Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat-Universitas Indonesia (LPEM-UI), Teuku Riefky menyebut laporan Bank Dunia atau World Bank tentang 60,3 penduduk Indonesia masuk kategori miskin, menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah.
Dia mengatakan, temuan Bank Dunia itu, cukup masuk akal. Saat ini, jumlah kelas menengah yang turun kelas di Indonesia, jumlahnya cukup besar.
“Jadi memang kita perlu terus meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi apakah karena kelas menengah kita juga turun? Ya tentu itu. Artinya kalau kelas menengah kita kemarin tidak turun, mungkin jumlah masyarakat yang tergolong miskin yang dihitung dengan standar baru, bisa lebih rendah,” kata Riefky kepada Inilah.com di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Asal tahu saja, Badan Riset dan Inovasi Nasional pernah menghitung adanya penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia. Pada 2019, jumlahnya mencapai 57,33 juta jiwa. Selanjutnya pada 2023, jumlah kelas menengah melorot menjadi 48,27 juta jiwa.
Laporan Bank Dunia juga menyebut, jumlah rakyat miskin di Indonesia tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara. Riefky menegaskan, tim ekonomi yang dipercaya Presiden Prabowo Subianto, perlu segera mengambil kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja formal, serta menumbuhkan perekonomian berkualitas.
“Ini bisa macam-macam, seperti meningkatkan iklim investasi, mengurangi perburuan rente, mengurangi hambatan impor, serta berbagai kebijakan yang mempengaruhi produktivitas dan daya saing industri dalam negeri,” ujarnya.
Mengingatkan saja, laporan Bank Dunia bertajuk Macro Poverty Outlook April 2025, mengumbar informasi yang tak mengenakkan kuping. Pada 2024, sebanyak 60,3 persen atau setara 172 juta penduduk Indonesia jatuh miskin. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024, mencatat, jumlah penduduk miskin hanya 24,06 juta jiwa.(Sumber)