hari,” twit akun @oren****, Kamis (3/4/2025).

Lalu, kenapa hujan masih terjadi pada April 2025 padahal wilayah Indonesia masuk awal musim kemarau 2025?

Penyebab hujan masih terjadi pada April 2025
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, wilayah Indonesia masih berpotensi dilanda hujan mulai Jumat (4/4/2025) hingga Kamis (10/4/2025).

Berikut penjelasannya:

1. Kemunculan Madden-Julian Oscillation (MJO) spasial dan gelombang Kelvin, Rossby Ekuator serta Low Frequency
Andri menjelaskan, MJO secara spasial diprediksi aktif di Laut Andaman, perairan utara Sabang, Aceh bagian utara, Kalimantan Selatan, Selat Makassar bagian selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT, Teluk Bone, Laut Banda, dan Laut Arafuru.

Kombinasi MJO dan gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, serta Low Frequency di beberapa lokasi.

Wilayah tersebut mencakup Laut Natuna Utara, Kalimantan Utara, Selat Makassar bagian utara, Sulawesi Utara, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Maluku Utara, dan Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.

“Sehingga berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut,” ujar Andri dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (4/4/2025).

2. Sirkulasi siklonik dan konvergensi
Sementara itu, sirkulasi siklonik yang berada di Samudra Hindia barat daya Lampung, perairan barat laut Aceh, Laut Natuna, Samudra Hindia Tenggara NTT, dan Maluku Utara membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi).

Fenomena tersebut memanjang dari Sumatera bagian barat hingga selatan, Laut Natuna, Laut Halmahera hingga Sulawesi Utara, dan Maluku hingga Papua Barat Daya.

Konvergensi juga terpantau memanjang di perairan barat daya Aceh, Selat Malaka, Kalimantan Barat hingga Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat hingga perairan Maluku, dan Kepulauan Papua.

3. Kemunculan konfluensi
BMKG turut mendeteksi daerah pertemuan angin (konfluensi) Laut China Selatan dan perairan selatan Jawa.

Andri menjelaskan, kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan ketinggian gelombang laut di sekitar sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi atau konfluensi yang dilaluinya.

4. Labilitas lokal kuat
Faktor lain yang membuat hujan masih turun pada awal April 2025 adalah labilitas lokal kuat.

Andri menyampaikan, fenomena tersebut mendukung proses konvektif pada skala lokal di beberapa wilayah.

Wilayah tersebut mencakup Sumatra bagian utara hingga tengah, sebagian besar Jawa, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Daerah lainnya adalah Gorontalo, Pulau Sulawesi kecuali Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.

“Merujuk pada kondisi atmosfer di atas, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca signifikan ini dengan selalu memperbarui informasi cuaca dan memperbaiki kondisi lingkungan,” saran Andri.(Sumber)