News  

MUI Imbau Umat Islam Jabar Tolak Bansos Dedi Mulyadi Jika Dipaksa Vasektomi: Ada Sumber Rezeki Lain!

Meskipun mendapatkan banyak kritik, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tetap pada pendiriannya terkait wacana mewajibkan pria penerima bantuan sosial untuk menjalani program Keluarga Berencana (KB) dengan vasektomi

edi Mulyadi menyebut kebijakan keluarga berencana (KB) untuk laki-laki dengan vasektomi adalah upaya untuk menjaga keseimbangan ekonomi.

Selain itu, kata dia, KB juga merupakan program Nasional.

Bahkan, dirinya mengaku telah berkomunikasi dengan Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana.

“Saya sudah komunikasi langsung dengan menterinya, dan beliau tegaskan program ini legal,” ujar Dedi Mulyadi, Sabtu (3/5/2025).

Kebijakan vasektomi ini, kata dia, bukan untuk disalahgunakan bebasnya berhubungan suami istri dan tidak mematikan kejantanan laki-laki.

Tapi, vasektomi berperan untuk menjaga keseimbangan perekonomian.

“Sejak saya jadi anggota DPR, menemukan orang yang anaknya banyak, saya bantu kemudian karena anaknya sudah banyak banget, boleh deh kamu ikutin program vasektomi. Prinsip dasar orang yang keluarga anaknya sudah banyak menerima bantuan sosial, tidak akan punya implikasi apapun bagi kehidupan,” katanya.

Menurutnya program keluarga berencana pun memiliki banyak cara dan pilihan, bukan hanya vasektomi. Tapi, bisa juga menggunakan alat pengaman.

“Banyak dong alternatif lain, tetapi saya tetap menekankan yang menjadi pesertanya laki-laki, karena laki yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anaknya,” ucapnya.

Vasektomi sendiri merupakan program yang memblokir saluran sperma sehingga tidak bisa sampai membuahi.

Namun program ini bisa dikembalikan atau disambungkan kembali disebut Vasektomi Reversal/Rekanalisasi.

Prosedur ini, dilakukan untuk menyambung kembali saluran sperma yang dipotong selama vasektomi, sehingga sperma dapat kembali mengalir ke air mani.

“Fatwa haram kan di antaranya satu mematikan reproduksi yang kedua tujuannya untuk menghindari punya anak dengan cari perempuan lain kan seperti itu.

Nah, kemudian kalau kemudian dipasang dan nanti bisa dibuka lagi dan bereproduksi lagi, tinggal persoalannya adalah kebijakan untuk laki-laki berkeluarga berencana itu adalah kan bukan kebijakan permanen.

Misalnya begini, ketika dia hari ini punya anak dua, kemudian nanti jadi kaya pengen nambah lagi, kan bisa lagi dibuka lagi kemudian bereproduksi lagi,” ucapnya.

Kritik dari Cak Imin

Muhaimin Iskandar atau Cak Imin Menko Bidang Pemberdayaan dengan tegas menolak usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengusulkan vasektomi sebagai syarat bagi pria untuk menerima bantuan sosial (bansos).

Pernyataan ini disampaikan Cak Imin usai menghadiri acara peringatan Waisak nasional PKB di Gedung Nusantara IV DPR, Senayan, Jakarta, pada Sabtu (3/5/2025).

Dalam pernyataannya, Cak Imin menegaskan bahwa tidak ada aturan yang menetapkan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bansos.

“Nggak ada, nggak ada. Nggak ada syarat itu,” ujar Cak Imin usai menghadiri acara peringatan Waisak nasional PKB di Gedung Nusantara IV DPR, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/5/2025).

Ia menekankan bahwa pemerintah sudah memiliki aturan yang jelas terkait syarat penerima bansos dan tidak boleh ada pihak yang membuat aturan sendiri di luar ketentuan tersebut.

“Aturan nggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” ujarnya.

Usulan Dedi Mulyadi sebelumnya menuai kontroversi karena dianggap menyentuh ranah hak asasi manusia (HAM) dan aspek agama.

“Jangan membebani reproduksi hanya ke perempuan. Perempuan jangan menjadi orang yang menanggung beban dari reproduksi, harus laki-laki,” ucap dia dalam agenda Gawe Rancage Pak Kades jeung Pak Lurah di Bandung, dikutip dari ANTARA, Selasa (29/4).

Dikecam MUI

Di sisi lain, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengecam kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang memiliki wacana penerima bantuan sosial (bansos) harus menjalani vasektomi sebagai syarat utama.

Menurutnya wacana kebijakan vasektomi jadi syarat bagi penerima bansos tersebut dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama.

“Islam melarang pemandulan permanen. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran. Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus,” tulis Kiai Cholil dikutip Warta Kota dari akun X, Jumat (2/5/2025)

Kiai Cholil menilai, harusnya pemerintah membuka lapangan kerja seluas-luasnya demi mengatasi pengangguran dan kemiskinan.

“Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja bukan menyetop orang miskin lahir. Inilah pentingnya dana sosial,” katanya

Dia pun menyarankan kepada umat Muslim agar sebaiknya tidak mengambil jatah bansos apabila syarat yang diwajibkan harus vasektomi

“Saya sarankan kepada yang muslim kalau syarat ambil bansos adalah vasektomi maka tak usah daftar bansos. Insya Allah saudara-saudara ada jalan lain rezekinya,” ungkapnya

Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan ini sebagai upaya mengurangi angka kemiskinan dan mengendalikan jumlah penduduk di Jawa Barat.

Dedi Mulyadi pun mengiming-imingi akan memberi intensif Rp500 ribu bagi suami yang siap melakukan vasektomi.

Namun iming-iming insentif itu seolah ada pemaksaan untuk para suami yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Diketahui, vasektomi adalah prosedur kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memutus saluran sperma dari buah zakar.

Dengan demikian, air mani tak akan mengandung sperma, sehingga kehamilan dapat dicegah.

Berpotensi langgar HAM

Kritikan terhadap kebijakan itu juga datang dari Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran (Unpad), Yogi Suprayogi.

Menurutnya wacana kebijakan vasektomi jadi syarat bagi penerima bansos tersebut dinilai tidak beretika.

“Tidak ada etika kebijakan, tapi boleh saja itu rasional, namun tidak ada etikanya. Apalagi dengan kultur kita Indonesia,” katanya saat dihubungi TribunJabar.id, Rabu (30/4/2025).

Yogi mengatakan bahwa , prosedur melakukan vasektomi tidak bisa dilakukan sembarangan.

Karena, lanjut dia, jika terjadi kesalahan prosedural, tidak ada jaminan bagi suami yang menjalani vasektomi.

“Prosedur ini kan gak bisa seenaknya saja, karena kalau nanti terjadi kesalahan hanya dapat uang Rp500 ribu dan gak ada asuransinya.”

“Harus ada prosedur kontrak dulu, jadi kebijakannya buat saya tidak beretika, kalau tepat ya tepat saja untuk mengendalikan penduduk,” terangnya.

Yogi pun meminta agar Dedi Mulyadi mengkaji ulang untuk menerapkan kebijakan vasektomi tersebut.

Ia juga menyarankan untuk dilakukan koordinasi dengan kedokteran, apakah memungkinkan atau tidak untuk menerapkan kebijakan ini.

“Nah saya pikir Kang Dedi harus meninjau ulang lah kebijakan ini, karena dalam kebijakan itu ada etika ya.”

“Dan etika itu harus dijaga dan diperhatikan jangan sampai ada masalah,” tandasnya.

Yogi menambahkan, terkait kebijakan tersebut, jangan sampai terjadi kontra produktif terhadap pertumbuhan penduduk.

Sebab, menurutnya, masih ada cara lain yang bisa digunakan untuk mengendalikan jumlah penduduk dan menekan angka kemiskinan di Jawa Barat.

“Kalau kontrasepsi yang lain itu masih memungkinkan, tetapi vasektomi ini aneh, tidak jelas.”

“Apalagi jumlah penduduk di Jabar belum menjadi ancaman, contohnya kalau gak salah di Depok sudah mulai berkurang,” terangnya.

Mulanya, wacana ini disampaikan Dedi Mulyadi menyoroti banyaknya keluarga tak mampu yang memiliki banyak anak.

Dedi Mulyadi tak ingin bantuan dari pemerintah hanya mengalir untuk keluarga yang sama dalam jangka waktu lama.

“Seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan Keluarga Berencana. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga.”

“Yang dapat beasiswa keluarga dia, yang kelahirannya dijamin keluarga dia, yang dapat bantuan perumahan keluarga dia, yang dapat bantuan pangan non-tunai keluarga dia. Nanti uang numpuk di satu keluarga,” urai Dedi, dilansir YouTube KompasTV, Rabu (30/4/2025).

Ia juga menyinggung bantuan biaya melahirkan bagi ibu dari keluarga tak mampu yang kini naik kelas dengan proses caesar, menelan biaya hingga Rp25 juta.

Atas hal itu, Dedi mengimbau kepada keluarga tak mampu untuk berhenti memiliki anak jika tak bisa menafkahi.

“Makanya, berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup menafkahi,” terangnya.

Ia lantas mewacanakan vasektomi bagi penerima bansos.

Dedi Mulyadi berharap, dengan kebijakan vasektomi, angka kelahiran dan kemiskinan di Jabar bisa turun.

“Untuk itu, (vasektomi) ya agar kelahirannya diatur dan angka kemiskinan turun.”

“Karena hari ini kan yang cenderung anaknya banyak itu cenderung orang miskin,” jelasnya.

Wacana ini juga diiringi janji pemberian intensif terhadap suami yang bersedia melakukan vasektomi.

Dedi Mulyadi mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bakal memberi Rp500 ribu bagi suami yang bersedia melakukan vasektomi.

Sementara, bagi desa-desa yang berhasil melaksanakan program KB, juga akan mendapat penghargaan.

Dedi Mulyadi menyebut, insentif itu berupa hadiah stimulus pembangunan sebesar Rp10 miliar.(Sumber)