Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD, mengatakan pemakzulan atau pencopotan presiden dan/atau wakil presiden (wapres) bisa dilakukan secara teori, tetapi praktiknya sulit.
“Jadi, bisa (secara aturan). Tapi, secara politis kayaknya tidak bisa, kalau menurut aturan,” ujar Mahfud dalam acara Gaspol yang ditayangkan di Youtube Kompas.com, Jumat (9/5/2025).
Mahfud mengatakan, aturan untuk mencopot presiden dan wakil presiden tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Mekanisme pencopotan atau impeachment yang melibatkan tiga lembaga negara, yaitu DPR, MK, dan MPR.
Presiden dan wapres bisa dicopot jika melakukan enam hal. Di antaranya, korupsi, pengkhianatan, penyuapan, dan kejahatan besar yang pidananya di atas lima tahun penjara.
Lalu, presiden atau wapres melakukan perbuatan tercela atau berhalangan untuk melakukan pekerjaannya, misalnya sakit permanen hingga tidak bisa melakukan aktivitas jabatannya selama tiga bulan berturut-turut.
“Secara teoretis itu ketentuannya. Tetapi, secara praktis itu akan sulit,” kata Mahfud.
Ia menjelaskan, jika presiden atau wapres melakukan enam hal yang disebutkan maka bukti-bukti itu akan disidangkan di sidang impeachment di DPR.
Namun, sidang impeachment membutuhkan dua per tiga dari seluruh anggota DPR untuk hadir agar sidang dinyatakan sah.
“Koalisi Prabowo (di DPR) 80 persen. Untuk menghadirkan sidang sudah tidak bisa,” kata Mahfud lagi.
Lebih lanjut, meskipun kuorum di DPR terpenuhi, masih ada tahapan-tahapan di MK dan MPR yang perlu dilalui.
Mahfud menjelaskan, dalam mekanisme impeachment, MK tidak berwenang untuk menjatuhkan vonis pencabutan presiden dan wapres.
“MK tidak bisa membuat vonis kalau dia dicopot. MK hanya bilang, ‘Oh iya benar, saya hanya mengkonfirmasi, benar ini sudah melakukan tindakan ini’. Ini kembali lagi ke DPR. Belum lagi kalau MK-nya dioperasi lagi,” tutur Mahfud.
Setelah diperdebatkan lagi di DPR, hasilnya akan ditentukan di MPR. Namun, MPR belum tentu melakukan pencabutan.
Bisa saja, vonis yang diberikan hanya berupa arahan untuk perbaikan di masa depan.
Isu pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka menggema setelah Forum Purnawirawan TNI mengeluarkan usulan pemakzulan ini.
Wacana pencopotan Gibran ini didukung oleh 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Selain Try Sutrisno, terdapat nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri berisi delapan poin, yang antara lain mencakup penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.
Adapun salah satu poin paling kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan kepada MPR.(Sumber)